JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM -Pemerintah dikinta untuk tak tinggal diam dalam menanggapi konflik kepengurusan Partai Demokrat.
Hal itu dilontarkan oleh Wakil Ketua Bidang Akademik dan Penelitian di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti.
Ia menegaskan pemerintah punya tanggung jawab untuk menjaga demokrasi tetap berjalan. “Tak tepat dikatakan bahwa ini urusan internal partai demokrat. Buat saya negara harus menjalankan tanggung jawabnya untuk menjaga demokrasi,” kata Bivitri dalam diskusi daring, Minggu ( 7/3/2021).
Bivitri mengingatkan bahwa dalam Kongres Luar Biasa atau KLB Demokrat yang terpilih menjadi ketua umum adalah Moeldoko yang merupakan Kepala Staf Kepresidenan.
Hal itu menegaskan Moeldoko adalah bagian dari negara dan secara langsung berada di bawah Presiden Jokowi.
Padahal, selama ini Demokrat tak bergabung dengan koalisi partai pemerintah. Hal ini, kata Bivitri, memungkinkan semakin kecilnya oposisi yangmemiliki peran penting dalam berdemokrasi sebagai pengkritik utama kebijakan pemerintah.
“Tak ada kekuatan penyeimbang, sehingga kekuatan berjalan tanpa kontrol. Dan ini sudah terjadi kan. Revisi UU KPK, UU Minerba, UU Cipta Kerja, pilkada di masa pandemi yang dipaksakan,” kata Bivitri.
Bivitri menegaskan pemerintah tak bisa berlindung di balik alasan bahwa konflik internal Partai Demokrat ini serupa dengan konflik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, Bivitri mengatakan konflik tak melibatkan pihak luar.
“Beda. Ini orang luar tiba-tiba masuk. Jadi secara konstitusional keliatan juga kerangka berpikirnya yang sudah di luar batas,” kata Bivitri ihwal peristiwa KLB Demokrat.