JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Banyak Petani Rame-Rame Tanam Porang, Harga Porang Iris dan Bibit Katak Makin Mahal. Waduh, Peneliti Sebut Bisa Terjadi Kelangkaan!

Sugiyanto, petani Porang di Desa Ngargosari, Sumberlawang, Sragen. Foto/Wardoyo
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Peneliti Ahli Utama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Balitbangtan, Ika Roostika Tambunan mengungkapkan banyak petani yang banting setir dan beralih membudidayakan porang dikhawatirkan berdampak pada kelangkaan benih porang.

Pasalnya saat ini banyak petani semakin tertarik melakukan budidaya tanaman porang. Alasannya, harga porang iris kering yang terus melonjak dari tahun ke tahun.

Kondisi ini bisa berdampak kelangkaan dan mahalnya harga benih atau bibit porang.

“Selama ini, petani mendapatkan benih porang dari umbi, katak/bulbil atau biji pada bunga porang,” kata Ika Roostika seperti dikutip Tempo dari laman Litbang Pertanian, Senin 24 Mei 2021.

Ika menguraikan petani menggunakan benih alami dari umbi dan katak/bulbil yang harganya bisa mencapai Rp 150.000-400.000 per kilogram.

Adapun kebutuhan benih porang untuk satu hektare lahan sekitar 200 kg sehingga petani harus mengeluarkan biaya antara Rp 30 juta – Rp 80 juta.

Salah satu cara untuk mengatasi kelangkaan benih porang dan meningkatkan kualitas dan menjamin ketersediaan bibit porang adalah dengan menerapkan teknik kultur jaringan.

Kultur jaringan merupakan teknik mengisolasi bagian tanaman berupa protoplas/sel telanjang, sel, jaringan, atau organ, secara aseptis dan ditumbuhkan secara in vitro (dalam botol) hingga membentuk planlet (tanaman utuh).

Sejak November 2019-Desember 2020, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) berkolaborasi dengan Direktorat Perbenihan untuk melakukan Uji Produksi Benih Porang melalui Kultur Jaringan.

“Perbanyakan melalui kultur bisa dilakukan secara masal dalam waktu cepat, tidak tergantung pada musim,” kata Ika.

Keuntungan lainnya adalah, bisa menghasilkan bibit sesuai dengan induknya, seragam, bebas hama dan penyakit, serta mudah untuk didistribusikan khususnya dalam bentuk planle).

“Pertumbuhan juga menjadi lebih cepat,” jelas Ika pada acara Jaringan Saudagar Muhammadiyah tersebut.

Penerapan kultur jaringan dimulai dari pemilihan tanaman induk, sterilisasi eksplan atau bahan tanaman, penanaman in vitro/di laboratorium, subkultur atau multiplikasi tunas, induksi perakaran hingga menjadi planlet, aklimatisasi di rumah kasa/kaca, dan transplanting atau pemindahan ke lahan.

Baca Juga :  Geger, Petani di Desa Baleharjo Sragen Tewas Kesetrum Listrik di Area Persawahan Dengan Kondisi Mengenaskan

Tanaman hasil kultur jaringan memerlukan adaptasi pada lingkungan sebelum dipindahkan ke lapang.

Proses aklimatisasi untuk adaptasi bisa menggunakan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos kemudian disungkup dengan plastik selama 1 bulan.

Tanaman porang atau Amorphophallus muelleri merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang bernilai ekonomi tinggi. Biasanya, porang diekspor dalam bentuk chips atau tepung.

Dalam industri pangan, porang bisa diolah menjadi tepung, shirataki, konyaku, dan gelling agent.

Dalam industri industri obat-obatan porang berkhasiat untuk menurunkan kolesterol dan gula darah, mencegah kanker, serta menurunkan obesitas dan mengatasi sembelit.

Sementara, dalam industri lainnya, porang menjadi bahan baku lem, pelapis anti air, cat, negative film, pita seluloid, dan

Salah seorang petani porang, Abey Ridwan mengatakan semakin banyaknya petani yang banting setir menanam porang justru positif bagi ketersediaan katak/bulbil pada 5 tahun mendatang.

Benih porang, kata dia, akan semakin melimpah karena semakin banyak yang menanam.

Abey berharap walaupun di pasar dunia kebutuhan porang tinggi, namun sebelum diekspor porang harus masuk pabrik di Indonesia.

“Yang akan memproses porang agar siap ekspor,” ujarnya.

Tren budidaya Porang juga merambah petani di pinggiran Sragen Barat tepatnya di Desa Ngargosari, Kecamatan Sumberlawang.

Ternyata pesona Porang juga membuat seorang petani setempat ikut tergiur.
Namanya Sugiyanto (60). Petani asal Dukuh Bulakmanyar, Ngargosari itu memiliki 2.500 M2 lahan yang ditanami tanaman Porang.

Sudah lewat semusim ia membudidayakan Porang di peruntungan perdananya. Ada sekitar 1.150 pohon Porang yang ditanam di lahannya.

Saat ini tanaman porangnya tinggal menunggu beberapa bulan untuk panen besar.

“Awalnya lahan saya ini saya tanami jagung karena memang tegalan. Lalu dari lihat HP, kok tertarik dengan porang. Kelihatannya menjanjikan. Akhirnya pingin ujicoba tanam Porang ini. Ini yang pertama kalinya saya tanami porang,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (16/5/2021).

Sugiyanto menuturkan dia membeli bibit Porang sebanyak 1.150 umbi dengan harga Rp 40.000 perkilo. Bibit dibeli dari wilayah Dlingo, Purwodadi.

Baca Juga :  Tanpa Restu Bapak, Untung Wina Sukowati Calon Bupati Sragen 2024 Nekat Maju Lewat Partai Demokrat: Ini Tekat Saya Sendiri

Menurutnya saat ini tanaman porangnya sudah berumur setahun lebih. Untuk perawatan memang tak banyak menelan biaya. Karena tanaman porang cukup dipupuk memakai pupuk kandang dan tak butuh banyak air.

“Tapi juga gampang-gampang susah. Karena ada tantangan penyakit jamur batang yang membuat batang bisa busuk,” kata dia.

Pantauan di lahannya, sebagian besar tanaman Porang milik Sugiyanto memang pohonnya sudah roboh ke tanah. Namun ia tak khawatir karena itu pertanda memang sudah tua.

Karena tanaman Porang yang dipanen adalah umbinya yang tertanam di bawah tanah. Selain itu, hasil lain yang bisa dijual adalah katak atau umbi kecil yang muncul di pelepah daun pertama.

Sejauh ini, ia mengaku sudah bisa panen kecil untuk katak sebanyak 2 kilogram. Harga katak lumayan mahal karena bisa laku Rp 500.000 perkilo.

Sedangkan untuk panen besar umbi, nanti diperkirakan akan bisa dipanen bulan Juli mendatang.

“Kalau bibitnya besar, 7 bulan bisa panen umbi. Tapi kalau bibitnya kecil bisa dia tahun baru panen. Kemarin saya jual kayak 2 kilo itu sudah didatangi bakul sendiri ke sini. Nggak perlu susah-susah jual,” terangnya.

Ia juga tak terlalu khawatir menjual hasil umbi saat panen besar nanti. Karena pembeli Porang sudah banyak.

Sugiyanto menambahkan untuk harga umbi Porang, saat ini berkisar antara Rp 8.500 sampai Rp 9.000 perkilo.

Kini ia berharap panenan besar nanti bisa sukses dan menghasilkan umbi yang banyak sehingga hasil yang didapat pun juga besar.

Dengan 1.100 pohon dan estimasi menghasilkan 3 kilogram umbi per pohon, maka diperkirakan hasil panenan sekitar 3 ton lebih.

Dengan harga umbi perkilo Rp 9000 maka diharapkan bisa mendatangkan hasil Rp 27 juta.

“Satu pohon bisa menghasilkan 3 kilogram umbi. Saya tertarik tanam Porang karena ingin memperbaiki pendapatan. Daripada jagung terus. Nanti kalau sudah sukses, saya akan kembangkan ke lahan yang lebih luas. Saya juga ingin mengajak warga dan petani lain untuk bisa ikut nanam Porang biar bisa lebih maju,” tandasnya. (Wardoyo/Tempo)

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com