SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pengerjaan embung di Desa Cepoko, Kecamatan Sumberlawang, Sragen dipersoalkan. Salah satu warga yang berada di tepi embung dikabarkan resah dengan keberadaan embung yang dibangun dari dana desa tahun 2019 itu.
“Kemarin ada satu warga yang tinggal mepet dengan embung yang resah dan lapor ke kami. Dia keberatan karena khawatir kalau embung ambrol dan sebagainya. Padahal dia masuk kategori KK miskin,” papar Sardi, tokoh Sumberlawang asal Desa Hadiluwih, kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (3/2/2020).
Satu warga yang grundelan itu diketahui bernama Tugiman yang tinggal hanya beberapa meter di atas embung. Meski menolak, suaranya akhirnya harus tenggelam oleh masyarakat banyak yang sudah berembug dan mendukung untuk pembangunan embung.
Menyikapi penolakan satu warga itu, pihak Pemdes melalui Kades Cepoko, Ngadiman mengatakan proyek embung itu dibangun memang dari dana desa tahun 2019. Proyek dibangun atas dasar musyawarah Pemdes dengan masyarakat desa.
“Embung itu dibuat sudah musyawarah dengan masyarakat. Dibangunnya pada bulan 8-9 tahun 2019 ketika dijabat oleh Penjabat (Pj) Kades. Saya waktu itu sudah purna jadi saya nggak terlibat pelaksanaan,” papar Ngadiman, dikonfirmasi JOGLOSEMARNEWS.COM .
Meski demikian, ia menegaskan embung itu awalnya dibangun atas aspirasi warga dan petani yang hampir tiap kemarau kesulitan mendapatkan irigasi untuk sawah mereka.
Atas kondisi itu, kemudian masyarakat dan atas rekomendasi Bayan sepuh, kemudian muncul gagasan untuk membangun embung di tanah kas desa di lokasi lahan kas desa berukuran 21 x 70an meter.
“Dulunya itu tanah kas desa itu semak belukar dan tidak dimanfaatkan. Dulu yang nggarap Pak bayan sepuh, kemarin atas arahan Pak bayan juga dan rembug warga akhirnya dibuatlah embung itu. Karena setiap kemarau hampir 80 persen petani sini kesulitan air,” terang Ngadiman.
Ia menyebut selain memanfaatkan tanah kas desa yang tak tergarap, keberadaan embung diharapkan bisa menjadi alternatif irigasi membantu petani.
Lebih dari itu, embung juga diproyeksikan bisa menjadi penampung air hujan dan resapan air untuk menjaga keseimbangan alam.
“Kan anjuran Pak Presiden juga demikian. Kita membangun juga tidak sembarangan. Kalau kemudian ada satu warga dekat situ yang nggak suka, memang betul. Tapi masa apa hanya gara-gara satu warga, kemudian harus mematikan kepentingan masyarakat dan petani yang lebih banyak. Karena kemanfaatan embung ini jauh lebih banyak dan berguna. Kan nggak begitu, kami melihat sisi manfaatnya yang lebih besar,” tuturnya.
Sekretaris Desa Cepoko, Daris Al Maruf menyampaikan anggaran untuk embung itu di 2019 dialokasikan Rp 200 juta. Anggaran direalisasikan untuk mengeruk lahan menjadi embung, serta membuat saluran pembuangan di sisi bawah.
“Semua pembangunan juga dikonsultasikan dengan DPU PR. Yang mengerjakan TPK dan pelaksanaan juga sudah sesuai juklak juknis dana desa dan pendampingnya,” terangnya.
Kaur Keuangan, Muhammad Kharis menambahkan karena tahun 2019 baru tahap awal, proyek embung itu akan kembali dilanjutkan di 2020. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan DPU PR yang akan membantu konsultasi soal RAB.
“Kemarin sudah dicek dari DPU juga, mereka bilang kalau anggaran Rp 200 juta itu kalau mereka hanya untuk ngeruk saja. Lha kita ini sudah ngeruk, sama dibuatkan gorong-gorong dan saluran air. Jadi malah volumenya lebih banyak. Karena tujuan kami memamg ingin memaksimalkan potensi desa dan memberikan kemanfaatan untuk masyarakat. Kemarin begitu ada hujan dua hari, embung sudah terisi dan ada enam disel petani langsung nyedot dan bisa tanam,” imbuh Ngadiman. Wardoyo