Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Demi Regenerasi Dalang, Ki Sarnyoto Bangun Sanggar Krida Utama

dok dinas kebudayaan Kabupaten Semarang

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Masyarakat di Kabupaten Semarang dan sekitarnya tentu tak asing lagi mendengar nama Ki Sarnyoto. Pria yang memiliki nama lengkap Sarnyoto Widyo Prayitno itu adalah seorang dalang kawakan tradisional di Kabupaten Semarang.

Ki Sarnyoto, demikian ia akrab disapa, mulai belajar mendalang secara otodidak sekitar tahun 1980. Namun karena merasa ilmunya belum cukup, ia pun memutuskan untuk mengikuti kursus dalang di Semarang.

Sejak itu, dia malang melintang sebagai dalang tradisional yang pentas dari satu tempat ke tempat lain. Selama mendalang, Ki Sarnyoto biasa menyelipkan dagelan, komedi atau joke-joke segar yang bersifat kekinian. Dia sadar, seni wayang butuh sebuah media agar dapat dipahami dan menarik minat generasi milenial

“Salah satunya ya lewat dagelan yang mengambil contoh-contoh dari zaman sekarang, agar anak-anak muda milenial juga tertarik,” ujarnya.

Oleh kecintaannya pada seni pedalangan, pada tahun 2010 ia mendirikan sanggar Krida Utama di rumahnya. Ia sadar, usia yang semakin menua tentu akan membatasi gerak dan aktivitasnya mendalang.

“Sanggar ini menjadi pembibitan dalang-dalang muda. Jangan sampai seni pedalangan ini pupus hanya karena usia, karena itu harus ada regenerasi,” ujarnya saat bincang-bincang dengan Joglosemarnews.

Buah kerja kerasnya itu pun terbayar setelah sanggar yang dia bangun akhirnya mendapatkan SK pada tahun 2017. Ki Sarnyoto mengaku senang dan bersyukur karena sampai sekarang ada sekitar 20 anak yang ikut bergabung untuk belajar mendalang di sanggar miliknya.

Ibarat pepatah mikul dhuwur mendhem jero, seperti itulah yang terjadi pada diri Ki Sarnyoto. Senang dan bangga rasanya, meski ia hanya dalang lokal, namun salah satu dari anak didiknya sudah mulai berkiprah di tingkat nasional.

“Salah satu anak didik di sini sudah ada yang ikut lomba dalang tingkat nasional,” ujarnya.

Kepada anak didiknya, Ki Sarnyoto selalu mengajarkan prinsip dasar seorang dalang. Bahwa seorang dalang itu harus memiliki sad satya dharma dalang, atau enam kewajiban dalang.

Di antara enam kewajiban dalang tersebut adalah dalang sebagai abdi masyarakat, abdi negara, abdi seni budaya dan sebagai pemimpin pagelaran.

“Dalam kehidupan pribadi pun, seorang dalang harus bisa menjadi contoh kebajikan, wajib memupuk kerja sama dan kerukunan,” bebernya.

Sekalipun pakem pedalangan menjadi pegangan wajib bagi anak didiknya, namun Ki Sarnyoto juga membekali mereka dengan kesenian yang lain, termasuk seni musik.

Salah satu fungsinya, agar nantinya ketika menjadi dalang, si anak tidak bingung ketika di-rolling. Ia akan paham seni pedalangan maupun seni-seni lain yang terkait tentang pewayangan.

“Dalam istilah sekarang multi tasking,” ujarnya.

Dalam soal koleksi wayang, Ki Sarnyoto menjelaskan, sanggar Krita Utama memiliki beberapa jenis wayang, yang rata-rata menyangkut tentang cerita Ramayana dan Sinta.

Wayang-wayang yang ada di sanggar itu ternyata bukan hanya miliki Ki Sarnyoto saja. Sebagian wayang-wayang itu adalah milik anak-anak didik Ki Sarnyoto, yang dibeli dengan uangnya sendiri.

Kini, saat pandemi Covid-19 melanda, sanggar Krida Utama menjadi sepi. Anak-anak tidak lagi datang ke sanggar untuk berlatih mendalang. Namun, hal itu bukan menjadi halangan bagi Ki Sarnyoto untuk terus mengajarkan seni pedalangan kepada anak didiknya.

Ia pun berinisiatif membuka latihan mendalang secara online melalui video call whatshapp. Masing-masing anak dibuat jadwal tersendiri, agar mereka bisa fokus latihan mendalang bersamanya.

Fenomena menjamurnya wayang-wayang kontemporer, bagi Ki Sarnyoto tidak menjadi sandungan. Justru sebaliknya, menjadi tantangan untuk disikapi dengan bijak. Seni wayang dan pedalangan menurut Ki Sarnyoto harus bisa eksis di tengah perubahan zaman.

“Yang penting, fondasi anak-anak pedalangan harus memiliki pakem yang kuat lebih dulu,” ujar Ki Sarnyoto menutup pembicaraan. najmi yafi – lukman

Exit mobile version