Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Bag 5) Dari Bisikan Ghaib, Kekuatan Doa Hingga Keajaiban Aplikasi Google Street View Jadi Penuntun Ervan Bocah asal Sragen Bisa Pulang Setelah 11 Tahun Hilang di Jakarta

Ervan (tengah) saat diapit ayahnya, Suparno (kanan) dan kakek neneknya, Selasa (6/10/2020). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Ervan Wahyu Anjasworo (16) bocah asal Dukuh Panurejo, Desa Kedungupit, Kecamatan Sragen, akhirnya bertemu dengan keluarganya setelah 11 tahun hilang di Jakarta sejak usia 5 tahun.

Keajaiban doa, aplikasi teknologi hingga firasat sang kakek, menjadi penuntun bocah laki-laki itu akhirnya bisa kembali berkumpul keluarganya.

Bertahun-tahun berusaha pulang namun gagal, Ervan justru berhasil menemukan kembali keluarganya berkat aplikasi peta Google Street View.

“Kira-kira 2,5 tahun setelah pisah sama orangtua, sebenarnya sempat diantar ke Solo oleh para pengamen. Saat itu saya hanya ingatnya Solo gitu aja,” ujar Ervan saat ditemui di rumah kakeknya, kemarin.

Ervan mengisahkan sejak dalam kekangan sindikat pengamen, praktis dirinya hanya bisa pasrah dan pasrah.

Karena saat itu usianya baru 5 tahun, tak banyak memori dan petunjuk yang bisa ia ingat untuk pulang.

Tiga tahun mengembara dalam kerasnya hidup di Ibukota di bawah kekangan sindikat pengamen, asa Ervan untuk pulang sempat terbuka.

Saat usia 8 tahun, dirinya yang terus merengek, akhirnya sempat diantar oleh sindikat pengamen yang menculiknya ke wilayah Solo. Namun setelah berputar-putar di wilayah Solo beberapa bulan, Ervan pun kehilangan petunjuk dan tak ingat di mana rumah keluarganya.

Karena tak tahu alamatnya, akhirnya Ervan kecil harus pasrah kembali diajak ke Jakarta oleh para pengamen.

“Satu atau dua bulan saya ngamen dan minta-minta di Solo, akhirnya balik lagi ke Jakarta karena saya benar-benar sudah tidak ingat rumah saya,” jelasnya.

Namun perjuangan keras Ervan untuk lepas dari kehidupan jalanan perlahan mulai menemukan jalan. Beberapa tahun berselang, garis nasib mulai menuntunnya ke beberapa orang baik yang kemudian menjadikanya anak asuh.

“Setelah lulus SMP sempat beberapa kali pindah Bogor dan Bandung untuk mendapatkan pelatihan kerja dari Dinas Sosial. Terakhir saya dipindah ke PSR (panti sosial rehabilitasi) di Cileungsi Bogor,” terangnya.

Hingga September lalu, Ervan yang kini sudah memiliki wawasan lebih baik, mulai timbul kembali keinginan untuk mencari kampung halamannya. Ervan pun menggunakan fasilitas komputer di panti untuk mencari petunjuk.

“Yang saya ingat hanya Pak Parno (ayah), Bu Tanti (ibu) dan Mbak Ajeng (kakak sepupu). Sama satu lagi namanya Pasar Gonggang, pasar dekat rumah tempat saya sering bermain dulu,” kata Ervan.

Petunjuk terakhir inilah yang menjadi kunci kepulangan Ervan. Melalui aplikasi Google Maps, Ervan mulai mendapatkan petunjuk nyata seputar asal-usulnya.

“Di Google Maps itu kan ada aplikasi Google Street View. Di situ saya lihat Pasar Gonggang. Persis, saya masih ingat sekali. Kondisinya tidak jauh berbeda waktu saya kecil,” terangnya.

Ervan mengisahkan bayangan tentang Pasar Gonggang itu muncul karena saat kecil dirinya hampir setiap hari diajak neneknya, Giyem, berbelanja ke pasar tersebut.

Memori ini demikian kuat hingga Ervan masih mengenang bentuk bangunan pasar. Saat dicari dari aplikasi google street view, ternyata penampakan pasar itu tak berubah.

“Saya kemudian lapor ke pembina saya, pekerja sosial di panti, tentang petunjuk yang saya dapatkan. Kepala panti kemudian meneruskan informasi itu ke dinas sosial di Solo dan sekitarnya,” imbuhnya.

Upaya ini berbuah, tak lama berselang pihak panti mendatangi Ervan dan menyodori sejumlah foto. Ervan pun langsung mengenali foto tersebut sebagai foto keluarganya.

“Ternyata petugas TKSK Sragen mendatangi rumah saya untuk mengecek informasi yang dikirimkan pihak panti. Kemudian mereka mengambil foto, iya bener itu foto mbak Ajeng, ada Mbah Kakung (kakek) ada Mbah Putri (nenek),” paparnya.

Usai kedua belah pihak mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut, Ervan pun bersiap bertemu dengan keluarga yang telah 11 tahun ditinggalkannya.

Sekitar tiga pekan persiapan administrasi, Ervan pun dijemput oleh ayahnya hingga pulang ke Sragen.

Kembalinya Ervan disambut suka cita dari kakek neneknya, Parmin (70) dan Giyem (65). Maklum, sejak ayahnya merantau ke Jakarta, Ervan kecil memang lebih banyak diasuh oleh kakek neneknya di Kedungupit.

Parmin menuturkan, meski sudah hilang bertahun-tahun, sejak awal ia masih berkeyakinan bahwa cucu kesayangannya itu masih selamat dan suatu saat akan kembali.

Saking rindunya, selama hampir 11 tahun, ia tak pernah lupa menyempatkan salat tahajud dan berdoa agar cucunya bisa selamat dan pulang kembali ke pangkuan keluarga.

“Setiap malam saya nggak lupa doa. Meski hanya sedetik selalu saya sempatkan tahajud. Kadang pulang dari sawah pas ngairi sawah malam itu, meski hanya satu ayat, juga selalu saya doakan. Dari dulu saya yakin cucuku pasti akan pulang,” tuturnya.

Selain doa, ia juga mengaku sempat mendapat firasat ketika dua pekan sebelum kepulangan Ervan. Saat itu, sekitar pukul 01.00 WIB dinihari, dirinya seolah mendengar bisikan suara di tengah sawah.

“Waktu itu jam 01.00 WIB, pas saya lembur ngairi sawah dan tidur-tidur ayam, tiba-tiba ada suara wis rasah kuwatir entenono mesti bali. Suaranya jelas sekali tapi nggak tahu siapa yang bersuara,” tukasnya.

Sang nenek, Giyem juga mengaku selama hilangnya sang cucu, dia juga tak lupa menyempatkan berdoa setiap selesai salat.

“Doa saya hanya satu, moga cucu saya selamat dan bisa ditulung orang baik. Itu saja. Pernah belum lama ini, pas adzan  Jumat itu saya gletakan tiba-tiba mimpi serasa ngurungi ayam. Entah hanya mimpi atau memang firasat, yang jelas kami sudah lega dan sangat bersyukur cucu kami bisa pulang kembali,” tukasnya. Wardoyo

Exit mobile version