Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pupuk di Sragen Menghilang, DPRD Ungkap Ada Mata Rantai Distribusi Yang Tidak Beres. Kantongi Catatan Penyalur-Penyalur Nakal, Desak Distributor dan Penyalur Tak Beres Dipecat Saja!

Wakil Ketua DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto saat sidak ke gudang distributor CV Tani Makmur Ngrampal yang kosong tanpa stok, Rabu (20/3/2019). Foto/Wardoyo

 

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM DPRD Sragen angkat bicara soal problem klasik keluhan petani terkait menghilangnya pupuk bersubsidi di lapangan menjelang musim tanam (MT) pertama.

Pemerintah dan otoritas berwenang yang menangani pupuk diminta lebih tegas menindaklanjuti kasus tersebut. Sebab disinyalir ada yang bermain di mata rantai distribusi pupuk.

Pernyataan itu dilontarkan anggota DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto, Selasa (3/10/2020). Ia mengatakan sebenarnya sudah jenuh bila bicara masalah pupuk.

Karena problem pupuk hampir setiap tahun atau musim tanam (MT) selalu terjadi dan berulang-ulang. Menurutnya berkaca dari kondisi itu, ia menyebut hal itu sudah barang tentu menjadi kesalahan semua yang terlibat dalam pendistribusian pupuk dari hulu sampai petani.

“Mengapa demikian? Karena tata kelola tentang penyaluran pupuk sudah diatur oleh pemerintah. Dan ini siklus. Karena di Sragen problem hilangnya pupuk dan jatah kurang ini terjadi tiap tahun,” paparnya.

Legislator asal Golkar itu memandang hal pertama tentang pelaksana yakni mulai dari produsen sampai penyalur atau kios. Menurutnya, sumber utama yang menjadi keterlambatan  penyaluran pupuk adalah mata rantai tersebut.

Bahkan ia mengaku sudah mengantongi catatan penyalur-penyalur yang nakal.

“Kalau pelaksana ini lancar kok barang (pupuk) nggak ada, macet atau terlambat. Makanya saya minta kalau ada penyalur atau kios yang nakal, distributor harus segera memberhentikan dan cari yang baru yang bisa memberikan pelayanan baik pada petani. Saya itu punya catatan penyalur-penyalur nakal,” jelasnya.

Demikian pula produsen, Bambang menyebut juga harus tegas dan berani memecat apabila ada distributor nakal. Selain mata rantai distribusi, trouble dari keterlambatan pupuk itu juga dipicu faktor non teknis yakni modal.

Sebab untuk menjadi distributor atau penyalur harus punya modal besar dan jika tidak punya maka tidak bisa. Kemudian, kurangnya kepedulian dan pengawasan dari dinas atau Pemkab, akhirnya membuka celah bagi pelaku distribusi untuk bermain.

“Pemerintah lewat dinas terkait dalam pengawasan kurang sekali. Selama ini saya melihat terkesan bekerja diatas meja. Yang namanya mengawasi itu harusnya ya turun kelapangan. Bukan hanya diatas meja saja. Lha ini kalau ada laporan baru turun. Seharusnya pemerintah yang pro aktif,” tukasnya.

Seperti adanya penambahan kuota pupuk, ia menyebut harusnya disampaikan secara terbuka dan sampai ke bawah. Berapa jumlahnya dan bagaimana pendistribusiannya.

Sementara, yang terjadi saat ini, petani nyaris tak pernah tahu ada penambahan.Kemudian ia menekankan penambahan harusnya diberikan ketika jatah utama musim tanam disalurkan terlebih dahulu.

“Lha ini jatah utama saja belum turun dan stok penyalur kosong kok. Ada tambahan, kalau nggak dijelaskan dan dibereskan jatah utamanya, nanti malah jadi masalah. Petani seukuran saya saja gak tahu kalau ada penambahan, apalagi petani di pelosok. Inilah yang menjadikan rawan penyelewengan pupuk bersubsidi. Lalu fungsi KTNA juga mandul. Makanya saya menghimbau ke pemerintah agar secepatnya mengambil langkah-langkah yang bijak. Dan memberi sanksi bagi semua pelanggar,” tegasnya.

Sebelumnya, kalangan petani di berbagai wilayah di  Sragen mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi di kios maupun penyalur resmi memasuki musim tanam (MT) pertama ini.

Mereka pun mendesak pemerintah segera turun tangan mengatasi hilangnya pupuk di lapangan dan sesegera mungkin menyalurkan jatah petani.

Keluhan kesulitan pupuk itu mencuat di hampir semua kecamatan. Padahal saat ini, petani sudah membutuhkan pupuk untuk persemaian dan sebentar lagi untuk tanam.

Salah satu petani asal Ngamban, Gawan, Tanon, Pardi (55) mengaku bingung karena jatah pupuk petani belum didrop ke kios penyalur resmi.

Padahal, saat ini petani sangat butuh untuk memupuk persemaian dan sebentar lagi untuk persiapan tanam.

Menurutnya situasi saat ini yang terparah, karena sebelum-sebelumnya setelah panen, di kios-kios sudah ada pupuk. Sementara saat ini yang ada hanya pupuk nonsubsidi dengan harga mencekik yakni Rp 275.000 perzak 50 kg untuk jenis Urea.

“Padahal kalau pupuk subsidi itu Urea perzak itu hanya Rp 95.000. Tapi mau bagaimana lagi, wong di kios penyalur kami tanya katanya belum dibuka karena belum didrop dari nduwuran. Kemarin hanya untuk mupuk benih saja, terpaksa saya belikan Mutiara 10 kg Rp 10.000. Saking nggak ada pupuk sama sekali,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (2/11/2020). Wardoyo

Exit mobile version