Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Melihat UU KPK Hasil Revisi Tak Sempurna, Hakim MK Wahiduddin Adams Berani Dissenting Opinion

Wahiduddin Adams / tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Keputusan telah diambil. Mayoritas hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan atas Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi, pada Selasa (4/5/2021).

Hanya satu hakim yang menyatakan beda pendapat, dan berpendapat semestinya gugatan tersebut dikabulkan. Dialah Wahiduddin Adams.

Dalam persidangan, Wahid, sapaan akrabnya, sempat menyinggung sikap presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak kunjung meneken UU KPK hasil revisi.

Padahal pembentuk UU, yakni DPR dan Presiden sebelumnya telah sepakat melakukan revisi.

Jokowi tak meneken UU KPK tersebut dan membiarkannya otomatis menjadi undang-undang, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 ayat (5) UU 1945 yang menyatakan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama otomatis sah menjadi undang-undang jika dalam kurun waktu 30 hari tidak disahkan Presiden.

“Tidak adanya jawaban yang pasti dan meyakinkan mengenai alasan Presiden Joko Widodo yang tidak menandatangani UU a quo, sehingga pengesahan UU a quo didasarkan pada ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945,” kata Wahiduddin dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/5/2021).

Ia menyinggung sikap Jokowi atas UU KPK dengan sikapnya untuk peraturan lain.

Pasalnya, saat Jokowi tak kunjung meneken UU KPK hasil revisi, tapi di sisi lain ia menetapkan secara segera sejumlah peraturan pelaksana UU 19 Tahun 2019 tersebut.

Padahal, jika tak meneken UU KPK hasil revisi, maka umumnya presiden juga memerlukan waktu yang tidak segera untuk menetapkan peraturan pelaksana atas UU tersebut.

“Hal ini sangat jauh berbeda dengan praktik dan konteks beberapa UU sebelumnya yang pengesahannya juga tidak dalam bentuk tanda tangan Presiden. Di mana pada umumnya Presiden masih memerlukan waktu yang tidak secara segera menetapkan berbagai peraturan pelaksanaan dari suatu UU yang tidak ditandatanganinya,” jelas dia.

Diketahui, presiden maupun kuasanya tak mampu memberikan penjelasan atas pertanyaan tersebut, bahkan sampai putusan akhir dibacakan.

Sehingga, Wahiduddin meyakini UU KPK hasil revisi memang tidak sempurna, memiliki kekurangan, dan menimbulkan kecurigaan sebagaimana pernyataan ahli presiden yang diajukan dalam sidang gugatan ini, Maruarar Siahaan.

“Terhadap fakta ini telah beberapa kali kami minta penjelasan resmi dari kuasa presiden, namun hingga akhir persidangan, hal ini sama sekali tidak diberikan penjelasan,” ujarnya.

Exit mobile version