SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana desa (DD) di Desa Purworejo, Kecamatan Gemolong, Sragen, membuat situasi desa tersebut makin bergolak.
Sejumlah tokoh setempat dan warga yang berharap pengusutan kasus itu, mengancam akan menggeruduk pihak kepolisian lantaran menilai penanganan kasus terkesan lamban.
Padahal kasus itu sudah berjalan hampir empat bulan dan hingga kini belum ada tanda-tanda kejelasan penanganan.
“Terus terang ini warga sudah nggak sabar pinginnya nggeruduk ke Polres untuk menanyakan kejelasannya. Karena sudah hampir empat bulan proses kasus itu, sampai sekarang kok belum ada tanda-tanda kejelasan. Gelar perkara saja makin nggak jelas,” papar Yan, salah satu tokoh di Desa Purworejo, kepada wartawan, Kamis (19/3/2020).
Yang lebih menyakitkan warga, kata dia, saat ini di desa justru dihembuskan kabar kalau laporan itu dianggap sudah selesai karena pelapor sudah tidak ada gerakan lagi.
Karenanya demi kondusivitas, pihaknya berharap agar polisi segera mempercepat penanganan kasus itu. Sebab dari ketentuan, proses penanganan kasus di Purworejo juga dinilai relatif lama.
“Masyarakat sekarang sudah pada tahu, ada durasi penanganan kasus dugaan tipikor yang sudah ditentukan. Di situ disebutkan dalam kondisi normal paling lama 3 x 30 hari, kalau kondisi tidak normal misalkan para pihak dipanggil tidak kooperatif bisa diperpanjang 1 x 30 hari lagi. Artinya maksimal 4 bulan harusnya sudah ada kepastian,” terangnya.
Sementara yang dilaporkan oleh warga, sudah berjalan hampir empat bulan di Polres Sragen. Ia menyebut sejauh ini sudah ada belasan saksi yang dipanggil sejak beberapa waktu lalu.
Pihaknya sangat berharap jika memang sudah memenuhi unsur, agar pelaku dihukum seberat-beratnya sehingga tidak menular ke daerah lain.
“Itu kalau ditangani serius, akan terbuka semua. Karena bisa merembet ke pengelolaan RTLH, Dana LKD dan beberapa poin lainnya. Dan semua sebenarnya sudah kami laporkan juga berikut data-datanya,” tandasnya.
Kasubag Humas Polres Sragen, AKP Harno mengatakan saat ini kasus itu masih ditangani penyidik di Reskrim. Pihaknya meminta masyarakat bersabar menunggu proses penanganan di kepolisian.
Sebab untuk penanganan dugaan tipikor memang dibutuhkan waktu lumayan karena harus jeli dalam mengumpulkan data-data, keterangan saksi dan bukti-bukti.
“Ini masih tahap pengumpulan bahan keterangan dan data-data. Nanti setelah semua terpenuhi, baru dilakukan gelar perkara. Setelah itu baru akan disimpulkan bagaimana hasilnya. Kalau memenuhi unsur akan ditingkatkan ke penyidikan, kalau tidak ya akan kami sampaikan juga,” tandasnya.
Sementara, WAR, warga lain menambahkan, selama ini warga memang lebih cenderung memilih menahan diri. Namun dengan temuan LHP yang merekomendasi ada penyimpangan hingga Rp 531 juta, hal itu dinilai sudah melukai masyarakat.
Terlebih, banyak bantuan dari aspirasi DPRD berupa voucher dan bantuan lainnya yang nyaris tak pernah ada sosialisasi dan rembugan dengan warga.
“Ini sudah puncak kesabaran warga. Selama ini dimainkan, warga diam saja. Makanya ini pertaruhan, ketika laporan dan temuan penyimpangan itu ndak diproses tuntas, warga siap bergerak,” timpal tokoh RT 2 Purworejo itu.
Terpisah, saat dikonfirmasi wartawan, Kades Purworejo Ngadiyanto sebelumnya mengatakan untuk pengembalian temuan kekurangan Rp 531 juta dari LHP Inspektorat, sudah dikembalikan dan ada bukti suratnya dari Inspektorat.
“Kalau untuk bantuan kursi CSR RT 1 dan 2 bukan urusan saya. Itu langsung ke kelompok, dananya juga ke rekening kelompok,” paparnya dikonfirmasi awak media melalui telepon.
Perihal bantuan traktor dari Gerindra, ia menegaskan tidak pernah menerima traktor dari Gerindra dan ia tidak pernah menguasai sendiri.
Sementara untuk bantuan mesin genset dari geologi Bandung, menurutnya bantuan itu sudah diserahterimakan dari pihak Geologi Bandung ke desa. Ia mengatakan bantuan genset itu bisa dialihfungsikan karena sumurnya tidak berfungsi.
“Untuk operasional genset wis gak nggatuk. Akhirnya dijual untuk penyambungan listrik. Itu ada berita acaranya dengan BPD juga,” kata dia.
Sementara, untuk inventaris kendaraan motor Legenda di Pemdes, Ngadiyanto menyebut bahwa itu bukan hak warga dan bukan hak siapa-siapa. Motor Legenda itu menurutnya adalah hak Kades.
“Untuk bantuan laptop PAUD, silakan ditanyakan suaminya kepala PAUD laptopnya dimana. Kalau mau lihat sepeda motor Legenda silakan ke rumah. Yang untuk pengembalian itu (LHP Inspektorat), surat tuntasnya juga sudah ada. Kalau mau tahu, saya tunjukkan,” tandasnya. Wardoyo