Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Kalangan Sastrawan Tanah Air Berduka, Penyair Umbu Landu Paranggi Wafat, Sastrawan yang Tak Mau Dikenal dan Terkenal

Umbu Landu Paranggi (kiri) dan Emha Ainun Nadjib / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kalangan sastrawan Indonesia berduka. Seorang penyair legendaris yang tak pernah mau dikenal, Umbu Landu Paranggi dikabarkan meninggal.

Berita duka ini dikabarkan oleh akun Instagram Kenduri Cinta, majelis belajar yang didirikan oleh kiai mbeling dan budayawan, Emha Ainun Nadjib.

“Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun…. Duka kami, mengantarmu ke huma yang sejati Bapak Umbu Landu Paranggi. Pada hari Selasa, tanggal 6 April 2021 pukul 03.55 WITA di RS Bali Mandara. #MaiyahBerduka,” tulis akun tersebut.

Kabar tersebut dengan cepat beredar di komunitas-komunitas sastra terutama di jaringan pengajian Maiyah yang didirikan Cak Nun. Akun @outletmaiyah menuliskan kenangang mengenai Umbu Landu Paranggi.

“Sang Guru, Umbu Landu Paranggi. Selamat jalan manusia rohani. Suwargi langgeng…Mbah Umbu Landu Paranggi. Umbu Landu Paranggi lahir: 10 Agustus 1943 wafat: 6 April 2021,” tulisnya.

Akun @outletmaiyah juga mengunggah video bagaimana Emha Ainun Nadjib menjelaskan bagaimana bersahajanya Umbu Landu Paranggi. “Dia tidak kepincut dengan dunia. Dia raja besar, dia tinggalkan kerajaannya tetap jalan tapi dia tidak mau jadi raja, dia jadi gelandangan di Jogja dan di Bali,” kata Cak Nun memulai ceritanya tentang Umbu Landu Paranggi.

Umbu Landu Paranggi, seorang penyair besar hidup bersahaja. Ia tidak pernah bersepeda dan ke manapun memilih berjalan kaki.

“Dia kaya tidak mau kaya, dia raja tidak mau jadi raja,” kata Cak Nun menambahkan.

Suami Novia Kolopaking ini menambahkan, puisi-puisi Umbu Landu Paranggi diakui semua seniman penikmat sastra Indonesia. Tapi Umbu enggan terkenal.

“Kalau sastra itu puncak prestasinya adalah puisi dan karya sastra Anda dimuat di Majalah Horison atau Majalah Sastra. Jadi kalau kamu penyair, kalau sudah dimuat di Horison itu seperti naik haji, sudah merasa di puncak prestasinya. Kalau puisi Umbu itu seluruhnya akan dimuat di Majalah Horison. Jadi Horison khusus puisi-puisinya Umbu. Ampuh kan? Itu cita-cita penyair kan? Bisa dimuat, full lagi,” kata Cak Nun menjelaskan.

Namun, alih-alih bisa ditemukan di Majalah Horison atau Majalah Sastra, redaktur yang datang ke Yogyakarta untuk meminta puisi-puisi Umbu, akan tersenyum kecut. Meski Umbu tak bisa menolak dan memberikan seluruh puisinya kepada redaktur Horison.

Tapi, ia mengikuti redaktur itu ke Jakarta. Diam-diam, ia mendatangi lokasi percetakan dan mencuri puisi-puisinya yang akan dimuat itu. “Sehingga orang Horison bingung di mana puisi-puisinya. Jadi dia tidak mau puisinya dimuat. Anda cari ke manapun puisianya enggak ada, wong dia enggak mau dimuat,” kata Cak Nun.

Pada tahun  1970-an, Umbu Landu Paranggi membentuk Persada Studi Klub, yang merupakan komunitas penyair, sastrawan, seniman di Malioboro, Yogyakarta.

Ia pun dikenal sebagai Presiden Malioboro. Persada Studi Klub ini menjadi tempat belajar sastrawan-sastrawan Indonesia.

Exit mobile version