Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Kepala DPU-PR Sragen Jadi Sorotan dan Dituding Cuci Tangan. Mangkir Audiensi Saat Sejumlah Proyek Jembatan dan Jalan Bernilai Miliaran Gagal Terlesaikan

Kondisi proyek Jembatan Butuh di Masaran-Plupuh yang dialokasikan Rp 7,7 miliar namun hanya tergarap 48 persen dan akhirnya mangkrak. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Sejumlah kalangan dan aktivis dari berbagai ormas yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Sragen (APS) mengecam Kepala Dinas Pekerjaan Umum-Penataan Ruang (DPU-PR) Sragen yang dinilai sengaja menghindar dari persoalan ketika banyak proyek infrastruktur amburadul dan gagal.

Sorotan dan kecaman dilayangkan menyusul ketidakhadiran Kepala DPU-PR Sragen, Marija, saat diundang menghadiri audiensi perihal persoalan sejumlah proyek gagal di DPRD, Rabu (29/1/2020).

Saat itu, Marija hanya mewakilkan Kabidnya dan Kasi serta beberapa bawahannya di antaranya, Kabid Bina Marga Albert Pramono Susanto.

Audiensi padahal dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Sragen, Suparno dan Ketua Komisi III, Sugiyarto. Tak pelak sepanjang audiensi berlangsung, suasana terus memanas lantaran jawaban dari Kabid dan perwakilan DPU-PR, dinilai belum mengena dengan apa yang dimaksudkan oleh aktivis APS.

“Kami mengecam ketidakhadiran Kepala DPU-PR Sragen yang sebenarnya sangat dinantikan kehadirannya untuk dimintai pertanggungjawaban atas kinerjanya. Banyak proyek besar yang gagal selesai di 2019, tapi ketika diundang audiensi malah mangkir. Menurut kami itu sikap yang tidak kesatria dan bukan jiwa pemimpin. Dia hanya ingin enaknya, tapi ketika ada permasalahan ingin sembunyi dan cuci tangan,” papar koordinator Lintas Sragen yang juga salah satu praktisi rekanan, Syaiful Hidayat kepada wartawan, Minggu (2/2/2020).

Tak hanya Syaiful, Koordinator LSM Team Operasional Penyelamatan Aset Negara RI, Agus Triyono juga mempertanyakan ketidakhadiran Kepala DPU-PR di audiensi itu. Ia menilai hal itu merupakan bentuk pengabaian terhadap masyarakat banyak yang berkepentingan terhadap proyek-proyek infrastruktur yang gagal terselesaikan maupun rusak setelah dibangun.

“Kepala DPU-PR kan yang bertanggungjawab atas penggunaan anggaran dan pelaksanaan proyek infrastruktur. Jembatan Butuh hanya terbangun 40 persen dan akhirnya mangkrak, Jembatan Bejingan baru dibangun sudah retak, jalan Baok-Karangudi separuh saja belum ada dikerjakan. Beberapa ruas jalan yang belum lama dibangun juga sudah mulai mengelupas. Kalau dari dulu gembar-gembornya lelang akan diperketat agar dapat rekanan berkelas dan pembangunan infrastruktur yang berkualitas, apa proyek-proyek gagal, amburadul dan rusak itu yang dimaksudkan berkualitas. Kasihan masyarakat, akhirnya jadi nggak bisa memanfaatkan dan terganggu gara-gara proyek tak selesai dan rusak,” tukas Agus kesal.

Senada, Koordinator LSM Formas, Andang Basuki menyampaikan audiensi memang dilakukan untuk mengklarifikasi kegagalan sejumlah proyek infrastruktur di tahun 2019. Menurutnya, ada tiga proyek besar yang dinilai gagal dan fatal.

Di antaranya proyek Jembatan Butuh yang gagal selesai hingga berdampak penghentian dana dari Provinsi. Kemudian Jalan Baok-Karangudi yang juga gagal selesai dan perpanjangan yang diberikan juga terancam tak bisa rampung.

“Kemudian proyek Jembatan Bejingan di Masaran, yang kualitasnya buruk. Baru dua hari diresmikan, sudah retak. Ini sangat-sangat memprihatinkan dan amburadul. Padahal itu dananya miliaran,” paparnya kepada wartawan seusai audiensi.

Menurutnya tiga proyek yang gagal dan rusak itu menunjukkan buruknya perencaan dan lemahnya pengawasan dari PPK maupun DPU PR selaku kuasa pengguna anggaran.

Ia bahkan menyebut, ada kesan pembiaran dari pengawas dan dinas sehingga proyek akhirnya gagal selesai. Ia juga mengecam ketidakhadiran Kepala DPU-PR yang malah mewakilkan anak buahnya di tengah situasi proyek yang banyak mengecewakan masyarakat.

“Terus terang kami tidak puas dengan jawaban pihak DPU-PR dan kami ingin meminta pertanggungjawaban Kepala DPU-PR. Kenapa tidak mau hadir,” terangnya.

Lebih lanjut, Andang juga menyoroti pembangunan infrastruktur yang digencarkan pemerintahan saat ini, tak banyak berimbas ke ekonomi masyarakat.

Pasalnya, hampir semua proyek justru malah dikerjakan oleh rekanan dari luar kota dan tidak ada rekanan lokal yang dilibatkan.

Ia menambahkan dengan pengerjaan yang amburadul dan kualitas bangunan seperti itu, pihaknya menyebut tidak menutup kemungkinan akan menyeret kasus kegagalan proyek itu ke ranah hukum.

“Banyak celah yang bisa kita lakukan dan saat ini memang kita pelajari dari sisi pidana. Ada kesan pembiaran karena sangat cukup longgar memberikan pembayaran itu sehingga bangunan menjadi tidak jadi dan kualitas yang buruk. Saya pikir ada penyalahgunaan wewenang, ada unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Apakah itu ada kerugian negara itu nanti biar melalui BPK bisa dilihat dari perspektif hukum seperti itu,” tandasnya.

Dari beberapa catatan itu, pihaknya berharap hal itu menjadi evaluasi bagi pimpinan daerah terhadap kinerja PPK, Kepala DPU PR dan LPBJ. Bahkan jika perlu, harus ada evaluasi terhadap Kepala DPU PR untuk disanksi dan ditanggalkan dari jabatan.

Sementara, Ketua DPRD Sragen Suparno menyambut masukan dari pelaku pergerakan di Sragen dengan positif.

”Terima kasih dalam membantu pengawasan untuk kabupaten Sragen yang lebih baik. Soal yang sudah disampaikan akan kami bahas masukannya,” tuturnya.

Sementara, perwakilan dari DPU PR yang dihadiri Kabid, lebih banyak menyebut bahwa sudah menjalankan prosedur sesuai peraturan yang ada. Ketika ada rekanan yang pekerjaannya belum mencapai target, pihaknya juga melayangkan peringatan sesuai mekanisme. Wardoyo

Exit mobile version