JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

PSBB Jakarta Jadi Mimpi Buruk bagi Sragen, Omzet Puluhan Perajin Batik Makin Anjlok. Pemilik Batik Brotoseno: Baru Saja Mau Bangkit, Kini Ambles Lagi!

Pemilik Batik Brotoseno, Eko Suprihono. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta ternyata turut berdampak buruk ke dunia UMKM Sragen.

Salah satunya bagi perajin batik di sentra Batik Masaran Sragen. Puluhan perajin batik di Desa Kliwonan dan Pilang menjerit lantaran penerapan PSBB berdampak menurunkan omzet penjualan di Jakarta hingga 60 persen.

Hal itu diungkapkan Ketua Koperasi Batik Pinggir Kali (Girli) Masaran, Eko Suprihono, Rabu (23/9/2020). Pemilik Batik Brotoseno Kliwonan Masaran itu mengatakan penerapan PSBB otomatis berdampak pada perajin Batik di Masaran.

Sebab selama ini, mayoritas pasar terbesar batik Sragen berada di kawasan Jakarta seperti di Tamrin dan Tanah Abang. Dengan kebijakan PSBB, banyak konsumen besar di kawasan itu juga menghentikan pembelian.

Baca Juga :  Terbaik, Bank Djoko Tingkir Sragen Tetap Konsisten Kembali Meraih Penghargaan TOP BUMD Tahun 2024 Golden Trophy

“Dengan PSBB di Jakarta, ekonomi dan pesanan dari konsumen kita pasti juga berdampak. Kemarin ibaratnya sudah mau merangkat bangkit, sekarang ambles lagi. Ekonomi pasti mulai turun lagi. Karena barometer pemasaran batik itu ada di Jakarta,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .

Menurutnya, dampak pandemi covid-19 dan PSBB juga membuat agenda-agenda promosi batik juga terhenti total. Eko menyampaikan hampir semua agenda pameran batik di Jakarta dicancel semua sejak Februari.

Saat masa pelonggaran, sebenarnya pasar Jakarta dan pesanan via online sudah agak mulai bergairah. Namun dengan adanya PSBB, asa untuk bangkit itu kembali meredup.

Baca Juga :  Puluhan Warga Geruduk Kantor Desa Pilang Masaran Sragen Tolak Pembangunan Tower, Warga: Ini Masalah Kesehatan Kami

“Harapan kami pemerintah DKI bisa ada kebijakan melonggarkan pelaku ekonomi agar kondisi pasar bisa tetap berjalan,” terangnya.

Eko menyebut di Desa Kliwonan dan Pilang saja, jumlah perajin batik yang tergabung di Koperasi Girli ada 80 perajin. Namun jumlah riilnya bisa lebih dari 100 lantaran belum semuanya bergabung di koperasi.

Kondisi penurunan omzet dan permintaan sudah dirasakan sejak Maret 2020. Kondisi paling parah terjadi pada awal Juni dan Juli.

“Saat ini kita hanya mengandalkan penjualan online itupun hanya satu dua,” tukasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com