Site icon JOGLOSEMAR NEWS

ICW Laporkan Ketua dan Deputi Penindakan KPK ke Dewas Soal OTT di UNJ

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Foto: Tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM  – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri dan Deputi Penindakan KPK, Karyoto dilaporkan oleh
Indonesia Corruption Watch (ICW) ke
Dewan Pengawas.

“Hari ini, ICW melaporkan Firli Bahuri dan Karyoto atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku ke Dewan Pengawas,” kata peneliti ICW Wana Alamsyah, Senin (26/10/2020).

Wana mengatakan, kedua perwira polisi itu dilaporkan terkait gagalnya operasi tangkap tangan di Universitas Negeri Jakarta dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Operasi itu digelar pada Mei 2020. KPK sempat memeriksa Rektor UNJ Komarudin dan pegawai di Kemendikbud. Kasus itu kemudian dilimpahkan ke polisi dan dihentikan penyelidikannya.

Sebelumnya Masyarakat Antikorupsi Indonesia pernah melaporkan pimpinan KPK atas kegagalan OTT ini ke Dewas. Namun, Dewas justru memeriksa Pelaksana Tugas Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal. Aprizal dijatuhi sanksi ringan, yaitu teguran lisan.

Wana mengatakan dalam petikan putusan Aprizal, justru mencuat dugaan bahwa terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh Firli dan Karyoto. ICW mencatat ada empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi.

Pertama, Firli Bahuri bersikukuh untuk mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Padahal, kata dia, saat itu Aprizal sudah menjelaskan, bahwa belum ditemukan unsur penyelenggara negara.

Kesimpulan itu didapat setelah tim Dumas KPK melakukan pendampingan kepada Inspektorat Jenderal Kemendikbud.

“Sehingga, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK, maka tidak memungkinkan bagi KPK untuk menindaklanjuti kejadian tersebut,” kata Wana.

Kedua, kata Wana, Firli menyebutkan bahwa dalam pendampingan yang dilakukan oleh Tim Pengaduan Masyarakat terhadap Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah ditemukan tindak pidananya.

Padahal, kata Wana, Firli diduga tidak
mengetahui kejadian sebenarnya.

“Sehingga menjadi janggal jika Firli langsung begitu saja menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan dapat ditangani oleh KPK,” kata dia.

Ketiga, Wana menduga Firli dan Karyoto menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan ke polisi tanpa mekanisme gelar perkara.

Menurut dia, aturan internal jelas mengatur bahwa untuk menerbitkan surat perintah harus didahului gelar perkara bersama pimpinan lainnya.

Terakhir, ICW menduga keputusan mengambil alih kasus di UNJ dari Irjen Kemendikbud diambil secara sendirian oleh Firli, tanpa melibatkan pimpinan lainnya.

“Padahal Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial,” kata Wana.

Atas dugaan itu, dalam laporannya ICW meminta Dewas menggelar sidang etik untuk memeriksa Firli dan Karyoto, serta saksi lain terkait kasus ini.

Exit mobile version