Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Andalkan Swadaya dari Sewa Lapak Kuliner hingga Kano, Gerbang Banyu Langit Melaju Menggaet Pengunjung Berbagai Daerah

Ikon Gerbang Banyu Langit yang terbuat dari bambu setinggi 9 meter dan lebar 8 meter. Jsnews/Kiki Dian

Gerbang Banyu Langit namanya, terletak di Bintaran Kulon, RT 06, Srimulyo, Piyungan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Taman wisata keluarga ini baru berdiri 21 April 2019 lalu, namun kini menjadi salah satu obyek wisata yang tak kalah dari lainnya.

Mengemas perpaduan keindahan alam dengan adanya aliran sungai Opak , serta pusat makanan serba ada yang murah di kantong  plus beberapa fasilitas permainan anak, andalan obyek wisata ini. Berada di lahan 3400 meter persegi, awalnya lokasi Gerbang Banyu Langit ini adalah wedi kengser tanpa pemilik dan penghuni. Kemudian muncul keinginan dari warga RT 06, Srimulyo, Piyungan Bantul, untuk membuat sebuah taman bermain anak-anak yang memang sangat minim di lokasi tersebut, dan peruntukannya hanya masyarakat setempat.

Sebuah taman bermain terbentuk saat itu, namun dalam perkembangannya muncul gagasan untuk menjadikan taman bermain tersebut  lebih bermanfaat, bernilai ekonomis, serta sosial yang dapat digunakan khalayak umum.

“Akhirnya dibuatlah di sini taman wisata keluarga dengan tambahan fasilitas kuliner, pujasera pusat jajanan serba ada, dan sebuah ikon berupa gerbang dari bambu ketinggian 9 meter, lebar 8 meter itu. Itulah yang jadi spot selfi, akhirnya dibuka untuk umum, “jelas Manajer Operasional Taman Wisata Gerbang Banyu langit, Sugeng Riyanto kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , beberapa waktu lalu.

Deretan lapak kuliner yang menjual aneka makanan dan minuman murah di kantong. JSnews/kiki DS

Falsafah gerbang sebagai pintu pembuka itulah, sebuah proses yang diharapkan dapat membuka kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat. Terlebih dengan keberadaan banyu (sungai Opak) yang turun lagi langit.

Selain gerbang sebagai ikon, ada pula 20 lapak makanan dan minuman yang menjual makanan beragam jenisnya.  Uniknya satu dengan yang lainnya harus menjual menu makanan yang berbeda, agar saling melengkapi dan mencegah persaingan tidak sehat. Mulai soto, bakso, sup ayam, tongseng ayam, sate, lotek, gado-gado hingga camilan aneka gorengan tempura, cilok semua ada di sini.  Mulai Rp 1000 rupiah saja. Sebagai bentuk kampanye kesehatan terhadap buah hati , di lokasi ini semua lapak tidak boleh menjual makanan yang mengandung zat pengawet, dan pewarna berbahaya. Lapak makanan ini dikenakan biaya sewa Rp 5000/ hari, selain Sabtu , Minggu dan hari libur sebesar Rp 7000/hari. Para pedagang kuliner ini merupakan warga dari RT 06 setempat, dan harus mematuhi aturan yang sudah ditetapkan pengelola, seperti bila tidak berjualan  karena sakit atau ada keperluan keluarga harus izin ke pengelola.

Beranjak ke sejumlah titik, terdapat spot permainan anak, kolam terapi ikan gratis,  kolam renang dengan sewa @Rp 5000, aneka ayunan, gazebo , pendapa, naik kano Rp 30rb per 15 menit. Empat stan menjual asesoris dan pakaian turut melengkapi Gerbang Banyu Langit ini.

“Kami tidak ada tiket masuk, dan selama ini masih beroperasi secara swadaya. Kami mengandalkan dari beberapa pemasukan , yakni parkir, renang, sewa kano, sewa  pendapa kalau ada event, dan toilet ,“ujar Sugeng.

Salah satu spot terapi ikan yang gratis sebagai fasilitas pelengkap. JSnews/Kiki DS

Dari omset yang diperoleh tersebut, diakui Sugeng masih kurang untuk operasional Gerbang Banyu Langit.  Apalagi di tengah pandemic Covid 19 ini , dan tetap harus menjalankan protokol kesehatan di tempat wisata. Ia mencontohkan, setiap Senin , wisata ini tutup untuk umum karena dilakukan sterilisasi. Kebutuhan akan cairan penyemprot, hand sanitizer, sabun cuci tangan hingga cairan khusus bagi kolam renang ternyata menyedot biaya cukup besar.

“Nah, pas hujan kayak gini,  curah airnya tinggi, otomatis kano tidak bisa difungsikan, tidak bisa disewakan sehingga mengurangi pendapatan. Padahal sehari tertinggi bisa capai Rp 1,3juta. Omset tiap bulan  lantas dipotong 2,5 persen untuk zakat, operasional, namun untuk pengelola tidak digaji, “ujar lelaki kelahiran Gunungkidul, tahun 1972 ini.

Sudut Gerbang Banyu Langit yang banyak dipakai untuk bercengkerama bersama keluarga. Jsnews/Kiki DS

Namun, proses regenerasi kini dilakukan, agar pemuda setempat peduli dan mau membangun daerahnya. Termasuk memajukan keberadaan Gerbang Banyu Langit tersebut, sehingga beberapa anak muda yang membantu sudah mendapatkan gaji.

“Mengelola wisata ini sangat menyenangkan, banyak sukanya, melihat banyak orang datang ke sini. Bisnis iya, sisi sosialnya juga dapat,”tukas Sugeng.

Buka Selasa-Minggu pukul 07.00WIB-21.00WIB, menurut Sugeng para pengunjung di tempat ini bervariasi. Bila pagi rombongan gowes yang beristirahat atau mencari sarapan, menjelang siang kalangan keluarga dari berbagai daerah bisa Bantul, Sleman, Yogyakarta bahkan luar kota, dan sore biasanya warga sekitar.

Di tengah Situasi pandemik seperti ini,ditambahkan Dwi, salah satu pemilik lapak makanan,  pengunjung yang masih mengalir deras menjadi berkah tersendiri. Meski penurunan omset sangat terasa dibandingkan pas awal tahun.

“Kalau dulu sebelum ada wabah, Sabtu –Minggu itu bisa di atas Rp 1 juta sehari, kini kurang lebih kotor Rp 1 juta, buat kulakan lagi juga mepet, karena apa-apa mahal. Menthog saja 1 ekor Rp 150rb,.”ucap Lelaki yang menjual aneka makanan ayam goreng, sambal belut, dan rica ayam ini

Namun kondisi ini, tegas Dwi harus disyukuri karena  Gerbang Banyu Langit ini  menjadi tumpuan banyak orang untuk meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup sehari-hari. Alhasil kedatangan banyak orang menjadi harapan tersendiri.

Hal ini diamini Erviana , warga Bantul yang sering mengajak anak-anaknya datang ke sana. Entah sekadar bermain atau mencicipi aneka kuliner.

Seorang bocah sedang melihat keindahan sekitar dari ketinggian Gerbang Banyu Langit. JSnews/Kiki Ds

“Saya biasanya muter , mengunjungi lokasi wisata satu ke yang lainnya. Tapi di sini sudah beberapa kali, “pungkasnya. Kiki Dian

 

Exit mobile version