Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pemprov DIY Belum Punya Skema untuk Ringankan Beban 50 Pengusaha Hotel yang Terpuruk Akibat Pandemi

Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji / tribunnews

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jangankan kalangan DPR, Pemerintah Provinsi DIY pun mengaku belum memiliki skema relaksasi untuk meringankan beban pengusaha perhotelan yang terpuruk lantaran terdampak pandemi Covid-19.

Sebagaimana catatan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, hinga saat ini sudah ada 50 hotel dan restoran yang gulung tikar dan asetnya telah terjual di penghujung 2021.

Pemerintah Daerah (Pemda) DI Yogyakarta belum bisa menyediakan skema relaksasi untuk meringankan beban hotel, restoran, maupun pelaku wisata yang terdampak kebijakan Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Manusia (PSTKM).

Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji menjelaskan, walaupun belum bisa mengupayakan adanya bantuan, sebenarnya kabupaten atau kota sempat memberikan skema keringanan di awal masa pandemi.

Misalnya penundaan ataupun keringanan pembayaran retribusi pajak hotel maupun biaya operasional lain.

Kemudian juga terdapat relaksasi perkreditan yang diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kalau berkaitan bidang pajak restribusi di kabupaten kota. Setahu saya selama COVID-19 beberapa kali memberikan relaksasi retribusi pajak baik dalam bentuk keringanan maupun penundaan. Di DIY sendiri pajak kendaraan juga kita lakukan hal yang sama,” terang Aji saat ditemui di kantornya Selasa (2/2/2021).

Aji menjelaskan, pemberlakuan PSTKM merupakan keputusan pait yang harus ditempuh.

Mengingat kebijakan ini memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat.

Namun pemerintah tak memiliki pilihan karena penularan COVID-19 telah terlanjur meluas di kalangan masyarakat.

Sehingga pembatasan diperlukan untuk mengendalikan pandemi.

Untuk itu, Aji meminta kepada masyarakat agar dapat menjalankan segala aturan PSTKM secara disiplin agar penularan COVID-19 dapat segera ditekan dan kebijakan itu tak kembali diperpanjang.

“Saya mohon mari kita bersabar dulu sampai dengan PSTKM sampai berakhir 8 Februari ini sebetulnya keputusan pahit juga namun kita berharap kalau bisa melaksaknakna PSTKM dengan baik maka kemudian penularan COVID-19 bisa kita kurangi baru bisa kita lakukan aktivitas ekonomi dengan aman dan baik,” urainya.

Aji memahami bahwa sektor pariwisata sangat terdampak setelah adanya kebijakan PSTKM.

Sebab DIY juga mengandalkan kunjungan wisatawan dari wilayah Jawa maupun Bali.

Selain itu pariwisata juga menjadi tumpuan ekonomi sebagian masyarakat Yogyakarta.

“Di Yogyakarta mengandalkan pariwisata. Kalau pariwisata terdampak mulai dari biro travel, destinasi wisata, hotel, toko souvenir, dan kuliner jadi terdampak,” paparnya.

“Lalu kalau kemudian hotel kuliner dll terdampak ya akhirnya ekonomi DIY menjadi terpuruk. Jadi persoalannya adalah keputusan PSTKM sesuatu yang tidak bisa dihindari karena perkembangan COVID-19 juga sulit dikendalikan tanpa pembatasan,” sambungnya.

Aji melanjutkan, biarpun DIY tak memberlakukan PSTKM, wisatawan yang akan berkunjung pun diprediksi tak akan banyak.

Sebab di kawasan lain juga diberlakukan pembatasan sehingga warga tak bisa leluasa melakukan perjalanan.

“Walau kita tidak PSTKM pun pasti tamu juga tidak ada karena tamu kita itu dari Jawa. Saya kira kasus (dampak pariwisata) di Yogya sama dengan kasus di Bali,” paparnya.

Exit mobile version