Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pertama Kali, Nur Kholid Syaifullah Sedih dan Khawatir Pimpin MTA, Namun Demi Menjaga Amanah…

Pimpinan Pusat Majlis Tafsir Alquran (MTA), Nur Kholid Syaifullah / Foto: Suhamdani

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Setiap kali kita melintas di Jalan Ronggo Warsito di hari Minggu, atau hari-hari tertentu, tepatnya di depan Pura Mangkunegaran, kondisi jalanan terlihat macet lantaran mobil-mobil pribadi dan bus-bus berbagai ukuran parkir di sepanjang tepi jalan di seputar kawasan tersebut.

Sementara itu, ratusan  masyarakat dari berbagai penjuru daerah berjalan menyemut dari mobil-mobil yang terparkir menuju ke gedung yang letaknya tepat di seberang Pura Mangkunegaran.

Seperti itulah gambaran kondisi meriahnya dakwah dan pengajian yang berlangsung di gedung Majlis Tafsir Alquran (MTA), yang ketika itu dipimpin oleh mendiang Ahmad Sukina.

Oleh kharismanya yang luar biasa, orang-orang dari jauh, dari hampir seluruh penjuru daerah rela datang berombongan hanya untuk mendengarkan tausiyah dan berjumpa dengan ustaz yang mereka hormati.

Setidaknya, itu terjadi sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia dan tanah air. Ketika virus mematikan tersebut terjadi pada awal Maret 2020, atau tepatnya setahun silam, kondisi jauh berubah.

Tausiyah atau dakwah yang biasanya dihadiri ribuan orang dari berbagai penjuru daerah itu berhenti, seiring dengan aturan dari pemerintah yang melarang terjadinya kerumunan.

Namun tentu saja, dakwah dan tausiyah dari sosok Ahmad Sukina tidak berhenti begitu saja. Namun tetap mengalir sampai ke telinga dan hati setiap jamaahnya. Seperti diketahui, sejak lama MTA telah akrab dengan dunia teknologi digital, baik melalui radio, televisi maupun media online lainnya.

Semenjak pandemi melanda, demi mengemban kewajiban mulia dan menjaga silaturahmi dengan jamaahnya, maka dakwah dan tausiyah dilakukan secara online.

Kira-kira sepuluh bulan pandemi berlangsung, kabar duka itu tiba-tiba datang. Pada hari Kamis,  25 Februari 2021, Pimpinan MTA, ustaz kharismatik yang menjadi magnet dan pencerah iman bagi seluruh jamaah MTA, Ahmad Sukina wafat.

Akan tetapi uniknya, pergantian estafet kepemimpinan di MTA tersebut berlangsung dengan sangat cepat. Karena, pada hari pemakaman almarhum, tepatnya sampai pada tengah malam, telah terpilih sosok pengganti Ahmad Sukina.

Melalui sebuah musyawarah dan mufakat yang berlangsung serius, khidmat dan singkat, seluruh unsur pimpinan MTA dan sejumlah perwakilan pengurus wilayah, telah memilih putra dari almarhum Ahmad Sukina, yakni Nur Kholid Syaifullah untuk mengemban amanah, meneruskan syiar agama Islam kepada para jamaahnya.

 

Sedih dan Khawatir

Nur Kholid Syaifuulah merupakan anak keempat dari mendiang Ahmad Sukina. Saat dirinya dipilih, alumnus Universitas Al Azhar Mesir tersebut sedang menjabat sebagai Pimpinan Pondok Pesantren MTA.

Ketika Joglosemarnews melakukan perbincangan dengan Nur Khalid Syaifullah, sikap rendah hati yang tampak muncul ke permukaan.

Ia bahkan buru-buru meluruskan ketika di awal perbincangan mendapat ucapan selamat dari Joglosemarnews. Dipilih menjadi pimpinan MTA menurut dia tidak seharusnya diberi ucapan selamat, karena menjadi pimpinan MTA bukanlah sebuah jabatan.

“Tapi amanah ini adalah tugas yang sangat besar dan berat, yang pasti akan kami bawa sampai menghadap allah. Tidak perlu diucapkan selamat,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan pemilihan pada lembaga pemerintahan atau legislatif, saat terpilih menjadi pimpinan MTA, Ustaz Nur mengaku justru merasa sedih dan khawatir. Khawatir tidak mampu menjaga amanah yang telah ditinggalkan oleh ayahanda almarhum Ahmad Sukina.

Ustaz Nur sempat mengaku sedih lantaran hawatir dakwah yang telah begitu luas di masyarakat itu, di bawah kepemimpinannya justru mengalami kemunduran.

“Pertama kali memang kami menolak. Tentu masih banyak yang lebih baik dari saya. Namun kami yakin, jika amanah itu benar-benar datang pada, kami kita tak akan mundur sejengkal pun,” tegasnya.

Putera ke empat dari mendiang Ahmad Sukina itu mengaku tak pernah selintas pun membayangkan bakal memimpin seluruh jamaah MTA.

Pasalnya, pengertian yang selalu diajarkan dan dididikkan kepada keluarganya, bahwa MTA itu bukan milik keluarga. Sehingga siapapun nantinya yang kelak bisa saja  menjadi pemimpin.

“Kami keluarga tidak pernah membayangkan, karna ini bukan milik keluarga. Ini milik umat. Siapapun bisa meneruskan,” bebernya.

Kalau dirinya kemudian terpilih sebagai pemimpin MTA, ujar Ustaz Nur, bukan berarti dirinya dipilih melalui musyawarah keluarga. Pasalnya, di MTA memiliki mekanisme tersendiri dalam memilih ketua.

Mekanismenya adalah musyawarah untuk muakat. Musyawarah dilakukan oleh pengurus pusat dengan pengurus wilayah, guna mencapai mufakat.

“Jadi semua perkara keputusan besar siapa penggantinya,  dilakukan dengan musyarawah. Ibaratnya  tidak boleh ada gontok-gontokan dan lain sebagainya,” ujarnya.

Terkait dengan musyawarah yang akhirnya memilih dirinya, Ustaz Nur mengatakan, mekanisme musyawarah itu dilakukan dari pukul 20.00 WIB hingga pukul 00.00 WIB.

“Dan isyaallah, musyawarah itu mendapat ridho allah hingga tercapai kata mufakat,” ujar Ustaz Nur.  Suhamdani

Exit mobile version