Beranda Daerah Sragen Jelang PPDB, Para Kepala Sekolah SMK Swasta di Sragen Malah Dilanda Keresahan....

Jelang PPDB, Para Kepala Sekolah SMK Swasta di Sragen Malah Dilanda Keresahan. Pemicunya SK Dinas Pendidikan Provinsi yang Dianggap Diskriminatif dan Rugikan Sekolah Swasta!

Ratusan calon siswa baru saat berjubel antri mendaftar di hari pertama pembukaan PPDB di SMKN 1 Plupuh, Senin (17/6/2019). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kalangan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di Kabupaten Sragen resah dan galau menjelang penerimaan peserta Didik baru (PPDB) tahun ajaran baru 2021/2022.

Mereka resah menyusul kebijakan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jateng terkait kuota bagi calon siswa baru di SMK Negeri yang memberi sinyal penambahan kuota bagi SMK berstatus negeri.

Selain dianggap tidak fair, kebijakan itu dikhawatirkan makin menggerus bahkan mematikan peluang sekolah swasta untuk bisa mendapatkan siswa baru pada PPDB nanti.

Keresahan Kepala SMK swasta itu terlontar menyusul terbitnya Surat Ketetapan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah No 421/05770 tahun 2021 terkait kuota daya tampung siswa baru untuk SMA dan SMK Negeri di Kabupaten Sragen.

Berdasarkan SK tersebut, daya tampung SMA dan SMK Negeri keseluruhan di Kabupaten Sragen sejumlah 8.244 kursi.

Padahal jumlah lulusan SMP tahun ini di Sragen hanya sebanyak 11.252 anak. Sehingga hanya tersisa 3.008 yang harus diperebutkan sekitar 50an SMA dan SMK swasta di Kabupaten Sragen.

“Memang ada kegalauan di kalangan SMK dan SMA swasta. Karena terbitkan SK kuota itu berpotensi mengurangi kuota siswa ke sekolah swasta,” papar Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) SMK Swasta Kabupaten Sragen, Wardoyo kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (20/5/2021).

Wardoyo yang juga Kepala SMK Sukowati Gemolong itu menguraikan munculnya SK kuota dari Disdik Provinsi itu dinilai sangat merugikan sekolah berstatus swasta. Para kepala sekolah menganggap pemerintah melalui dinas pendidikan kurang adil dan fair.

Baca Juga :  Kampanye Terbuka Paslon Sigit-Suroto di Nglorog Sragen Dihadiri Bahlil hingga Wihaji, Kader Terbaik PDI Perjuangan Sragen Mbak Yuni Sebut Bentuk Kepanikan Kubu 02

Munculnya SK itu dinilai menganakemaskan sekolah negeri dan memberi peluang meraup siswa baru sebanyak-banyaknya.

Terlebih, berdasarkan pengalaman tahun lalu biasanya sekolah negeri seperti dipaksa harus menerima sesuai kuota yang ditentukan.

“Faktanya apabila sekolah negeri belum mencapai kuota biasanya dinas membuka lagi gelombang pendaftaran sampai kuota terpenuhi,” urainya.

Atas kondisi tersebut, para kepala sekolah swasta melalui FKKS melayangkan keberatan kepada Dinas Pendidikan dan juga ke Sekolah Negeri.

Mereka berharap agar pemerintah juga memikirkan keberadaan sekolah swasta. Sebab kelangsungan sekolah swasta sangat tergantung dari peserta didik.

“Kalau jumlah siswa kurang dari standar jumlah rombel maka akan mempengaruhi operasional sekolahan yang menjadi sangat mahal,” urainya.

Lebih lanjut, Wardoyo menyampaikan para kepala sekolah swasta berharap agar dinas pendidikan mempertimbangkan kembali jumlah siswa di setiap kelas sekolah negeri.

Jumlah kuota yang ditentukan sebanyak 36 siswa diminta direvisi menjadi 32 siswa. Jika dipaksakan tetap 36 siswa per rombel, maka anak lulusan SMP habis tersedot ke sekolah negeri.

Selain mematikan sekolah swasta, kuota 36 siswa itu sebenarnya dipandang juga terlalu banyak dan tidak efektif untuk pembelajaran.

Baca Juga :  Satuan Narkoba Polres Sragen Tangkap Pelaku Pengedar Narkoba Jenis Sabu dan Obat Berbahaya Lainnya

“Pasti prakteknya nggak akan bisa maksimal dan anak banyak kurang terlayani oleh guru praktek,” imbuh M. Nur, Kepala Sekolah SMK Al Hikmah Tanon Sragen.

Sementara, Kepala SMK Pelita Bangsa Sumberlawang, Andi Kusnanto menambahkan kebijakan Disdik Provinsi soal kuota sekolah negeri itu sama halnya dengan bentuk diskriminasi pendidikan.

Hal itu juga mencederai asas keadilan dalam pendidikan seperti amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Ikut Serta Mencerdaskan Kehidupan Bangsa… .

“Peran sekolah-sekolah swasta sangat identik dengan keikhlasan dari para pendirinya. Sehingga dipandang perlu peran tersebut bisa dilestarikan dan salah satunya adalah berkeadilan dalam penentuan rombongan belajar,” tandasnya. Wardoyo