Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Sereemm, Perangkat Desa di Tanon Sragen Pilih Mengisolasi Diri di Kuburan Usai Positif Rapid Test. Mengaku Tiap Malam Ditemani Suara-Suara Seperti Ini…

Perangkat desa sekaligus Satgas Covid-19 Desa Tanon, Dawam saat mengkarantina mandiri di lokasi bangunan cungkup di kompleks makam Dukuh Bangle, Tanon. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Masa pandemi covid-19 barangkali tak akan pernah dilupakan oleh Dawam, perangkat desa di Desa Tanon, Kecamatan Tanon, Sragen.

Pasalnya, tak hanya menjadi bagian untuk membantu penanganan, pria yang menjabat sebagai Kasi Pelayanan dan juga Tim Satgas Covid-19 itu ternyata harus menanggung risiko dinyatakan positif saat tes rapid.

Walhasil, ia pun harus menjalani karantina mandiri selama 14 hari sejak dinyatakan positif rapid test covid-19 beberapa waktu lalu.

Uniknya, ia memilih mengarantina diri di makam dukuh setempat, yakni di Makam Dukuh Bangle atau yang akrab disebut Makam Blabag Pengantol Antol di desanya.

Ditemui JOGLOSEMARNEWS.COM akhir pekan kemarin di lokasi makam, ia mengenakan kaos hitam, peci dan sarung.

Ia mengaku sudah hampir sepekan lebih tinggal di lokasi cungkup makam di samping pintu masuk pemakaman. Di bangunan kecil itu, terlihat ada tikar, obat nyamuk, bantal dan alat olahraga kebugaran.

Di depan lesehan fi bangunan yang dipagar tembok dan teralis itu, ada dua makam dengan nisan kayu yang sudah lawas. Makam itu disebut merupakan makam Mbah Idris dan sang istri, salah satu tokoh di Tanon.

“Saya sudah lebih dari seminggu mengisolasi diri di sini. Ya hampir selesai 14 hari Mas. Awalnya tes rapid saya negatif, lalu dirapid lagi positif sehingga harus isolasi mandiri. Ada sekitar 15 warga kami yang juga reaktif dan semua isolasi mandiri. Sebagian di rumah masing-masing. Kalau saya pilih di makam karena bisa lebih tenang, memohon pada Allah,” paparnya.

Dawam mengaku sengaja memilih makam untuk isolasi mandiri, agar bisa lebih fokus untuk menenangkan diri. Selain itu, dengan isolasi mandiri di makam juga menjaga keluarganya dari potensi covid-19 karena ada dua anaknya yang masih kecil-kecil.

Isolasi mandiri di makam. Foto/Wardoyo

Meski terkesan angker, ia mengaku tak takut dan merasa sudah biasa dengan suasana makam. Pun saat ditanya apakah tidak takut ketika malam melihat deretan pemandangan nisan dan makam di depannya, Dawam mengaku tidak ada rasa takut.

Saat ditanya pengalaman selama isolasi mandiri di makam, utamanya saat malam hari, ia mengaku belum pernah menemui hal-hal menakutkan.

“Biasa saja Mas. Kalau malam ya hanya ditemani suara burung hantu. Penampakan aneh-aneh nggak ada. Nggak takut, mungkin karena saya sudah terbiasa apalagi rumah saya dekat makam,” terangnya.

Perihal logistik untuk makan, Dawam menyampaikan setiap hari dikirim oleh istrinya pagi dan sore.

Kemudian, beberapa warga dan rekan perangkat desa juga tak jarang bergantian menengoknya mengirim makanan, rokok dan sekadar menanyakan perkembangan.

“Dari dokter puskesmas juga intens memantau dan memberi obat. Kalau anak-anak kangen, kadang mereka nengok ke sini, tapi dari pintu masuk itu. Saya nggak bolehkan mendekat, karena jaga jarak dulu, ” tukasnya.

Karena menjalani masa karantina, ia terpaksa menanggalkan tugas sebagai Satgas Covid dan perangkat desa. Dawam mengaku sudah ikhlas ketika tahu dirinya harus isolasi mandiri setelah hasil rapid test reaktif.

Hal itu sudah menjadi bagian risiko dari tugasnya yang sebelumnya memang aktif memantau warganya yang pelaku perjalanan dan kemudian ada 6 orang yang dinyatakan positif terpapar covid-19.

Bahkan, ia juga masih sempat mengantar para warga untuk menjalani swab test. Ia menduga dirinya bisa positif rapid test karena kondisi fisiknya yang kecapekan dan kurang tidur karena sering mengurusi warga rapid test dan mengantar yang positif untuk menjalani perawatan di Sragen.

“Padahal setiap berkunjung, mengantar, saya juga selalu pakai masker dan jaga jarak. Tapi meski reaktif, kondisi fisik saya juga sehat. Kemarin pas dinyatakan reaktif, ya nggak kaget mungkin sudah risiko,” tuturnya.

Ia baru bisa bernafas lega, setelah hasil swab testnya bersama 15 warganya, sudah dinyatakan negatif. Karenanya ia berharap ketika selesai masa karantina 14 hari, warga bisa menerima kembali dengan baik tanpa ada stigma apapun.

“Karena penyakit atau virus covid-19 ini bukan sesuatu yang memalukan, tapi ini pembelajaran bersama agar semua lebih waspada dengan menjaga protokol kesehatan dan selalu pakai masker agar terhindar dari penularan,” tandasnya.

Kades Tanon, Lukman Hakim. Foto/Wardoyo

Terpisah, Kades Tanon Lukman Hakim membenarkan bahwa satu orang perangkat desanya, Dawam, memang sedang menjalani karantina mandiri setelah hasil rapid testnya positif.

Total ada 15 warga yang reaktif, termasuk ada satu Satgas juga. Mereka semuanya saat ini menjalani isolasi mandiri selama 14 hari.

“Alhamdulillah, semua yang reaktif, taat mengikuti isolasi mandiri di rumah. Kalau Pak Dawam memang memilih di makam karena mungkin lebih tenang dan menjaga agar tidak berinteraksi dulu dengan keluarganya. Karena rumahnya juga dekat dengan makam,” tutur Kades.

Ia menambahkan dari pantauannya, sejauh ini kesadaran para warga untuk isolasi mandiri, cukup bagus. Setiap pagi, para satgas dan ibu-ibu juga aktif mengirimkan logistik untuk kebutuhan sembako dan lauk sehari-hari bagi warga yang karantina agar tidak keluar rumah.

“Informasi yang kami terima, hasil swabnya semua negatif. Alhamdulillah sehingga setelah nanti karantina mandiri selesai, semua bisa kembali bermasyarakat. Harapannya, semoga tidak tambah dan wabah corona ini segera selesai sehingga semua bisa kembali normal seperti sedia kala,” tandas Lukman. Wardoyo

Exit mobile version