Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Penolakan Demokrat Kubu KLB Moeldoko Ternyata Sudah Diramal dari Ponpes Ajisaka Sragen Semalam Sebelum Pengumuman. Nggak Nyangka Punya Kedekatan Sejarah dengan Terpilihnya SBY Jadi Presiden 2004, Begini Kisahnya!

Mualim Sugiyono (kiri) didampingi kader Demokrat, Suyadi Kurniawan. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keputusan Kemenkumham menolak permohonan dari Partai Demokrat hasil kongres luar biasa (KLB) kubu Moeldoko disambut gegap gempita oleh segenap jajaran pendukung Demokrat Kubu AHY.

Tak hanya di skala pusat, di Sragen aroma syukur itu juga menyeruak bersamaan dengan keputusan pemerintah menolak Demokrat kubu KLB Moeldoko.

Sebagai wujud syukur, bahkan DPC Demokrat Sragen menggelar sujud syukur dan doa bersama ratusan santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Anna’im Aji Saka, Desa Majenang, Kecamatan Sukodono, Rabu (31/3/2021).

Gelaran doa bersama di Ponpes Anna’im Ajisaka itu memang bukan tanpa alasan. Pasalnya, Ponpes asuhan KH Suram Mustofa itu ternyata memiliki benang merah yang erat dan nilai historis kental dengan sosok petinggi Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Berdasarkan catatan JOGLOSEMARNEWS.COM , Ponpes yang berlokasi di Desa Majenang, Sukodono, Sragen itu pernah dikunjungi SBY saat tahun 2004 kala pencalonan keduanya di Pilpres.

Saat itu, SBY yang kala itu maju berpasangan dengan Cawapres Boediono, menyambangi Ponpes Ajisaka untuk menggelar doa bersama untuk pencalonannya di Pilpres.

Dan hasilnya Pilpres pun akhirnya mengantarkan kemenangan pada SBY untuk kedua kalinya menjadi Presiden.

“Iya, di Pondok Ajisaka ini, pada tahun 2004, Pak SBY sebagai Capres berani menyelenggarakan doa bersama untuk pencalonannya saat itu. Makanya bagi Demokrat, Ponpes ini menjadi simbol religiusnya partai Demokrat Sragen,” papar Ketua Yayasan Ponpes Ajisaka sekaligus Wakil Ketua DPC Demokrat Sragen, Mualim Sugiyono, kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (3/4/2021).

Anggota DPRD Sragen asal Tanggan, Gesi itu mengenang saat itu doa bersama digelar karena untuk menjaga Presiden agar tetap nasionalis religius.

Menurutnya, saat itu, SBY menjadi magnet dan merepresentasikan sosok yang nasionalis religius. Karenanya semangat para santri pun juga tergerak menggelar doa bersama demi kemenangan SBY kala itu.

“Dan loyalitas para santri itu tetap terjaga dan berlangsung sampaii sekarang. Bahkan Pak Kyai yang semalam sebelum pengumuman Kemenkumham menjadi Ketua Majeis Dzikir di doa bersama, sempat bilang kayaknya besok (KLB) tetap ditolak. Dan akhirnya memang ditolak dan Demokrat yang sah ya tetap yang dipimpin AHY dan SBY,” tuturnya.

Mualim menambahkan doa bersama malam sebelum pengumuman Kemenkumham itu dipimpin Kyai Sura, Kyai Soleh dan kyai-kyai lain yang hadir di Ponpes Ajisaka.

“Entah sudah ada feeling atau gimana, Mbah Kyai saking senengnya pada Demokrat mereka langsung berinisiatif mengajak santri berdoa bersama,” imbuhnya.

KH Suram Mustofa mengatakan sebagai sesepuh di Ponpes Ajisaka, dirinya memang dekat dengan Demokrat. Pihaknya juga sempat prihatin dengan polemik perebutan legalitas di Demokrat pusat.

Namun ia sejak awal sangat yakin terhadap legalitas Demokrat dibawah pimpinan AHY.

“Dari mulai berdiri pondok di Jawa Tengah, pondok yang berani mendukung SBY ya sini. Dulu pernah istigasah tingkat nasional di sini. Saya dulu sebagai Satgas dan dulu nggak ada yang berani ngawal SBY. Alhamdulillah saya merasa bangga calon saya jadi, sehingga kemarin partai ini mau digoyah saya juga prihatin,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version