Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Susur Sungai Diumumkan Via Grup WA Sehari Sebelumnya, Tak Ada Penjelasan Teknis

tribunnews

SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pengumuman adanya kegiatan susur sungai oleh siswa SMPN 1 Turi, Sleman yang berujung maut, dilakukan sehari sebelum hari kejadian, Kamis (20/2/2020).

Salah satu siswa yang menjadi Ketua Dewan Penggalang SMPN 1 Turi, Abisa mengungkapkan isi percakapan di grup WhatsApp sehari sebelum tragedi maut susur sungai terjadi.

Abisa menyampaikan, kegiatan susur Sungai Sempor disampaikan oleh pembina pramuka melalui grup WhatsApp, Kamis (20/2/2020).

Hal itu disampaikan oleh Abisa saat ditemui Tribun Jogja di Sidomulyo, Tegalrejo, Kota Yogya, Jumat (28/2/2020) malam.

“Pemberitahuan oleh guru pembina, lewat grup WA, lalu dilanjutkan rapat online,” kata Abisa, seperti  dikutip dari TribunJogja.com, Sabtu (29/2/2020).

Abisa tidak keberatan untuk menyampaikan kesaksiannya atas tragedi yang menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi pada Jumat (21/2/2020) itu.

Ia memperlihatkan obrolan grup WhatsApp yang anggotanya terdiri dari siswa dan pembina pramuka tersebut.

Seorang pembina pramuka mengumumkan pada semua kelas 7 dan 8 SMPN 1 Turi, diwajibkan mengenakan sepatu untuk kegiatan susur sungai.

“Disampaikan aja kls 7 dan 8 bsk susur sungai. Wajib bersepatu, warna bebas,” tulis pesan tersebut.

Saat para siswa bertanya lokasi susur sungai, pembina tersebut enggan untuk menyampaikannya.

“Nanti kita bahas,” sahut sang guru pembina pukul 19.00 WIB.

Guru pembina tersebut lalu menulis pada 20.58 WIB, terkait rute susur sungai.

“Besok rutenya mulai outbond sempor, naik sebelum bendungan kembangarum,” tulisnya.

Menurut Abisa, tidak ada lagi pembicaraan teknis lainnya terkait persiapan susur sungai. Para siswa hanya diminta untuk membawa tongkat.

Kemudian, anggota dewan penggalang sebanyak 16 orang diminta jadi pendamping regu.

Diketahui, masing-masing orang mendampingi dua regu dalam kegiatan outbond tersebut.

Dalam kasus tersebut, pembina pramuka SMPN 1 Turi telah ditetapkan menjadi tersangka oleh polisi.

Sebagai wujud empati pada para korban, mereka sepakat menolak tawaran Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) untuk mengajukan penangguhan penahanan.

Exit mobile version