![ledakan_beirut2](https://i0.wp.com/joglosemarnews.com/images/2020/08/ledakan_beirut2.jpg?resize=640%2C426&ssl=1)
BEIRUT, JOGLOSEMARNEWS.COM – Teka-teki mengenai penyebab terjadinya ledakan besar di Beirut akhirnya mulai terungkap. Informasi yang beredar, insiden itu berkaitan dengan kunjungan kapal milik Rusia enam tahun silam.
Ledakan besar terjadi pelabuhan Beirut, ibu kota Lebanon, pada Selasa (4/8/2020) petang waktu setempat. Insiden itu menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai ribuan lainnya.
Dampak ledakan bahkan mencapai radius 15 kilometer. Suaranya bahkan bisa didengar hingga Siprus yang berjarak lebih dari 230 kilometer dari Lebanon.
Terkait penyebab ledakan, kuat dugaan berasal dari timbunan bahan kimia yang mudah terbakar yakni amonium nitrat yang disimpan di dalam sebuah gudang di pelabuhan Beirut. Jumlahnya mencapai 2.750 ton. Senyawa kimia itu banyak digunakan dalam produksi pupuk dan bahan peledak di pertambangan.
Lantas dari mana asal ribuan tom bahan berbahaya itu? Dan bagaimana zat itu bisa disimpan di tempat yang dekat dengan permukiman penduduk?
Dilansir dari Aljazirah, Rabu (5/8/2020), ribuan tom amonium nitrat tersebut merupakan barang sitaan dari sebuah kapal kargo milik Rusia yang berbendera Moldova.
Kapal tersebut singgah ke pelabuhan Beirut di Lebanon pada September 2013. Situs pelacakan kapal Fleetmon mencatat kapal itu bernama Rhosus dan berlayar dari Mozambik menuju Georgia.
Dokumen pengacara yang mewakili para kru kapal menyebutkan kapal itu terpaksa berlabuh di Beirut karena mengalami masalah teknis di laut. Menurut Fleetmon pemerintah Lebanon mencegah kapal itu berlayar lagi dan akhirnya pemilik dan awak kapal meninggalkan kapal tersebut.
Muatan kargo kapal tersebut dikeluarkan dan dipindahkan ke Hangar 12 pelabuhan Beirut. Sebuah bangunan abu-abu yang menghadap ke tol utara-selatan di pintu masuk ibu kota.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 27 Juni 2014, direktur bea cukai Lebanon saat itu Shafik Merhi mengirim surat tanpa nama ke ‘Hakim Urusan Mendesak’. Berdasarkan dokumen yang beredar di internet dalam surat tersebut Merhi meminta solusi mengenai isi kargo itu.
Sejak itu Bea Cukai Lebanon mengirimkan lima surat selama tiga tahun berturut-turut, yakni pada 5 Desember 2014, 6 Mei 2015, 20 Mei 2016, 13 Oktober 2016, dan 27 Oktober 2017. Mereka meminta petunjuk mengenai hal amonium nitrat yang berada di hangar.
Dalam surat-surat itu Bea Cukai Lebanon mengajukan tiga opsi yakni mengekspor amonium nitrat itu, menyerahkannya ke tentara Lebanon atau menjualnya ke perusahaan swasta Lebanese Explosives Company.
Salah satu surat yang dikirimkan pada tahun 2016 mencatat ‘tidak ada jawaban’ dari hakim yang dimintai petunjuk sebelumnya.
“Mengingat bahaya serius menyimpan benda-benda ini di hangar di kondisi iklim yang tak cocok, sekali lagi kami meminta badan kelautan untuk segera mengekspor kembali benda-benda ini demi menjaga keamanan pelabuhan dan mereka bekerja di sana, atau setuju untuk menjualnya ke (Lebanese Explosives Company),” bunyi salah satu surat tersebut.
Surat itu juga tidak dibalas. Satu tahun kemudian, direktur administrasi bea cukai Lebanon yang baru, Badri Daher, sekali lagi menyurati hakim. Pada 27 Oktober 2017 dalam suratnya Daher meminta hakim segera membuat keputusan mengenai masalah ini.
“(Mengingat) bahayanya meninggalkan benda-benda ini di tempatnya yang sekarang dan membahayakan orang-orang yang bekerja di sana,” tulis Daher dalam suratnya.
Namun tiga tahun kemudian amonium nitrat itu masih berada di dalam hangar. Yang juga disayangkan, warga sekitar mengaku tidak tahu tentang adanya timbunan zat kimia berbahaya di dekat mereka, hingga musibah ledakan itu terjadi.
Beberapa jam sebelum terjadi ledakan, disebutkan jika petugas keamanan negara sedang memperbaiki pintu gudang penyimpanan amonium nitrat di pelabuhan Beirut itu.
Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab sudah berjanji akan membawa siapa pun yang bertanggung jawab atas ledakan ini ke pengadilan.