SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Selain penularan Covid-19 yang sangat cepat, hal lain yang juga membahayakan adalah penyebaran berita hoaks seputar Covid-19 yang jumlahnya cukup mencengangkan.
Menurut catatan dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), sejak Januari 2020 hingga Juli 2021, telah tayang sebanyak 1.079 berita hoaks bertema Covid-19 melalui situs TurnBackHoax.ID.
Sebagian di antaranya diketahui mengandung narasi yang membahayakan masyarakat dan merusak upaya penanganan pandemi.
Terkait hal itu, Mafindo Soloraya menggelar Capacity Building “Tular Nalar” untuk mendorong berpikir kritis dan mengajak masyarakat ikut melakukan cek fakta.
Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui zoom meeting, Sabtu (24/7/2021) siang. Hadir sebagai fasilitator relawan Mafindo Soloraya, Johan Wahyudi, SPd, MPd.
“Peserta termuda pada kegiatan ini berusia 13 tahun dan peserta tertua berusia 67 Tahun. Artinya, semangat untuk belajar, semangat untuk sharing dan semangat juang untuk adaptasi menghadapi gelombang arus informasi ini menjangkau semua kalangan. Dan semoga ini menjadi bola salju kebaikan untuk kita semua,” kata Bahar Elfudllatsani SH, MH, Ketua Mafindo Chapter Soloraya, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Materi yang disampaikan terkait seputar fenomena hoaks, berpikir kritis dan teknik cek fakta sederhana. Bahar saat membuka acara mengapresiasi peserta.
“Materi Tular Nalar ini semoga bisa ditularkan kembali oleh peserta kepada kelompok masyarakat lainnya. Sehingga makin banyak yang tercerahkan,” ujarnya berharap.
Kegiatan tular nalar itu dilandaskan dengan semangat melakukan penguatan literasi digital, terutama di tengah banyaknya informasi hoaks yang beredar.
Dijelaskan, tular nalar adalah program kerjasama antara Mafindo, Love Franky dan Maarif Institute didukung oleh Google.org.
“Kita hendaknya memiliki komitmen yang sama, karena kita berhadapan dengan hoaks yang begitu banyaknya beredar di sekitar kita,” ujar Johan Wahyudi, narasumber dalam kegiatan itu.
Sementara itu Ketua Umum Mafindo, Septiaji Eko Nugroho mendesak adanya inisiatif bersama, supaya masyarakat tidak mudah menjadi korban hoaks pandemi.
“Hoaks pandemi tidak cukup dengan klarifikasi secara digital, edukasi dan sosialisasi di dunia nyata sangat penting untuk dilakukan. Pemerintah, platform dan masyarakat harus bergandengan tangan untuk menekan peredaran hoaks,” ujarnya.
Septiaji menyebutkan, hoaks yang menyebut rumah sakit meng-Covid-kan pasien dan pasien meninggal karena keracunan interaksi obat yang diresepkan dokter, sangat massif menyebar di masyarakat, membuat orang yang sakit baik Covid-19 maupun bukan, takut untuk pergi ke rumah sakit dan bertemu dokter.
“Tercatat beberapa kasus warga meninggal yang terlambat ditangani rumah sakit, akibat termakan hoaks tersebut, sehingga enggan untuk bergegas ke rumah sakit. Hal ini juga mungkin terjadi kepada sebagian warga yang meninggal ketika isolasi mandiri di rumahnya,” jelasnya.
Hoaks ambulans kosong yang berputar-putar sekeliling kota untuk menakut-nakuti warga, lanjut Septiaji, juga dipercaya sebagian orang sehingga terjadi beberapa insiden perusakan ambulans.
“Tercatat pelemparan batu dan kaca pecah di Jogja dan Solo pada minggu kedua Juli 2021. Hal ini sangat meresahkan para petugas ambulans yang masih harus tetap bekerja di tengah tekanan tinggi akibat antrian pasien atau jenazah yang membutuhkan ambulans,” katanya.
Platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok diharapkan lebih responsif untuk menyisir konten hoaks yang dilaporkan masyarakat, khususnya konten hoaks yang sudah diklarifikasi oleh ekosistem periksa fakta di Indonesia.
“Platform perlu memanfaatkan database hoaks yang terbangun untuk secara otomatis memperingatkan pengguna jika mengunggah konten hoaks yang serupa. Akun-akun yang berulang kali sengaja menyebarkan hoaks Covid-19 yang meresahkan perlu dikeluarkan dari platform,” demikian Septiaji. Suhamdani