SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penataan kios sentra Kuliner Veteran Brigjen Katamso di lahan bekas Gedung Panca Marga Sragen menuai sorotan.
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Sragen mengendus ada indikasi monopoli kios oleh pedagang kelas kakap dan mengabaikan pengusaha rintisan.
Hal itu disampaikan Ketua HIPMI Sragen, Giana Saputra, Rabu (27/1/2021). Ia mengatakan Pemkab harus mengkaji ulang dan merubah sistem yang akan diterapkan dalam penataan pedagang di Sentra kuliner.
Sebab menurutnya saat ini ada kesan asal tunjuk bagi pengusaha kelas kakap yang sudah mapan untuk menempati kios-kios di Sentra Kuliner Veteran.
Menurutnya, Pemkab harus lebih mengakomodir pengusaha rintisan atau startup. Meski hanya bersatus Hak Guna Bangunan (HGB), prioritas untuk pedagang rintisan dinilai bagian untuk membangun perekonomian kabupaten Sragen.
“{ita teman-teman UKM terserap disitu. Agar bisa meningkatkan omzet penjualan. Lebih lebih di situasi pandemi ini kondisi teman-teman UKM mengerikan. Kalau seperti itu (prioritas pedagang ternama) ya monopoli namanya. Harusnya akomodir teman-teman kita di bidang UKM. Selain itu jika dilelang dengan pembayaran yang bisa diangsur agar tidak memberatkan,” paparnya.
Giana mengaku miris dengan konsep penataan sentra kuliner tersebut. Ketua International Council for Small Business (ICSB) Sragen itu memandang seharusnya lokasi itu lebih memprioritaskan menyerap Pedagang Kaki Lima (PKL) yang belum memiliki tempat yang layak untuk berjualan.
Namun ia menilai justru kebanyakan pengusaha kelas atas yang sudah diakomodir.
“Lha itu mau jadi cabang ke 3 atau cabang 5 sama aja bohong. ujung ujungnya bisnis murni nantinya,” jelasnya.
Jika rencana tersebut dipertahankan dengan mengakomodir pemain lama, ia menilai hal itu justru tidak akan banyak menopang pemberdayaan perekonomian Sragen.
Terpisah, Pengurus Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sragen, Yusuf menilai penataan pedagang di kios sentra kuliner sangat subyektif dan dimonopoli.
Lantaran dari daftar pedagang yang bakal mengisi sentra kuliner tidak mewakili pedagang muda.
Dia mengungkapkan, selain merangkul para pedagang makanan unggulan, seharusnya pemkab juga mengakomodir pedagang muda. Sehingga dalam sentra kuliner itu nantinya lebih bervariatif dan mengakomodir semua kalangan.
Bahkan bila kalangan muda diberi kepercayaan, para pengusaha muda juga berani ikut lelang yang dampaknya untuk pemasukan langsung ke Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dia heran dengan konsep awal pedagang diberi kios cuma-cuma. Pun dengan mekanisme pembayaran restribusi yang akan ditarik enam bulan kemudian juga patut dipertanyakan.
”Karena semua berjualan penuh resiko, bila terbuka tentunya pedagang harus langsung berani sewa. Tapi ini aneh, mereka sudah terkenal kok takut tidak laku dengan dibebaskan enam bulan gratis,” gumamnya. Wardoyo