Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Selain Rawan Runtuh Tidak Ada Peta Soal Akuifer Maupun Cekungan di Kawasan Karst Wonogiri, Begini yang Dikhawatirkan Terjadi Ketika Digoyang Gempa Megathrust

Bentangan bukit karst di pantai Sembukan Paranggupito Wonogiri. JSNews. Aris Arianto

WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kondisi di kawasan karst wilayah Wonogiri selatan dikatakan rawan runtuh. Terutama ketika digoyang gempa megathrust.

Hal tersebutlah yang tidak luput menjadi perhatian dengan adanya potensi tsunami 29 meter yang dipicu gempa megathrust di Jatim. Saat tsunami datang, wilayah Wonogiri selatan besar kemungkinan aman dari limpasan air tsunami, lantaran dibentengi tebing tinggi.

Namun yang perlu diperhatikan adalah potensi kawasan karst yang rawan runtuh digoyang gempa besar. Di samping itu hingga saat ini belum ada peta yang menyajikan kondisi detail karst termasuk keadaan di dalam tanah.

“Kita belum tahu bagaimana cekungan atau rongga yang ada di bawah tanah karst, bagaimana soal akuifernya, sampai saat ini belum ada peta soal itu,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Wonogiri, Haryono, Rabu (9/6/2021).

Ketiadaan peta bukan hanya berlaku untuk Wonogiri. Namun juga di kawasan karst lainnya yang masuk dalam jajaran Global Geopark Gunungsewu seperti Pacitan (Jatim) maupun Gunungkidul (DIY).

Untuk diketahui akuifer adalah lapisan di dalam tanah yang dapat menampung dan meloloskan air. Lapisan akuifer mengandung formasi batuan yang mampu melepaskan air dalam jumlah banyak. Air yang keluar dalam jumlah banyak mampu membentuk mata air.

Sementara Pemkab Wonogiri sudah menyiapkan anggaran besar untuk penanganan kasus darurat. Salah satunya jika sampai terjadi tsunami 29 meter yang dipicu adanya gempa megathrust.

Dana yang disiapkan tidak tanggung tanggung. Mencapai besaran Rp 10 miliar. Dana ini bisa dipakai sewaktu waktu alias on call.

“BPBD sudah menyiapkan sejumlah langkah termasuk penyiapan jalur evakuasi,” kata dia.

Disinggung soal anggaran, menurut Haryono, tidak dianggarkan secara khusus untuk tsunami. Hanya saja jika sampai benar terjadi bisa diambilkan dana dari biaya tidak terduga (BTT).

“Anggaran bersifat on call. Besarannya Rp 10 miliar, awalnya sekitar Rp 5 miliar kemudian dilakukan penambahan lantaran ada refocusing anggaran dampak pandemi COVID-19,” jelas Haryono.

Dana sebesar itu menurut dia sebagian sudah terpakai. Yakni untuk penanganan COVID-19 sebesar Rp 1-2 miliar.

Sementara BPBD Wonogiri telah memetakan resiko terburuk di wilayah pesisir selatan. Menyusul potensi gempa megathrust yang memicu terjadinya tsunami.

Ketika gempa besar terjadi yang bisa disusul tsunami, maka warga atau siapapun yang beraktivitas di sekitar Wonogiri pesisir selatan harus mengevakuasi diri melalui jalur yang telah ditetapkan. Di Wonogiri pesisir selatan terdata ada belasan pantai yang berada di tiga desa, yakni Desa Paranggupito, Gudangharjo, dan Gunturharjo. Ketiganya masuk wilayah Kecamatan Paranggupito.

Menurut Kepala Pelaksana BPBD Wonogiri Bambang Haryanto, dari belasan pantai itu, yang paling dekat dengan pemukiman adalah Pantai Nampu di Desa Gunturharjo Kecamatan Paranggupito. Namun demikian, ketinggian pemukiman di atas 50 meter dari permukaan air laut. Sehingga ketika datang tsunami 29 meter air tidak menyentuh pemukiman.

Ketinggian serupa juga ada di pemukiman warga di sepanjang garis pantai di Wonogiri.

“Kami sudah membuat peta jalur evakuasi di Pantai Nampu berdasarkan skenario terburuk dengan perkiraan gempa berkekuatan 8,8 magnitudo,” beber dia.

Di samping paling dekat dengan pemukiman, Pantai Nampu ini wisatawannya banyak, ada mobilitas tinggi di sana.

Menurut Bambang, jika ada tsunami dengan tinggi 29 meter di Wonogiri masih aman. Berdasarkan pemetaan, zona aman dampak tsunami di di Pantai Nampu berjarak 250 meter dari garis bibir pantai. Di kawasan zona berbahaya atau terdampak itu tidak ada permukiman.

“Bahkan tebing di sekitar pantai mempunyai tinggi 20-30 meter. Jadi ketika ada tsunami dengan tinggi 20-29 meter masih aman, itu tidak termasuk ketinggian pemukiman yang mencapai 50 meter. Tapi perlu diingat dampak gempa bukan hanya tsunami, namun kerusakan infrastruktur maupun rumah juga perlu diwaspadai,” jelas dia.

Bambang menuturkan dua pantai di Paranggupito yang sudah diberi jalur evakuasi yakni Nampu dan Sembukan. Jarak Pantai Sembukan dengan permukiman sekitar 1,6 kilometer. Dalam waktu dekat akan dibuat jalur evakuasi di Pantai Puyangan.

Jika ada tsunami di Nampu, menurut Bambang, orang yang berada di sekitar pantai dianjurkan untuk lari ke titik kumpul sementara yang berlokasi di Balai Dusun Dringo, Desa Gunturharjo. Jarak antara pantai dengan balai dusun sekitar 300 meter. Diperkirakan butuh waktu sekitar 10-15 menit untuk mencapai titik kumpul sementara, mengingat kontur jalannya menanjak.

Di titik kumpul, lanjut dia, telah disiapkan kendaraan. Warga sekitar yang mempunyai kendaraan terutama mobil diwajibkan untuk mengangkut orang ke titik kumpul terakhir yang berlokasi di SDN 3 Gunturharjo.

Berdasarkan kajian, tsunami di Nampu itu akan terjadi 30 menit setelah ada gempa. Jadi ketika ada gempa di pantai seharusnya langsung menyelamatkan diri ke titik kumpul sementara. Aris

Exit mobile version