Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Makanan Sultan Nih, Harga Lobster Wonogiri Tembus 500 Ribu Perkilo, Begini Perjuangan Nelayan untuk Mendapatkan Lobster Mulai Mencari Usal Hingga Merayap Tebing Curam Memasang Krendet

Nelayan merakit krendet sebelum dipasang untuk menangkap lobster. JSNews. Aris Arianto

WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Lobster merupakan salah satu hasil laut yang menjadi primadona. Bukan cuma rasanya yang bikin nagih namun juga harganya yang tinggi hingga banyak yang mengkategorikannya sebagai makanan sultan.

Perairan selatan Wonogiri telah cukup lama menjadi penghasil lobster berkualitas. Saat ini harga lobster dari tangan nelayan di Pantai Paranggupito, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri semakin meningkat. Bahkan, lobster kini dihargai hingga Rp 500.000 per kilogram.

Tingginya harga lobster sebanding dengan perjuangan nelayan untuk mendapatkannya. Mereka harus mencari umpan hingga memasang perangkap melalui tebing terjal pantai.

Seorang nelayan tradisional dari Desa/Kecamatan Paranggupito, Yato mengatakan, harga lobster bervariasi sesuai jenis dan ukurannya. Untuk lobster hijau ukuran 150 gram ke atas, harganya Rp 500.000 per kilogram.

“Lobster jenis batu ukuran 200-450 gram dihargai Rp 280.000 per kilogram. Sedangkan lobster batu ukuran 500 gram ke atas dihargai Rp 330.000 per kilogram,” kata dia, Rabu (6/1/2021).

Lobster tersebut dihargai tinggi karena menurut dia cukup sulit untuk mendapatkannya. Para nelayan harus terlebih dahulu mencari umpan berupa usal atau sejenis kerang-kerangan di antara karang tepi pantai. Selanjutnya usal dan kerang-kerangan itu dipasang di alat bernama krendet yang merupakan rangkaian jaring perangkap lobster.

Untuk menangkap lobster nelayan berjuang menaiki tebing-tebing pantai. Mereka melemparkan krendet ke laut lalu membiarkannya semalaman. Krendet baru diangkat keesokan paginya.

“(Krendet) Dipasang jam lima sore, diambil lagi jam lima pagi,” beber dia.

Saat mengambil krendet, seorang nelayan bisa mendapatkan empat atau lima ekor lobster. Namun, tidak jarang mereka pulang dengan tangan hampa.

Suparyo, nelayan lainnya menambahkan, para bakul atau tengkulak datang sendiri ke kampungnya untuk membeli lobster. Lobster-lobster itu kemudian dikirim ke berbagai kota, seperti Yogyakarta dan Jakarta. Ketika dibawa, lobster harus ditaruh pada media yang kering dan dicampur serbuk kayu, agar lobster tetap bertahan hidup. Aria

Exit mobile version