SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM –
Tiga provokator penolakan jenazah positif corona di Kabupaten Semarang ternyata adalah tokoh masyarakat. Ketiganya telah diamankan polisi, Sabtu (11/4/2020).
Padahal, sedianya sesuai status yang mereka sandang, mereka bisa berperan mengedukasi warga, bukan sebaliknya.
Ketiga tokoh masyarakat yang “tersesat” itu berinisial THP (31), BSS (54) dan S (60).
Pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap mereka dan memanggil tujuh saksi untuk memberikan keterangan terkait kasus penolakan pemakaman tersebut.
Tiga pelaku diduga melanggar pasal 212 KUHP dan 214 KUHP serta pasal 14 ayat 1 UU no 4 tahun 1984 tentang penanggulangan wabah.
Mereka diduga memprovokasi 10 warga untuk memblokade jalan menuju pemakaman.
Petugas pemakaman merasa takut karena aksi warga itu. Akibatnya, petugas membatalkan pemakaman jenazah di area itu.
“Para tersangka melakukan tindakan berupa provokasi warga dan menghalangi-halangi serta melarang petugas pemakaman yang akan melaksanakan tugasnya memakamkan jenazah yang terinfeksi virus corona,” jelas Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Budi Haryanto saat dikonfirmasi, Sabtu (11/4/2020).
Padahal, proses pemakaman sudah dilakukan dengan protokol dan SOP.
“Ini sebagai pembelajaran kepada masyarakat bahwa ketika pemakaman jenazah yang terinfeksi virus corona sepanjang penanganan pemakaman sudah sesuai prosedur dan SOP yang ada tentunya itu tidak berbahaya,” pungkasnya.
Budi mengimbau masyarakat agar tidak menghalangi proses pemakaman pasien Covid-19 yang meningal.
“Warga yang melarang atau menolak pemakaman terhadap jenazah yang terinfeksi virus corona ini justru semakin membuat bingung masyarakat di daerah lain karena ketidaktahuan atau tidak paham tentang penyebaran virus corona ini,” ujarnya.
Kekecewaan PPNI
Diberitakan TribunJateng.com, Dewan Pimpinan Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) Jawa Tengah kecewa dengan kejadian penolakan pemakaman itu.
Edy Wuryanto, Ketua DPW PPNI Jateng, mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan pihak RT dan RW daerah Suwakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Seperti diketahui sedianya perawat RSUP Kariadi tersebut akan dimakamkan di Tempat pemakaman umum (TPU) di Suwakul Ungaran.
“Namun menurut mereka ada kepanikan sebab mobil yang datang ke daerahnya banyak sekali. Kepanikan itu yang membuat adanya misinformasi, dan kemudian penolakan,” jelasnya ditemui di kantornya, Kabupaten Semarang, Jumat (10/4/2020).
Sebenarnya pihaknya sudah mengkaji ke ranah hukum terkait permasalahan tersebut. Namun dari pihak warga Suwakul Ungaran sudah mendatangi pihak PPNI Jateng.
“Setelah mendengar informasi dari perwakilan warga itu, kemudian kami masih akan mengkaji ulang apakah tetap membawa ini ke ranah hukum. Sebab kami harus hati-hati juga, ini masalah yang sensitif,” paparnya.
Meski begitu dirinya ingin kejadian penolakan penguburan jenazah yang terkena wabah corona tidak lagi terjadi di manapun di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Semarang.
Edy melanjutkan, saat ini perawat, dokter, pekerja medis ialah garda terdepan yang rawan terpapar wabah corona.
“Tenaga kesehatan itu tingkat kerawanannya tinggi sekali. Sebab, kalau di ruang isolasi, mereka harus sadar diri menggunakan alat pelindung diri (APD),” tandasnya.
Untuk menghormati jasa perawat meninggal karena corona di Kabupaten Semarang itu, serta sebagai tanda duka cita, Edy meminta anggotanya mengenakan pita hitam di lengan kanan masing-masing mulai tanggal 10-16 April 2020.
Menurutnya, di Jateng saat ini ada total 68 ribu perawat. Ia meminta pemerintah serius memperhatikan keselamatan perawat sesuai standar WHO.
“Artinya masyarakat juga perlu menceritakan riwayat perjalanan secara jujur agar memperoleh informasi selengkapnya,” jelasnya.