SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Netizen kini harus lebih berhati-hati saat berkomentar di media sosial. Pasalnya, saat ini telah ada tim khusus polisi virtual yang salah satu tugasnya adalah memantau dan mengedukasi penggunaan internet, termasuk media sosial.
Tim khusus polisi virtual dari Polresta Surakarta telah menindak seorang pemilik akun media sosial Instagram yang menuliskan komentar bernada hoaks tentang Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
Seorang pemuda berinisial AM, asal Slawi, dibawa ke Mapolresta Solo untuk memberikan klarifikasinya terkait komentar yang ditulisnya di unggahan sebuah akun sepak bola.
Unggahan yang ia komentari itu terkait pernyataan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang ingin agar laga semifinal dan final Piala Menpora di Kota Solo.
Dalam unggahan pada Sabtu (13/3/2021) itu turut terpampang foto Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Stadion Manahan Solo.
Pada unggahan tersebut, AM melalui akun Instagram miliknya, @arkham_87, diketahui menuliskan komentar “Tau apa dia tentang sepak bola, taunya cuman dikasih jabatan saja”.
Komentar tersebut dinilai bermuatan hoaks dan disinformasi lantaran pada faktnya, Gibran menempati jabatan sebagai wali kota Solo melalui proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Surakarta yang sah.
“Komentar ini sangat menciderai masyarakat Solo, yang mempunyai hak pilih, KPU Kota Surakarta, Bawaslu Kota Surakarta, Polresta Surakarta, Kodim 0735/Surakarta dan semua elemen yang melaksanakan proses Pilkada Kota Surakarta, sampai di sini paham hoaks-nya?” balas akun Instagram @polrestasurakarta, menanggapi pertanyaan netizen terkait pernyataan AM yang dinilai bermasalah.
AM pun digiring ke Mapolresta Solo untuk diminta klarifikasi terkait komentarnya itu. Hasilnya, ia mengakui menuliskan komentar tersebut pada tanggal 13 Maret 2021 pukul 18.00 WIB. Terkait komentarnya, AM pun meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi.
“Dengan ini saya meminta maaf kepada bapak Gibran Rakabuming Raka dan seluruh masyarakat Kota Surakarta. Saya menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi. Apabila saya mengulanginya, sanggup diproses sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya di depan Mapolresta Surakarta.
Penanganan kasus komentar hoaks warga itu pun telah diunggah Polresta Surakarta melalui akun Instagram, @polrestasurakarta.
Dalam salah satu balasan kepada netizen di kolom komentar, Polresta Surakarta memaparkan tentang tugas polisi virtual dan proses penindakan yang dilakukan terhadap konten media sosial yang dianggap berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Polresta Surakarta telah menyiapkan tim khusus yang dinamakan virtual police untuk memberi edukasi sekaligus pengawasan terhadap pengguna media sosial agar terhindar dari pelanggaran UU ITE.”
“Tim itu bekerja sama dengan para ahli antara lain ahli bahasa, ahli hukum dan ahli ITE untuk mengkonfirmasi semua postingan pengguna media sosial.”
“Jika ada pengguna media sosial yang membuat postingan dan berpotensi melanggar UU ITE, maka virtual police akan memberi peringatan melalui direct message (DM) agar menghapus postingannya.”
“Terus kalau sudah di-DM dan pemilik akun media sosial tersebut masih tetap tidak bergeming menghapus postingan yang dimaksud, tim virtual police akan memberikan pemberitahuan lagi, sampai postingan itu dihapus. Langkah-langkah persuasif tetap akan kita kedepankan untuk ini,” jawab Polresta Surakarta.
Sebelum mengambil tindakan peringatan terhadap kasus pemud AM, tim Virtual Police Polresta Surakarta juga menegaskan telah meminta konfirmasi terkait muatan narasi komentar tersebut dengan ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli ITE.
“Terkait dengan seseorang berinisial AM, warga Slawi yang saat ini menempuh pendidikan di Yogyakarta, yang telah mengupload narasi yang bermuatan hoaks di salah satu akun Instagram berfollower besar, telah diingatkan oleh tim Virtual Police Polresta Surakarta yang sebelumnya telah mengkonfirmasi muatan narasi tsb dengan ahli bahasa, ahli pidana dan ahli ITE, agar menghapus postingannya dan selanjutnya yang bersangkutan telah meminta maaf.”
“Maka pendekatan restorative justice kita kedepankan dalam penanganannya (tidak dilakukan penegakan hukum) dan ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pengguna medsos lainnya agar bijak dalam bermedia sosial,” tukas pihak Polresta Surakarta.