JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Tersangka kasus dugaan suap dana bantuan sosial Covid-19, Juliari Batubara, berjanji bahwa dirinya akan segera mengundurkan diri dari jabatan menteri sosial. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menahan Juliari Batubara di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur mulai Minggu (6/12/2020) malam.
Juliari Batubara menyerahkan diri setelah beberapa anak buahnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana bansos Covid-19. Sebelum resmi ditahan, ia sempat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
Saat akan meninggalkan gedung KPK menuju rumah tahanan, Juliari mengisyaratkan akan segera mundur dari jabatannya di kabinet pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Ia mengatakan bakal segera membuat surat pengunduran diri.
“Ya, nanti saya buat surat pengunduran diri,” kata Juliari sesaat setelah keluar dari Gedung KPK menuju mobil yang akan membawanya ke rumah tahanan, pada Minggu (6/12/2020) malam.
Namun, Juliari menyebutkan dengan jelas kapan dirinya akan mundur dari jabatan menteri sosial. Sementara Presiden Joko Widodo telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sebagai pelaksana tugas menteri sosial.
Selain Juliari, KPK juga menjerat Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen di Kemensos. Dua orang lainnya sebagai pemberi suap yakni Ardian IM dan Harry Sidabuke. Keduanya dari pihak swasta.
Juliari disangkakan KPK menerima uang total Rp17 miliar, yang berasal dari fee rekanan proyek bansos.
Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, Juliari menerima Rp8,2 miliar. Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar.
Ancaman Hukuman Mati
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan bahwa KPK masih mengumpulkan barang bukti untuk menjerat Juliari Batubara dengan hukuman maksimal pidana mati.
“Terkait dengan pasal-pasal khususnya Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, tentu kami akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 (hukuman mati) itu bisa kita buktikan terkait dengan pengadaan barang dan jasa,” ujar Firli di Gedung KPK, Minggu (6/11/2020).
Menurut Firli, penyidik KPK hingga saat ini masih fokus dalam mengungkapkan tindak pidana korupsi terkait suap dan gratifikasi.
“Perlu diingat bahwa yang kami sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara, atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu,” kata Firli.