Imbas pandemi Covid-19 sungguh luar biasa di berbagai sektor, mulai dari ekonomi, sosial budaya, perdagangan, pendidikan dan teknologi digitalisasi.
Dari beberapa sektor yang ada dan bisa kita rasakan dampaknya, yakni sektor ekonomi, pendidikan dan teknologi digitalisasi sangat terasa.
Ada perubahan yang luar biasa terasa pasca pandemi Covid-19 yang mengakibatkan lumpuh interaksi sosial, meskipun loncatannya juga masih ada.
Kondisi pendidikan saat ini merupakan kondisi bagaikan buah simalakama. Baik pendidikan dasar, menengah bahkan hingga perguruan tinggi sangat merasakan dampak yang begitu besar dari adanya pandemi Covid-19.
Virus yang bermula dari China ini benar-benar mengehentikan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, yang artinya pembelajaran tanpa di sertai tatap muka langsung.
Kegiatan pembelajaran hanya bisa dilakukan secara jarak jauh atau dalam jaringan (daring) internet dan kegiatan tatap muka antara guru dengan siswa, siswa satu dengan siswa yang lainnnya hanya bisa dilakukan secara virtual.
Tentu saja untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang seperti ini perlu penyesuaian dan adaptasi yang signifikan baik dari segi guru, murid atau bahkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Proses KBM pada masa seperti ini tidaklah mudah untuk dilakukan apalagi untuk mencapai target yang sama seperti saat kondisi normal.
Dalam kondisi pembelajaran jarak jauh seperti sekarang ini tentu menuntut sumberdaya manusia yang kompeten di bidang teknologi digital dan sara dan prasarana yang berkaitan dengan tersedianya jaringan internet.
Sumber daya manusia berkaitan dengan kemahiran dalam pengoperasian teknologi digital aplikasi-aplikasi pembelajaran.
Hal seperti ini sejatinya sudah sejalan dengan misi dan perkembangan zaman sekarang ini yaitu masa digitalisasi revolusi industri 4.0 yang di mana-mana serba digital.
Hanya saja sampai saat ini, jika kita lihat dari sisi guru belum semuanya menguasai berbagai aplikasi pembelajaran baik yang bisa diakses melalui HP ataupun laptop.
Hal ini terjadi karena berbagai faktor, salah satunya usia. Hal ini salah satu simalakama dalam pendidikan masa pandemi.
Apabila mau menggunakan aplikasi pembelajaran maka disisi lain harus memberikan pelatihan terlebh dahulu kepada para guru, namun disisi lain pelatihan tersebut memakan banyak waktu dan harus dilakukan secara langsung/tatap muka.
Jika tidak diberi pelatihan maka pembelajaran akan dilakukan menggunakan media seadanya yaitu whatsapp.
Problem Teknis
Di sisi lain jika kita tinjau dari segi murid, maka juga akan muncul beberapa permasalahan diantaranya kurang memadainya sarana pendukung seperti HP, laptop dan jaringan internet.
Dari beberapa kalangan siswa dilihat dari segi ekomoni orangtuanya maka siswa yang tergolong menengah ke bawah dan siswa yang memiliki kesadaran belajar rendah akan memberikan beberapa alasan tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh.
Alasan tersebut dianataranya, tidk adanya kuota, HP rusak, memori HP penuh, jaringan internet tidak stabil dan bahkan masih belum memiliki HP sendiri sehingga masih bersamaan dengan orang tuaya sehingga disaat jam yang sama HP dipakai orang tuanya untuk bekerja.
Sehingga dalam hal ini kegiatan pembelajaran lebih fleksibel terkait waktu sebagaimana disamaikan oleh menteri pendidikan bahwa dalam masa pandemi seperti ini pembelajaran harus dilaksananan lebih fleksibel berdasarkan kondisi masing-masing.
Ketika kegiatan pembelajaran tatap muka harus dilaksanakan baik di pendidikan dasar maupun di perguruan tinggi mulai pertengahan tahun ini, maka dibutuhkan persiapan yang lebih dalam proses pembelajaran nantinya.
Dalih sebagaian besar dari guru dan dosen sudah melakukan vaksinasi covid-19 bukan menjadi jaminan aman dari Covid-19. Tentu kebijakan ini memberikan permasalahan baru dan muncul kembali simalakama pendidikan.
Tata cari guru bertatap muka, menjelaskan dan berbicara dalam waktu yang cukup lama menggunakan alat pelindung diri berupa masker dan facesheild bisa juga menjadi hambatan.
Tidak heran pendidik mengeluhkan akan pengap udara ketika dan sesak bernafas saat menjelaskan di depan kelas dengan menggunakan masker dan atau facesheild.
Selain itu suara yang didengar siswa tidak maksimal, sehingga guru harus bersuara untuk menjelaskan dengan volume yang cukup tinggi.
Permasalahan ketika di dalam sekolah peserta didik dibatasi untuk beraktivitas dan berbicara/bercerita dengan teman-temannya, maka akan memunculkan kebosananan tersendiri, sehingga tidak heran jika nantinya setelah beberapa hari banyak siswa yang tidak mengikuti/ tidak masuk sekolah secara tatap muka.
Pada masa pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia, maka tidak memungkiri bahwa karakter peserta didik tidak bisa dipantau secara langsung oleh penyelenggara pendidikan.
Dari segi lingkungan sekitar, dengan mudahnya teknologi digital masuk ke dalam kehiduan anak usia sekolah sudah meberikan kontribusi yang memprihatinkan dalam karakter, baik sosial maupun spiritual.
Ditambah dengan era pandemi yang mendukung untuk anak usia sekolah beralasan kepada orangtuanya untuk menggunakan HP dimanapun dan kapanpun sebagai sarana belajar/mengikuti pelajaran sekolah.
Sementara saat anak menggunakan HP dan tidak terkontrol, maka siswa akan lebih condong menggunakan HP untuk kepentingan lain seperti game online, chating, membuat video yang kurang bermanfaat dan bahkan bisa membahayakan.
Mutu proses belajar yang ditekankan juga sangat sulitnuntuk dicapai karena keterbatasan, sebagian besar pembelajaran yang berlangsung hanya menekankan aspek kognitif dan berorientasi pada hasil bukan proses.
Sehingga dari sini pendidikan karakter sangat sulit untuk tercapai dan semua merupakan bagian dari ironi pendidikan. (*)
Wuri Wardani
Mahasiswa Magister Pendidikan Sains Pascasarjana UNS Surakarta