Site icon JOGLOSEMAR NEWS

KPAI: Pembelajaran Jarak Jauh Bebani Guru dan Siswa

Sejumlah siswa memberikan salam kepada guru sebelum memasuki ruang kelas untuk mengikuti pembelajaran tatap muka di SDN 06 Pekayon Jaya, Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/8/2020). Pemerintah setempat telah memberi izin beberapa sekolah percontohan untuk melakukan uji coba pembelajaran tatap muka, siswa yang datang hanya yang diberikan izin oleh wali murid / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemj Covid-19 ini, ternyata banyak mendapat respons negatif dari siswa dan orang tua murid.

Hal itu dikatakan oleh Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti. Dia mengatakan, pelaksanaan PJJ dianggap terlalu banyak masalah dan tak bisa menjangkau seluruh lapisan siswa.

Ia mengatakan, dari temuan KPAI melalui survei terhadap 1.700 responden dari 34 provinsi, faktor fasilitas menjadi persoalan paling mencolok.

“Hasilnya memang cukup mengejutkan, memang kuota yang paling tinggi, 43 persen. Yang tak punya alat mencapai 39 persen. Dan yang tak memiliki semuanya 16 persen,” ujar Retno dalam diskusi secara daring, Jumat (8/8/2020).

Retno meyakini angka di lapangan jauh lebih besar dari temuan KPAI. Pasalnya, survei dilakukan KPAI lewat formulir yang diisi secara daring dan disebarkan salah satunya lewat media sosial.

Karena itu siswa yang benar-benar tanpa akses teknologi tak dapat menjangkau survei KPAI.

“Tapi sejauh ini dari temuan kami, di luar Jawa saja 50 persen tak punya alat. Luar Jawa lebih tinggi angka tak dilayani daringnya,” kata dia.

Masalah pembelajaran jarak jauh juga dialami oleh guru. Retno mengatakan salah satu yang paling terdampak adalah guru honorer.

Retno mencontohkan masih ada guru honorer yang memiliki tiga anak, sementara dia harus melayani siswanya secara daring.

Menurut dia, biaya kuota saja akan sangat memberatkan para guru honorer. “Beli kuota bisa lebih mahal dari biaya makan mereka,” kata Retno.

Retno mengatakan mereka juga terbebani dengan banyaknya kurikulum yang harus diselesaikan di tengah situasi ini. Alhasil, tugas yang diberikan pun menumpuk.

KPAI mengapresiasi langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kurikulum darurat kemarin. Meski begitu, Retno mengatakan langkah ini terhitung cukup terlambat.

Exit mobile version