Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Selain UI, Epidemiolog Universitas Griffith Australia Ini Sebut Pemerintah Terburu-buru Gunakan GeNose untuk Deteksi Covid-19

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melakukan uji coba penggunaan alat deteksi Covid-19 GeNose C19 di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Minggu (24/1/2021) / tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rencana Kementerian Perhubungan untuk menggunakan GeNose untuk pendeteksian Covid-19 di Jawa dan Sumatera masih menemui beberapa kendala.

Menyusul sanggahan dari epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman juga melontarkan sanggahannya.

Dia menilai, pemerintah terlalu terburu-buru menerapkan GeNose C19 sebagai alat pedeteksi Covid-19.

Ia mengatakan, alat tersebut masih perlu dikaji mendalam untuk bisa dijadikan skrining awal.

“Jangan-jangan dalam kondisi yang seperti ini kita terburu-buru, tidak matang, tidak cermat. Sehingga bukannya meningkatkan respon kita tapi bisa kontraproduktif,” ujarnya saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (25/1/2021).

Menurutnya, alat buatan UGM itu, bukanlah hal yang baru didunia. Sejumlah negara seperti Israel dan Australia telah mencoba dan masih dalam proses pengkajian.

“Kita apresiasi iya, tapi tidak berlebih-lebihan juga. Diharapkan tidak mengabaikan prinsip proporsional. Sedikit lebih baik daripada tes suhu sebetulnya yang sama-sama sebagai deteksi awal,” ungkap Dicky.

Dalam skala besar dan di tempat umum ujar Dicky, PCR swab antigen masih menjadi tes yang tergolong lebih efektif untuk mendeteksi Covid-19.

“Sangat jauh sekali itu, salah kaprah. Ini yang berbahaya, karena selain alatnya sendiri masih dalam proses uji validasi Jangan sampai tujuannya screening malah yang terjadi nantinya malah paparan,” katanya.

Ia berharap, pemerintah lebih bijaksana dalam penggunaan GeNose ini, di samping masih dalam tahapan pengkajian lebih dalam, GeNose memiliki kelemahan dalam pendeteksian.

Lebih jauh, Dicky menyarankan agar pemerintah dapat mengerem bergerakan masyarakat di saat situasi pandemi yang tidak terkendali ini.

“Tapi juga harus hati-hati karena orang merokok, makan makanan tertentu, mungkin obat tertentu ya lolos juga. Harus hati-hati tidak bisa ya digunakan sebagaimana yang diharapkan yaitu jangan terlalu berlebihan,” ungkapnya.

 

Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, alat pendeteksi buatan UGM itu nantinya akan didistribusikan ke stasiun kereta api di beberapa wilayah dan untuk tahap pertama diuji coba di Pulau Jawa.

“Selanjutnya, nanti alat ini juga akan didistribusikan ke terminal-terminal secara bertahap agar dapat digunakan untuk mendeteksi Covid-19 penumpang bus,” ujar Budi Karya di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Minggu (24/1/2021).

Ia juga menjelaskan, apabila penggunaan alat GeNose C19 ini di stasiun kereta api bersifat mandatory. Jadi penumpang yang akan melakukan perjalanan, wajib melakukan tes Covid-19 menggunakan alat ini.

“Tujuannya tentu untuk meyakinkan bahwa penumpang kereta api, benar tidak terpapar Covid-19 sebelum melakukan perjalanan. Tetapi, penumpang masih diwajibkan membawa surat hasil tes negatif Covid-19 dari fasilitas kesehatan,” kata Budi Karya.

Sementara itu untuk di transportasi bus, Budi Karya mengungkapkan, tidak bersifat mandatory tetapi akan dilakukan random sampling kepada penumpang.

“Jadi tidak bersifat wajib sebelum naik bus melakukan tes dengan GeNose, tetapi akan dilakukan tes secara acak sebelum bus melakukan perjalanan,” ujar Budi Karya.

Exit mobile version