JOGJA- Wajah tegang lelaki ini terlihat dari balik maskernya saat memasuki aula KUA Sewon Bantul, Yogyakarta tadi pagi. Dituntun keluarganya, ia lantas duduk di samping seorang perempuan yang sudah cantik mengenakan gaun pengantin putih. Keduanya bersanding menghadap tim kedokteran dari klinik Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) yang mempersiapkan keduanya guna melakukan pemeriksaan GeNose.
Dengan sigap seorang panitia membimbingnya untuk meraba menemukan selang kantong udara pemeriksaan GeNose. Agak ngos-ngosoan Mujiono, calon pengantin lelaki itu meniupkan nafasnya pada kantong udara yang sudah dipersiapkan. Perlu sedikit tenaga, akhirnya ia berhasil melembungkan kantong udara yang telah dipegangnya. Di sampingnya, Dewi Susilowati, calon istrinya melakukan hal yang sama. Meniup kantong udara dari balik masker bordiran yang dikenakannya. Tak butuh waktu lama untuk menunggu hasil GeNose keluar dan dinyatakan negatif, keduanya lantas menuju ruangan untuk ijab. Penuh kehati-hatian, Mujiono mendorong kursi roda calon istrinya, sementara ia sendiri pun harus menajamkan pendengarannya.
Mujiono dan Dewi merupakan satu dari lima pasang calon pengantin yang mengikuti Nikah Bareng Estafet persembahan Forum Ta’aruf Indonesia (Fortais) Kecamatan Sewon Bantul Yogyakarta bekerjasama dengan UNIMMA , Selasa (8/06/2021). Keduanya merupakan pasangan difabel tuna netra dan tuna daksa yang mencoba mengikatkan cinta dalam Nikah Bareng bertema Pancasila Satukan Hati Bangkit Bersama Melawan Pandemi.
Sampai di depan penghulu, Mujiono yang berasal dari Sewon, Bantul pun lantang mengucapkan janji ikrar mempersunting belahan hatinya. Dan langsung disambut teriakan sah oleh saksi dan para pengunjung yang datang. Dibimbing penghulu ia pun menandatangani dokumen pernikahan sebagai bukti.
“Wis sah, enggak ada ngambung (nyium) dan salaman ya, “celetuk seorang panitia mengingatkan pengantin, ketika dilihatnya sang pengantin lelaki hendak nyosor. Hal yang mengundang tawa ditengah khidmatnya prosesi pernikahan.
Selesai ijab qobul keduanya, lantas pelaksanaan ijab qobul oleh 4 pasang pengantin yang lain. Prosesi pernikahan pun digelar live streaming dan dapat disaksikan oleh keluarga temanten di rumah masing-masing. Tercatat mengawali Nikah Bareng Estafet hari ini, ada 5 calon pengantin dari berbagai daerah, Bantul, Sleman, Kulon Progo, Magelang hingga Jakarta. Usia termuda 30 tahun dan tertua 71 tahun. Event Nikah Bareng Estafet bulan Pancasila ini akan berjalan selama bulan Juni 2021 ini.
“Adanya yang muda hingga tua menikah, juga dari berbagai daerah, inilah keberagaman yang menggambarkan semangat Pancasila. Nantinya para temanten juga akan membagikan masker dan stiker bertema Bulan Pancasila kepada pengendara di jalan sebagai kampanye nasionalis dan protokol kesehatan di tengah pandemi covid-19,”jelas Ketua Golek Garwo Fortais & Nikah Bareng Nasional Ryan Budi Nuryanto di sela-sela acara.
Seluruh pengantin yang mengikuti Nikah Bareng ini gratis, tidak dipungut biaya, bahkan full fasilitas. Mahar unik sesuai bulan Pancasila, cincin kawin tematik merah putih, seperangkat alat sholat, beras 5 Kg, busana dan rias, dokumentasi,
“Rasanya senang sekali ikut nikah bareng ini, terharu. Sama sekali tidak ada persiapan, tinggal ngikut saja. Suasananya nikah bareng juga seru, dihadiri pejabat.”ujar Dewi yang mengaku mengenal Mujiono delapan bulan lalu dalam kegiatan pelatihan khusus difabel.
Baginya nikah bareng dengan mahar yang cukup mewah dan gratis ini sangat meringankan bebannya bersama sang suami, apalagi dengan keterbatasan yang mereka miliki.
“Seneng banget, sempet deg-degan sedikit, tapi pede lah. Menghafalkan ijab qobulnya juga biasa aja. Kalau persiapan ya cuman ngurus-ngurus surat saja, muter ke kecamatan, kelurahan. Pokoknya sudah plong,”ujar Mujiono menimpali istrinya.
Sementara itu, dua pasang pengantin lainnya yakni Slamet Riyadi (Jakarta)-Murwanti (Moyudan, Sleman), serta pasangan Budiman dan Endang Puji yang merupakan warga Magelang semua. Sedangkan dua pasang Lansia turut mengikuti Nikah Bareng kali ini, yakni Wagimin (71 tahun) dan Waginem (56 tahun), serta pasangan Saniyanto (62 tahun) dan Daliyem (67 tahun). Kedua pasang pengantin itu didandani bak Raja dan Ratu sehari yang tampak gagah dan cantik. Make Up dan busana pengantin yang dikenakannya mampu menyamarkan usia mereka yang sesungguhnya.
“Deg-degan sitik rasane, tapi seneng rasane mbak,”tukas Saniyanto yang sudah dipanggil mbah , diamini sang istri Mbah Daliyem. Keduanya kenal dan tinggal di daerah yang sama, Mrisi, Bantul. Kiki Dian