JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sejak status Gunung Merapi dinaikkan dari waspafa menjadi Siaga pada 5 November 2020, sampai dengan 11 November, pemerintah setempat telah memindahkan 185 orang dari kelompok rentan, seperti lansia, ibu hamil, dan anak-anak ke barak pengungsian.
Bupati Sleman Sri Purnomo menuturkan, situasi pemindahan warga dari zona rawan bencana erupsi itu bukan perkara gampang karena masih masa pandemi Covid-19.
Mereka yang dievakuasi merupakan penduduk Padukuhan Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan Sleman, yang dipindahkan ke barak pengungsian Desa Glagaharjo dan Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan.
Barak itu dibuat sesuai standar protokol kesehatan, menggunakan sekat-sekat atau bilik. Yang ukurannya 2,5 meter x 1,5 meter setiap biliknya dengan dihuni maksimal dua orang.
“Mengingat Desa Glagaharjo merupakan zona hijau Covid-19, kami pastikan semua pengungsi saat ini masih bebas dari potensi penularan,” ujar Sri Purnomo.
Purnomo mengatakan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman pada 9 November 2020 juga telah melakukan skrining tes cepat kepada 44 petugas atau relawan di barak tersebut.
Dari tes tersebut, diketahui ada satu relawan yang reaktif sehingga oleh dinas kesehatan setempat langsung ditindaklanjuti dengan tes usap.
“Ada satu relawan hasil rapid-nya reaktif, namun hanya IgG, jadi langsung diikuti swab test dan isolasi mandiri,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo.
Maksud dari status reaktif IgG atau imunoglobulin G sendiri merujuk sebelumnya pasien pernah terpapar virus Covid-19 namun dalam rentang waktu yang cukup lama. Pemerintah Kabupaten Sleman menggencarkan tes cepat Covid-19 ini untuk menjamin para pengungsi dari wilayah rawan Merapi yang kini ditampung di barak pengungsian benar-benar aman dari potensi penularan.
Sebagai tahap awal, tes cepat menyasar para relawan, sedangkan untuk pengungsi masih belum diagendakan. Penanganan kesehatan bagi pengungsi lebih difokuskan dengan pengecekan kesehatan rutin kelompok lansia, ibu hamil, dan anak-anak.
Pemeriksaan kesehatan rutin ini ditangani petugas puskesmas setempat di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Sleman.
Joko menambahkan para pengungsi yang kini dievakuasi seluruhnya berasal dari daerah bebas Covid-19 atau wilayah zona hijau. Yang intensitas mobilitas penduduknya juga terbatas.
Hingga saat ini belum ada pengungsi yang berasal dari Dusun Glagaharjo dan Kalitengah Lor lereng Merapi yang pernah terpapar Covid-19.
Adapun, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Joko Supriyanto, mengatakan relawan yang boleh bergerak ke wilayah barak pengungsi adalah yang benar-benar sehat.
“Kalau yang positif Covid-19 tentu saja dilarang ke barak, relawan itu harus isolasi mandiri,” kata Joko.
Joko menambahkan tes cepat digencarkan untuk mengantisipasi kasus Covid-19 muncul di barak pengungsian sebab dari penelusuran petugas, pengungsi yang ada di barak seluruhnya dalam kondisi sehat dan tak ada indikasi terpapar virus.
Relawan yang diwajibkan menjalani tes cepat adalah yang telah terdaftar melalui posko resmi relawan, baik yang bertugas membantu di barak pengungsian atau bersiap di pos utama yang berada di Pakem, Sleman.
Raja Keraton yang juga Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, meminta pemerintah setempat memastikan kesehatan pengungsi terjaga selama berada di barak untuk menunggu situasi Merapi aman, terutama untuk kelompok rentan.
“Kesehatan pengungsi harus benar-benar diperiksa untuk memastikan kesehatannya. Ini menyangkut protokol kesehatan karena COVID-19 jadi pertimbangan. Jangan sampai timbul masalah baru di pengungsian,” ujar Sultan.
Sultan menyebutkan di setiap lokasi pengungsian harus ada satu ruangan khusus yang dikosongkan untuk keperluan karantina. Hal ini untuk mengantisipasi kalau ada warga yang terpapar COVID-19.