JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menegaskan, gerakan mahasiswa dan masyarakat menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR masih akan terus berlanjut. Tidak hanya berhenti pada 8 Oktober saja.
Hal itu dikemukakan oleh Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian.
“Akan terus kami digaungkan sampai Presiden RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu untuk mencabut UU Cipta Kerja,” kata Remy dalam pernyataan tertulis, Senin (12/10/ 2020).
BEM SI, jelas Remy, sangat menyayangkan ricuhnya demonstrasi saat itu dan Presiden Jokowi tidak bersedia hadir menemui massa demonstran.
“Justru menyampaikan konferensi pers setelah aksi selesai di Istana Bogor,” kata Remy.
Ia menyebutkan empat tuntutan BEM SI kepada pemerintah dan imbauan kepada masyarakat:
Pertama, pemerintah harus bertanggungjawab terhadap disinformasi mengenai UU Cipta Kerja.
Pemerintah dinilai memutarbalikkan narasi sehingga seakan-akan demonstran termakan hoaks dan disinformasi.
“Padahal dalam hal ini pemerintah dan lembaga kesayangannya (DPR) mengesahkan UU ‘siluman’ karena draft final tak tersedia untuk diakses publik.” Tudingan pemerintah dinilainya membuat keresahan baru masyarakat.
Kedua, membuka ruang demokrasi seluas-luasnya dan menjamin kebebasan berpendapat tentang penolakan Omnibus Law ini.
“Kami mengecam segala bentuk pembungkaman dan penggembosan gerakan mahasiswa serta masyarakat melalui berbagai intervensi pemerintah.”
Hal itu dinilainya merampas hak bersuara masyarakat yang sudah dijamin dalam UU No. 39 tahun 1999 dan UU No. 9 tahun 1998, juga UUD 1945. Membungkam memberi kesan bahwa pemerintah anti kritik dan tidak mengakomodir keresahan rakyatnya.
Ketiga, menurut pemerintah telah mengkondisikan gubernur di berbagai provinsi, DPR dan MPR, hingga Kemendikbud untuk mendukung pengesahan UU Cipta Kerja.
Keempat, menghimbau media dan masyarakat untuk selalu berfokus kepada substansi penolakan, juga menyatukan perjuangan.