JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Dinilai Hanya Menyusahkan Petani, Perwakilan KTNA di 20 Kecamatan di Sragen Rame-Rame Tolak Rencana Pemberlakuan Kartu Tani Mulai September. “Jatah Pupuk Saja Kurang Kok Mau Dineko-Neko!”

Perwakilan pengurus KTNA dari 20 kecamatan di Sragen saat menyatakan menolak pemberlakuan kartu tani, Senin (31/8/2020). Foto/Wardoyo
   
Perwakilan pengurus KTNA dari 20 kecamatan di Sragen saat menyatakan menolak pemberlakuan kartu tani, Senin (31/8/2020). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Para petani yang tergabung dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) di semua kecamatan di Sragen menyatakan tegas menolak rencana penerapan kartu tani yang sedianya akan diberlakukan mulai awal September ini.

Pasalnya mereka memandang program kartu tani itu tak akan banyak membantu para petani. Sebaliknya, program itu justru hanya akan menyusahkan petani lantaran persoalan utama yakni kuota pupuk untuk petani tetap masih jauh dari kebutuhan.

Penolakan itu terungkap melalui pernyataan sikap yang disampaikan dalam pertemuan seluruh pengurus KTNA Kabupaten Sragen dan perwakilan KTNA di 20 kecamatan, Senin (31/8/2020).

“Hari ini kami menggelar pertemuan dengan mengundang semua perwakilan KTNA di 20 kecamatan. Intinya semua sepakat menolak pemberlakuan kartu tani yang akan dimulai bulan September ini. Ada banyak pertimbangan, karena mayoritas menilai kartu tani itu bukan solusi membantu petani tapi justru makin menyusahkan,” papar Ketua KTNA Kabupaten Sragen, Suratno, seusai pertemuan, Senin (31/8/2020).

Pengurus bidang pertanian KTNA Kabupaten Sragen, Ngadimin menyampaikan terlalu dini jika pemerintah hendak menerapkan program kartu tani. Sebab hingga kini belum ada sosialisasi secara menyeluruh ke grass root atau petani di bawah.

Sementara, realitanya, mayoritas petani adalah kaum tua yang tingkat SDM dan pemahamannya notabene relatif rendah.
Alasan kedua, ia memandang belum ada kesiapan di tingkat petani terutama sarana prasarana untuk kartu tani.

Baca Juga :  Puluhan Warga Geruduk Kantor Desa Pilang Masaran Sragen Tolak Pembangunan Tower, Warga: Ini Masalah Kesehatan Kami

Kartu tani yang ada di petani saja mayoritas sudah hilang dan tidak aktif. Secara keseluruhan hamparan sawah yang terdata di Gapoktan (gabungan kelompok tani) di wilayah Sragen juga belum punya kartu tani. Ini akan jadi masalah ketika dipaksakan berlaku,” terangnya.

Ngadimin yang juga Ketua KTNA Kecamatan Kedawung itu menguraikan problem ketiga adalah kehadiran kartu tani dianggap bukan solusi untuk membantu petani.

Hal ini karena jatah pupuk bersubsidi yang nanti diambil dengan kartu tani, tetap belum sesuai harapan petani. Menurutnya, alokasi pupuk bersubsidi selama ini hanya mendasarkan pada kuota kemampuan pemerintah, bukan sesuai kebutuhan riil petani.

“Sebenarnya yang dibutuhkan dan akan membantu petani itu sederhana. Jatah pupuk dan pestisida dicukupi sesuai kebutuhan, itu saja. Lha ini, sudah jatahnya pupuk saja kurang, malah dineko-neko pakai kartu tani segala. Padahal mayoritas petani kan SDM menengah ke bawah yang tidak mau ribet-ribet,” terangnya.

Pihaknya khawatir, jika kondisi alokasi pupuk terus menerus berkurang, maka akan mengancam status Sragen sebagai penyangga pangan nomor 2 di Jateng dan nomor 9 nasional.

Sebab dengan pupuk yang sedikit, maka otomatis akan menurunkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

“Apalagi pertanian Sragen ini banyak kelebihan. Pola tanamnya serentak sehingga risiko gagal kecil, lalu semangat pertaniannya intensif. Tapi sayangnya, kuota pupuknya jauh dari kebutuhan dan ketika panen nilai jualnya rendah,” tukas Ngadimin.

Baca Juga :  Ramadhan di Sragen: Patroli Gabungan Samapta Polres Sragen dan Polsek Cegah Balap Liar dan Knalpot Brong

Perwakilan KTNA Kecamatan Sragen Kota, Djon Suwandi, menyampaikan penolakan kartu tani juga dikarenakan mayoritas petani penggarap sawah di Sragen kota hanya menyewa atau membeli saja dengan durasi tahunan.

Sedangkan pemilik lahannya sebagian berdomisili di luar Sragen. Hal itu akan menyulitkan ketika penggarapnya berganti-ganti sedang kartu tani tak serta merta bisa dialihkan atau ganti nama.

“Saya contohkan di kelompok saya pas pertemuan kemarin, hampir semuanya menolak dan keberatan ada kartu tani. Karena hanya bikin ribet padahal jatah pupuknya sangat kurang. Sekarang satu hektar hanya dapat Urea 160 kg, Phonska 200 kg SP36 48 kg, dan ZA 100 kg. Padahal kebutuhan riil petani itu perhektar 300 kg Urea, Phonska 300 kg, SP36 200 kg, ZA 200 kg dan petroganik 500 kg,” tukasnya.

Ia menuturkan dengan kuota yang kurang itu, para petani terpaksa harus membeli pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal. Imbasnya nanti biaya produksi akan tinggi dan hasil akhirnya petani akan minus,” jelasnya.

Atas fakta itu, mereka berharap pemerintah mengkaji ulang rencana program kartu tani itu. Sebaliknya mereka mendesak pemerintah bisa mengupayakan alokasi pupuk sesuai kebutuhan riil dari Rencana Detail Kebutuhan Kelompok (RDKK). Wardoyo

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com