Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pusing Harga Ayam Hancur, Peternak di Sragen Nekat Obralkan Keliling Kampung Pakai Mobil Pikap. Harganya Dibanting Rp 100.000 Tiga Ekor

Peternak ayam di Sidoharjo Sragen terpaksa obral keliling pakai pikap lantaran sepinya order dari pedagang dan perusahaan dampak corona virus. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Wabah corona virus atau covid-19 berdampak buruk bagi sektor peternakan. Merosotnya harga ayam potong, membuat kalangan peternak di Sragen nekat turun gunung obral ayam siap panen berkeliling kampung.

Mereka terpaksa jual keliling lantaran sepinya order dari pedagang di pasar maupun dari perusahaan. Mandegnya semua kegiatan hajatan, tutupnya rumah makan dampak covid-19 turut memperparah kondisi.

Salah satu peternak yang terpaksa obral ayam itu adalah Lanang Juna (34). Peternak ayam potong asal Desa Purwosuman, Sidoharjo itu mengaku sengaja mengobral dengan jualan di jalan dan kampung untuk mencari dan mendekatkan dengan pembeli.

Sebab sejak adanya wabah corona, permintaan ayam dari perusahaan dan penjual di pasar, anjlok drastis.

“Gimana lagi Mas. Terpaksa harus keliling gini menjemput pembeli. Kalau hanya ditunggu nggak bakalan laku. Customer besar seperti Indogrosir sepi, pabrik memilih berhenti potong, pedagang di pasar juga sepi,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , ditemui saat mangkal di dekat lapangan Taraman, Sidoharjo, kemarin.

Juna menjelaskan ayam potong itu dijual dengan harga banting Rp 100.000, tiga ekor ayam. Tiga ekor ayam yang sebenarnya sudah masanya panen itu diperkirakan beratnya 7 kilogram.

Ia menyampaikan dengan diobral keliling, maka bisa mengurangi risiko kerugian. Sebab jika hanya menunggu pembeli yang mengambil, maka akan menambah biaya pakan.

“Sementara kian hari permintaan makin sepi. Gimana nggak sepi, hajatan nggak ada, warung-warung makan pada tutup. Dengan diobral kayak gini kita hanya modal bensin untuk keliling, tapi dengan harga anjlok hancur gini, ini sedikit-sedikit masih bisa dapat untung. Daripada nyiksa nyawa Mas, terkatung-katung padahal sudah umurnya dijual,” terangnya.

Juna menambahkan biasanya peternak seperti dirinya yang sudah kemitraan, tak kesulitan menjual karena diambil oleh PT atau perusahaan. Namun saat ini semua perusahaan memilih tidak potong karena sepinya order.

“Kalau jual ke pasar jualnya harus daging bersih. Harganya Rp 20.000 sampai Rp 22.000 perkilo. Itu masih murah, harga normalnya Rp 25.000 ke atas. Kami jual keliling ini juga untuk menekan kerugian Mas,” tukasnya.

Ia juga mengaku selain mengobral, ayam-ayamnya juga dijual secara online. Masyarakat yang membeli kadang langsung di antar.

Adi (40), sang sopir pikap yang membantu keliling, menambahkan dengan diobral begitu, sehari bisa laku 1 ton ayam atau 400-500 ekor ayam.

Aksi obral keliling itu juga untuk menambah penghasilan karena sudah kena PHK akibat dampak corona.

“Ini juga membantu masyarakat yang nggak boleh keluar rumah. Biar mendekatkan mereka untuk beli lauk,” paparnya.

Salah satu pembeli, Rohman asal Tanon mengaku tahu ayam obralan itu dari informasi yang diposting penjualnya via FB. Dia mengaku membeli tiga ekor untuk dimasak sendiri. Wardoyo

Exit mobile version