Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Timbul Raharjo Gelar Pameran Tunggal Me Myself & I, Berlangsung hingga 13 September 2020

Situasi pameran Tunggal Timbul Raharjo hari pertama, Minggu (30/08/2020).istimewa

 

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Seniman Jogja Timbul Raharjo menggelar pameran tunggal bertajuk Me Myself & I #3 dengan sub-tema Transvestite Arts bertempat di Museum Sonobudoyo, Gondomanan Yogyakarta mulai Minggu (30/8/2020) hingga 13 September 2020 mendatang.

Dalam rilis ke Joglosemarnew.com, pameran tersebut menampilkan 50  karya seni rupa arca dan lukisan kanvas karya Timbul Raharjo. Aneka karya itu sebelumnya telah melalui  kuratorial yang dilakukan dengan metode autokurasi, yakni penciptaan, pemilihan, dan pelaksanaan pameran termasuk wacananya dilakukan berdasarkan idea perupanya.

Sementara tema Me Myselft & I terdiri dari tiga kata yang bermakna sama yakni “keakuan”,  bertendensi subjektif dan berbahaya bagi perkembangan seni rupa, sebab dalam diri seseorang belum tentu memiliki kekuatan dalam berbagai bidang dalam mencipta dan mewacanakannya.

Sedangkan transvestite adalah nilai karya dalam proses penciptaan mulai dari penentuan idea sampai pada fungsi karya itu mau dibawa ke mana. Tranvestatite yang berarti waria ini sebagai kata asosiatif  yang digunakan dalam penjelasan proses kreasi dalam berkarya Timbul Raharjo. Transvestite arts yang berarti seni banci atau waria arts, adalah ungkapan asosiasitif. Ini sebagai penjelasan penciptaan karya Timbul Raharjo dalam pameran ini.  Karya dapat masuk ke fine art dan aplied art, atau masuk dalam posisi di antara keduanya, maka seni ini tidak berkelamin sebab bingung menentukannya. Namun justru menariknya, karya ini kemudian memiliki fleksibilitas yang baik masuk dalam ceruk budaya dan pasar manapun, bersifat transvestite dan lintas budaya dan pasar.

Timbul Raharjo bersama salah satu karyanya yang dipamerkan. Istimewa

Timbul Raharjo membuka kran kritik tentang karya-karyanya, sekaligus  berupaya membangkitkan budaya kritik seni rupa Indonesia yang mainstream dan linier.

“Ungkaplah kejelekan karya saya, karena kebaikan adalah semu dan sering diucapkan oleh orang-orang yang secara baik kita kenal dan pasti nir-konflik, namun sampaikanlah kekurangannya agar aku menyadarinya, maka budaya kritik bisa terlahir kembali”, tandas Timbul.

Imbuh Timbul, dalam pameran ini komunikasi antar pewacana dan pencipta dibuat lebih terbuka, tidak linier dan statis. Bagus tidaknya sebuah karya seni tetap hasil ciptaan seseorang perupa yang subjektif dan cerminan kapasitasnya. Pola kritik seni ini sebaiknya dianggap lumrah agar perkembangannya seni rupa Indonesia berkualitas baik.

“Kita musti tahu kelemahan dan keunggulan kita, kita tahu pewacana yang baik, kita tahu karya terkonsep baik seperti apa, bahkan karya yang laku seperti apa,”jelasnya.

Di masa pandemi ini, pameran secara offline di Sonobudoyo tersebut dilaksanakan sesuai kaidah protokol covid-19. Selain itu, pameran juga secara online melalui berita di dunia maya. Kiki DS

 

 

 

 

 

Exit mobile version