SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus perbedaan hasil swab pasien positif covid-19 dari DKK dengan swab mandiri di rumah sakit lain kembali mencuat di Sragen.
Seorang warga Desa Banaran, Kecamatan Kalijambe, berinisial FPP (24) mengungkap hasil swab dari DKK dinyatakan positif namun setelah melakukan swab mandiri ternyata hasilnya negatif.
Akibat dinyatakan positif, FPP harus mengubur impiannya menjadi KPPS dan kehilangan banyak kontrak dari job sebagai biro perjalanan wisata.
Fakta itu diungkapkan Kades Banaran, Joko Rahayu, Jumat (4/12/2020) usai mendapatkan laporan dari FPP soal hasil swab mandiri yang menunjukkan tanda negatif. Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Joko mengatakan FPP dinyatakan positif pada tanggal 25 November 2020 dari hasil swab DKK.
Saat itu, FPP dinyatakan positif bersama dua orang anggota KPPS asal Kecamatan Miri dan satu anggota KPPS yang juga berasal Desa Banaran Kalijambe.
“Sejak awal, FPP memang mengaku sudah meragukan hasil swab positif itu karena dia merasa sehat. Dia kemarin hanya ngabari kalau dinyatakan positif dari DKK. Lalu karantina mandiri di rumah. Kemudian tanggal 28 November 2020 dia di Jakarta dan melakukan swab mandiri di RS Hermina Jakarta. Hasilnya dia dinyatakan negatif. Tadi dokumen laporan hasil swabnya juga difoto dan dikirimkan saya. Memang negatif,” papar Joko.
Soal kelanjutan di KPPS, Joko mengaku hal itu diluar ranahnya. Namun ia hanya menyampaikan perbedaan hasil swab hanya dalam rentang 3 hari itu pada akhirnya sempat memicu polemik di masyarakat.
Ia juga hanya meneruskan curhatan FPP yang ingin diumumkan bahwa hasil swab mandirinya di Jakarta ternyata berbeda dengan hasil DKK. Hal itu untuk menumbuhkan kembali kepercayaan klien yang sempat terpukul atas hasil positif dari DKK.
“Kemarin saya ditelpon Mas FPP itu dan dikirimi hasil swab negatif dari Hermina Jakarta itu. Diminta menyampaikan ke media kalau dia negatif,” terang Joko.
Dilema Pemdes
Joko menegaskan fakta ini diungkap bukan untuk mematahkan hasil swab DKK. Akan tetapi diharapkan jadi perhatian mengingat hal itu telah memicu dilema bagi masyarakat dan desa.
Menurutnya, masyarakat jadi kebingungan, ketika mendapati hasil swab berbeda itu.
“Saya sendiri kalau meragukan swab sih tidak. Tapi kenyataan kok seperti ini dan kenapa hasil swabnya berbeda hanya selang 3 hari. Apakah memang imunnya kuat sehingga dengan waktu cepat bisa berubah menjadi negatif. Kalau begitu ya syukur Alhamdulillah. Tapi kalau tidak, ya ini harus menjadi perhatian soal akurasi swabnya agar tidak memicu dilema di masyarakat,” tukasnya.
Joko menjelaskan apapun yang terjadi, Pemdes memang menjadi kepanjangan corong pemerintah di desa. Ketika ada suatu persoalan, Kades dan Pemdes kerap jadi tumpuan keluhan.
Ia sendiri memandang corona atau covid-19 sebagai penyakit yang aneh. Menurutnya kalau di bilang tidak ada tapi faktanya juga banyak korban.
“Bahkan satu keluarga bapak dan ibu serta anak di dekat kami meninggal juga. Tapi ada juga yang dibilang positif kontak langsung dengan anak istri tidak apa-apa juga banyak. Terus terang ini sebuah dilema, sebagai pemangku wilayah terus terang selalu menjadi tumpuhan banyak dapat semprotan daripada apresiasi. Jadi kita sebagai penyambung lidah pemerintah ketika informasi dari pemerintah untuk mengantisipasi warga itu segera kita sampaikan. Tapi kalau ada hasil yang beda begitu, kadang menimbulkan sesuatu hal yang tidak baik terhadap masyarakat. Itu repotnya,” terang Joko.
Joko menambahkan, akibat hasil sempat positif, selain kehilangan kans jadi KPPS, FPP yang bekerja mengelola biro perjalanan, juga banyak kehilangan kontrak kerja yang dicancel atau diputus dari pengguna jasa bironya.
“Maka dari itu, dengan diberitakan bahwa dia sudah negatif, yang bersangkutan bisa mendapatkan kembali trust (kepercayaan) dari klien dan orang yang pernah kerja sama dengan dia. Kasihan Mas,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen, Hargiyanto sebelumnya menegaskan bahwa perbedaan hasil dari dua swab yang dilakukan dengan rentang beberapa hari itu memang sangat mungkin terjadi.
Sebab, masa inkubasi virus covid-19 adalah 14 hari. Sehingga ketika jarak swab pertama dan kedua cukup lama, sangat dimungkinkan sudah terjadi perubahan pada kondisi seseorang yang positif.
“Masa inkubasi virus itu 14 hari, kalau dia swab pertamanya ternyata hari ke-12 atau ke-13 lalu swab keduanya dua hari kemudian atau sudah lewat hari ke-14 mungkin kondisinya sudah membaik sehingga bisa jadi sudah negatif,” paparnya kepada wartawan.
Ia menjelaskan daya tahan virus covid adalah 14 hari. Terlebih bagi orang yang positif dengan kondisi tanpa gejala, perubahan membaik itu bisa sangat cepat.
”Jadi mungkin virus waktu hidupnya tinggal sebentar. Kalau mau cari second opinion selang beberapa hari dan hasilnya negatif ya memungkinkan. Beberapa kasus juga ada seperti ini,” urainya. Wardoyo