SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rentetan kematian petani di sejumlah wilayah di Sragen akibat kesetrum jebakan tikus dalam beberapa waktu terakhir, membuat Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) setempat tergugah.
Jajaran pengurus KTNA Sragen pun berinisiatif untuk menyambangi keluarga para korban, Kamis (21/5/2020).
Selain menyampaikan belasungkawa, mereka juga memberikan santunan untuk membantu meringankan beban keluarga korban.
Pemberian santunan dipimpin langsung oleh Ketua KTNA Sragen, Suratno dan dihadiri beberapa pengurus. Mereka menyambangi kediaman lima petani korban setrum jebakan tikus yang terjadi selama kurun beberapa bulan terakhir.
“Kedatangan kami untuk menyampaikan belasungkawa. Ini dari para pengurus KTNA Sragen memberikan sedikit santunan, jangan dipandang nilainya tapi bentuk kepedulian dan perhatian kami terhadap sesama keluarga petani di Sragen,” ujar Suratno saat menyampaikan bantuan paket sembako dan santunan uang kepada Warsini (42), istri almarhum Atun Suryanto (45) petani asal Sine, RT 1, Sragen.
Atun adalah korban terakhir yang meninggal sepekan silam. Ia ditemukan tak bernyawa di tepi pematang sawahnya karena diduga terpeleset saat hendak membetulkan jaringan listrik untuk perangkat jebakan tikus di sawahnya.
Suratno menguraikan selain kepada keluarga Atun, santunan juga diberikan kepada keluarga empat petani korban setrum lainnya.
Yakni dua di Jambanan, Sidoharjo dan dua lainnya di Kebonromo dan Gabus Ngrampal. Selain itu, juga diberikan paket sembako kepada 386 petani KTNA yang terdampak covid-19.
Sementara, terkait kasus setrum jebakan tikus yang banyak merenggut korban, Suratno mendesak agar Pemkab melalui dinas terkait segera mencari solusi yang paling efektif untuk mengatasi serangan hama tikus.
Ia meminta insiden kematian para petani itu menjadi pembelajaran bagi Pemkab untuk tidak membiarkan petani berjibaku sendiri menangani hama tikus meski nyawa taruhannya.
“Karena tadi dari keterangan petani, ternyata setrum jebakan tikus ini tidak dipasang sembarangan. Melainkan dikontrol, dijaga dan diatur dihidupkan dan dimatikan juga. Artinya kami melihat, insiden yang terjadi itu ada faktor kecelakaan,” urainya.
Ia juga meminta agar Pemkab segera bertindak bagaimana mencari alternatif penanganan hama tikus yang efektif dan aman.
Misalnya dengan memberdayakan burung hantu, pakai emposan gas dan belerang atau gropyokan secara massif.
“Tolong petani jangan dibiarkan berjibaku sendiri tanpa ada pendampingan. Kalau perlu PLN buat standar bagaimana dengan Pemkab untuk penggunaan listrik jebakan tikus. Apakah ada papan, rambu peringatan atau yang lainnya. Karena sejauh ini yang paling efektif memberantas tikus ya baru setrum. Apalagi hama tikus itu kalau sudah merajalela, tanaman bisa dihabiskan dengan cepat dan bisa gagal panen. Makanya Pemkab harus segera ada tindakan, tidak hanya sekada melarang setrum tapi nggak ada solusi,” tegasnya.
Sementara, istri almarhum Atun, Warsini menuturkan sepengetahuannya, setrum jebakan tikus dipasang oleh suaminya sekitar dua minggu sebelum kejadian.
Hal itu dilakukan lantaran serangan hama tikus memang merajalela menyerang tanaman padinya. Suaminya sebelumnya juga sempat mengeluhkan serangan tikus.
“Sempat mengeluh kalau di sawah banyak tikus. Baru dua minggu dipasang,” tuturnya.
Ibu dua anak itu mengisahkan pada hari kejadian, habis makan sahur suaminya pamit ke sawah untuk menyalakan setrum penjebak tikus.
Namun hingga pagi hari, suaminya tak kunjung pulang ke rumah. Setelah dicek, ternyata sudah meninggal di sawah dengan luka bakar tersengat kabel beraliran listrik untuk menjebak tikus.
“Biasanya habis sahur atau jam 03.00 WIB dinyalakan nanti sampai subuh dimatikan. Pas kejadian itu, sampai subuh nggak pulang-pulang,” terangnya. Wardoyo