Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Diminta Angkat Kaki, Para Pemilik Kios di Sepanjang Rel Sragen Barat Ungkit Setoran Rutin Ratusan Ribu Perbulan. Hayoo, Uangnya Mengalir ke Siapa?

ilustrasi uang / pixabay

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Wacana penertiban semua bangunan liar dan kios di lahan PT KAI sepanjang perlintasan wilayah Sumberlawang- Kalijambe, Sragen mencuatkan fakta baru.

Para pedagang penghuni bangunan itu ternyata mengaku selama bertahun-tahun selalu tertib membayar setoran bulanan. Besarannya pun mencapai angka ratusan ribu perbulan.

“Memang tidak ada perjanjian sewa menyewa. Dulu pokoke dari orang PJKA bilangnya mbangun boleh tapi pokoke tiap bulan rutin bayar pajak,” papar Nur Hidayat (55) alias Gombloh, pemilik bangunan kios kelontong di tepi perlintasan wilayah Desa Mojopuro, Sumberlawang, Sragen kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (11/4/2021).

Gombloh mengungkapkan setoran yang rutin bulanan itu berkisar di atas Rp 100.000 hingga Rp 300.000 perbulan. Ia tak menjelaskan secara detail kepada siapa setoran itu diberikan.

Namun yang jelas bahwa sepengetahuan penghuni kios, bayaran bulanan itu diberikan kepada oknum yang diketahui berkaitan dengan PJKA.

“Kalau dianggap liar, kenapa juga ditariki bayaran perbulan. Lalu kenapa juga baru sekarang dianggap ilegal. Dari dulu-dulu juga nggak ada penyampaian kalau ilegal,” tuturnya.

Gombloh menuturkan tidak hanya dirinya, hampir semua penghuni kios atau bangunan di lahan dekat rel memang membayar setoran yang sama.

Setoran itulah yang selama ini menguatkan para penghuni kios karena merasa mereka sudah sah menempati.

“Nggak tahu kalau ternyata kemudian dianggap liar. Padahal sejak awal kami menganggap ya kios resmi, karena tiap bulan ditariki setoran. Karena ada yang ngganti kepemilikan juga sampai Rp 65 juta satu kios. Ada juga satu orang punya 15 kios,” tuturnya.

Atas fakta itulah pihaknya keberatan ketika kini tiba-tiba semua pemilik bangunan dan kios diminta angkat kaki.

Mereka berharap Pemkab mencarikan solusi lokasi pengganti agar tidak kehilangan pencaharian. Gombloh mengaku sudah 35 tahun menempati lahan sekitar 4 x 3 meter itu.

Selama ini, lahan di tepi rel itu ia bangun kios semi permanen untuk berjualan kios kelontong dan mainan anak-anak.

Meski mengaku memang tidak memiliki bukti kepemilikan lahan dan tidak membeli, namun ia menyebut untuk membangun kiosnya juga keluar banyak uang.

“Saya punya dua kios. Memang nggak beli, tapi dulu itu tanah bero (tanah liar) lalu kita urug dan bangun sendiri. Dulu juga ijin PJKA (PT KAI),” urainya.

Ia menceritakan saat itu, dari PJKA tidak melarang dan hanya menyampaikan boleh membangun tapi tiap bukan harus bayar pajak.

Menurutnya sebagian kios di sekitarnya, ada yang menyewa atau ngontrak dari pemilik awal. Nilai sewanya ada yang belasan hingga puluhan juga. Karenanya ia meminta jika memang ditertibkan dan diminta pindah, maka harus ada kompensasi.

“Kami nggak akan mau mbongkar kalau belum dapat pengganti. Karena kios ini lahan penghidupan kami, kalau disuruh bongkar segera, lha kami mau makan apa. Kalau dianggap ilegal kenapa dari dulu dibiarkan. Makanya kami tetap minta harus ada kompensasi. Seberapapun untuk mengganti kerugian kami kalau diminta membongkar,” urainya.

Sementara, Muhammad Rokhim (40) pemilik kios cucian motor di tepi rel Sidodadi, Banaran, Kalijambe, mengatakan secara prinsip tidak masalah jika memang akan ditertibkan.

Namun ia juga meminta agar PT KAI, Pemkab atau Pemprov juga memikirkan nasib para pedagang atau pemilik kios. Sebab sebagian besar sudah keluar uang untuk mendirikan bangunan, menyewa dari penghuni awal.

“Saya cuma ngontrak 2 tahun sekitar Rp 7 bulan. Yang punya namanya Kholifah. Ini sisa kontrak masih sekitar dua bulan. Kalau saya manut saja tapi juga harus dipikirkan bagaimana nasib kami,” paparnya.

Sementara, Sekda Sragen Tatag Prabawanto ditemui wartawan belum lama ini menyampaikan tidak tahu menahu soal setoran itu. Menurutnya hal itu di luar urusan Pemkab.

Sebaliknya, sesuai dengan pernyataan PT KAI bahwa keberadaan bangunan di sepanjang perlintasan itu memang tidak berizin sehingga harus ditertibkan. Penertiban dikarenakan akan dilakukan pengembangan perlintasan menjadi double track dan pelaebaran jalan Solo-Purwodadi.

“Kalau soal itu (setoran bulanan) kami nggak tahu dan bukan ranah kami. Karena itu lahan PT KAI. Yang jelas sesuai hasil koordinasi PT KAI dan Pemprov, bangunan harus bersih sebelum akhir 2021 ini,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version