Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Bikin Trenyuh, Siswi PSHT Sragen Yang Diduga Dicabuli Oknum Pelatihnya Berubah Jadi Sering Merenung dan Nangis Sendiri!

Ilustrasi korban dugaan pencabulan oknum pelatih PSHT Sragen. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus dugaan pencabulan lima siswi perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Sragen asal Gondang oleh oknum pelatih asal Desa Tegalrejo, Gondang, berinisial T (58) mendapat atensi dari Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA).

Tim Komnas PA dari Solo bahkan turun langsung untuk mengawal dan melakukan pendampingan terhadap para korban, Senin (7/12/2020).

Pasalnya dari keterangan orangtua salah satu korban, sejak mengalami kejadian itu, ada perubahan psikis pada korban yang berubah jadi sering melamun dan menangis sendiri.

Tim yang dipimpin Ketua Komnas PA Solo, Dhony Fajar Fauzi itu memberikan pendampingan kepada salah satu korban, DL (15) yang dimintai keterangan oleh penyidik PPA Satreskrim Polres Sragen.

“Kita hari ini hadir memberikan pendampingan kepada korban DL yang dimintai keterangan. Hari ini sudah di-BAP oleh penyidik. Terkait dugaan pencabulan yang dilakukan oleh oknum berinisial T (pelatih PSHT). Besok dilanjurkan dengan visum,” paparnya usai mendampingi korban dari Polres Sragen.

Dhony mengungkapkan pendampingan diberikan untuk memotivasi kepada saksi-saksi utamanya korban agar berani memberikan kesaksian. Hal itu penting untuk mengangkat moril sehingga berani bersaksi.

Menurutnya, sejauh ini ada lima korban yang disebut dalam kasus ini. Dalam proses permintaan keterangan tadi, korban dimintai keterangan dari awal sampai pengakuan kepada orangtua.

“Besok tinggal visum,” terangnya.

Lebih lanjut, Dhony menyampaikan pihaknya juga sudah memberikan masukan kepada penyidik perlunya menggunakan bukti visum psikiater.

Sebab dengan posisi kejadian yang sudah terjadi beberapa waktu dan tindakan baru sebatas pencabulan, sangat dimungkinkan hasil visum fisik pada korban bisa negatif.

“Tapi dampak trauma psikis itu tidak akan bisa dihapus. Tadi orangtua korban juga mengungkapkan ada perubahan pada psikis yakni korban jadi sering merenung dan kadang nangis sendiri. Karena rasa trauma itu bisa muncul kapan pun. Misalnya melihat warna tertentu atau orang dengan wajah mirip, trauma itu muncul. Ini yang nggak bisa dihapuskan,” tukasnya.

Mendasarkan dampak panjang secara psikis itu, Dhony menegaskan Komnas PA tetap mendorong agar kasus ini bisa berlanjut dan diproses tuntas.

Pasalnya kejahatan terhadap anak termasuk exstra ordinary crime atau kejahatan luar biasa yang dampaknya tak bisa begitu saja bisa dihapuskan.

“Rasa trauma pada anak itu tidak akan bisa dihapus meskipun ditukar apapun. Makanya kita mendorong untuk kejahatan terhadap anak tidak ada kata perdamaian. Untuk itu, kami minta jalan terus,” tukasnya.

Dhony sangat berharap agar ke depan kasus ini bisa menjadi pembelajaran bersama. Bahwa dalam kegiatan apapun harus tetap mengedepankan hak asasi manusia (HAM).

“Apalagi yang menyangkut anak di bawah umur. Harus tetap berpegangan pada UU Perlindungan Anak. Dan pada UU RI No 35 itu, yang dilindungi pada anak itu tidak hanya fisik tapi juga psikis,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version