Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Mirisnya Nasib Jarno TKI Alias PMI Asal Mojoreno Kecamatan Sidoharjo Wonogiri, 2 Tahun Hidup di Gubuk dengan Mengandalkan Makan dari Pemberian Teman Sempat Akan Dibuang dan Dilaporkan Polisi

Jarno di rumah sepupunya di Dusun Cungkrung Desa Mojoreno Kecamatan Sidoharjo Wonogiri. Joglosemarnews.com/Aris Arianto

 

WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Perjalanan hidup seorang Jarno (45), terbilang miris. Bagaimana tidak, hampir dua tahunan hidup terlunta-lunta di Malaysia.

Saat di Negeri Jiran itu pria kelahiran
Dusun Cungkrung, Desa Mojoreno Kecamatan Sidoharjo, Wonogiri ini hanya mengandalkan makan dari belas kasihan temannya. Pasalnya dia dalam kondisi buta.

Dia juga tidak mendapatkan gaji lagi dari tempatnya bekerja. Bahkan dia diancam akan dibuang atau dilaporkan ke polisi di Malaysia.

Beruntung nasib baik masih mengikutinya. Jarno bisa kembali ke tanah kelahirannya di Kota Sukses.

Kepada sejumlah wartawan, Jarno menceritakan kisah hidupnya itu di rumah sepupunya Paino di Dusun Cungkrung RT 1 RW 2 Desa Mojoreno Kecamatan Sidoharjo, Wonogiri, Selasa (13/4/2021).

Sebagai TKI atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) saat itu dia bekerja di perkebunan sawit daerah Kuantan, Malaysia. Pekerjaannya adalah menjaga perkebunan membersihkan kawasan sekitar pohon agar sawit cepat berbuah.

Setiap bekerja, Jarno mengaku selalu menggunakan alat pelindung diri lengkap. Seperti ketika membasmi rumput dengan cairan racun, dia mengenakan masker, sarung tangan, dan kaca mata.

Naasnya saat kejadian dia lupa memakai kaca mata. Waktu itu dia membasmi rumput dengan cairan racun menggunakan alat semprot.

“Kebetulan, waktu itu anginnya kencang. Kawannya saya sempat teriak, memperingatkan untuk selalu memakai kacamata. Entah kenapa saya lupa dan tiba-tiba dari arah depan datang angin bercampur racun dari alat semprot yang mengenai mata saya,” ungkap dia.

Usai terkena racun rumput itu kedua matanya mengalami sakit dan pandangan kabur. Sehingga tidak dapat berkerja. Sejak itu pemilik perkebunan tak lagi memperkerjakan dirinya.

Sekitar dua tahun, dia pasrah dengan kondisi yang dialaminya. Selama itu pula dirinya tidak menerima bayaran.

“Waktu itu awalnya digaji Rp 3 juta,” papar dia.

Nyaris saja Jarno dibuang oleh bos tempat dia bekerja. Beruntung, ada salah satu teman kerja yang mau menampungnya.

“Kalau ngga ada yang ngambil mau dibuang di jalan atau dibawa ke kantor polisi,” sebut Jarno.

Sejak saat itu dia menumpang di rumah kawannya. Di tempat itu, dia hidup tergantung dari kawan-kawan dan tetangganya.

Dia menjelaskan, pergi dari Dusun Cungkrung Desa Mojoreno sejak usia 20 tahun atau sekitar tahun 2000-an. Saat di Medan, hidup di rumah pamannya. Kemudian menikah dan memiliki empat orang anak.

Sekitar tahun 2015, Jarno nekat mengadu nasib ke Negeri Jiran Malaysia. Alasannya, karena keluarganya banyak hutang.

Selama bekerja di sana, kata Jarno, hutang-hutang keluarganya dapat dilunasi. Namun sayang, Jarno diceraikan oleh istrinya.

“Tidak melalui pengerah tenaga kerja resmi. Saya ke Malaysia menggunakan visa pelancong. Tapi, karena jarak dengan lokasi saya berkerja itu jauh, bisa sehari, ya terpaksa ndak bisa memperbarui visa,” ujar Jarno.

Dia mengaku sempat putus asa. Bahkan, dompet dan semua kartu identitasnya hilang. Untung saja, saat itu ditolong oleh kawan-kawannya. Mereka mencari cara bagaimana agar Jarno dapat pulang ke tanah air. Salah satunya adalah memposting kondisinya melalui media sosial.

Tak lama kabar itu diposting, ada salah satu relawan di sana yang menyambanginya. Kebetulan, Jarno masih menyimpan identitas diri (KTP) Wonogiri.

“Alhamdulilah, saya sangat berterimakasih sekali atas kepedulian dan upaya Pemkab Wonogiri sehingga saya bisa pulang kampung,” terang dia.

Jarno mengaku sudah kapok dan tak ingin kembali mencari nafkah di negeri tetangga. Saat ini ingin fokus ke penyembuhan mata dulu.

“Samar-samar mata masih kadang bisa melihat bayangan. Hanya mata yang bermasalah, bagian tubuh lainnya sehat, tidak pusing juga,” jelas dia. Aris

Exit mobile version