Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Di Negara Lain, Pelaku Penyiraman Air Keras Bisa Diancam 10 Tahun, di Indonesia 12 Tahun, Tapi Jaksa dalam Kasus Novel Hanya Menuntut 1 Tahun Saja

Penyidik senior KPK Novel Baswedan bersama kuasa hukumnya Saor Siagian usai menjalani pemeriksaan saksi selama 8 jam di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, 6 Januari 2020. Foto: Tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Tuntutan ringan Jaksa terhadap dua pelaku penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan masih menuai kritik.

Bahkan, seorang pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Estu Dyah Arifianti membandingkannya dengan aturan perundangan di negara lain.

Estu Dyah Arifianti mengatakan, kasus penyiraman air keras tidak hanya terjadi di Indonesia. Kasus itu banyak ditemukan di negara-negara di Asia Selatan dan hukuman terhadap pelaku terbilang tinggi.

Estu menuturkan, di dunia internasional, penyiraman air keras dikenal dengan istilah acid attack. Motif penyerangan pun beragam. Mulai dari dendam hingga perang antargeng.

“Tapi tujuannya jelas, untuk merusak atau melukai berat. Di beberapa negara Asia Selatan ada motif untuk mempermalukan korban, karena biasanya tampilan fisik korban akan berubah,” katanya dalam diskusi daring ‘Objektivitas Tuntutan Jaksa Dalam Kasus Penyerangan Novel Baswedan’, Sabtu (13/6/2020).

Estu menuturkan ada sejumlah negara yang memiliki aturan tersendiri tentang penyiraman air keras. Di India misalnya, pelaku diancam 10 tahun penjara dan dapat diperpanjang menjadi pidana seumur hidup.

Adapun di Bangladesh, ada dua undang-undang khusus terkait penyerangan menggunakan air keras. Aturan untuk mencegah dan menanggulangi.

“Kalau mengakibatkan luka berat ancamannya 7-14 tahun,” ucap dia.

Sementara di Pakistan, pelaku penyerangan air keras bisa diancam 14 tahun penjara dan denda 1 juta rupee.

Lalu bagaimana di Indonesia? Estu menjelaskan dalam KUHP penyiraman air keras pada seseorang masuk kategori penganiayaan yang diatur di bab XX tentang kejahatan terhadap tubuh.

Namun perumusan penganiayaan tidak didefinisikan dalam KUHP. Di KUHP, kata dia, ada beberapa tingkatan penganiayaan yang termuat di pasal 351 hingga 358.

Diketahui, pada lanjutan persidangan kasus Novel Baswedan, Jumat kemarin, jaksa membacakan tuntutan pada dua terdakwa, yakni Rahmat Kadir dengan Ronny Bugis.

Keduanya dijerat dengan Pasal 355 ayat 1 KUHP juncto Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 351 ayat 2 KUHP.

Pasal 355 ayat 1 KUHP berbunyi:

Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 353 ayat 1 dan 2 KUHP:

1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 351 ayat 1 dan 2 KUHP:

1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,

2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Meski di KUHP penganiayaan berat bisa diancam maksimal 12 tahun, anehnya, jaksa menuntut terdakwa hanya satu tahun penjara. Hal ini lalu menuai kritik dari banyak pihak.

Exit mobile version