Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Miris, Anggota DPRD Sragen Ini Sampai Tak Tega Lihat Banyak Warga Bergejala Covid-19 Terkapar di Rumah Tak Tersentuh Penanganan. Ke Rumah Sakit Ditolak, Minta Diinfus Malah Ditertawakan, Tiap Hari 3 Sampai 4 Warga Akhirnya Meninggal

Anggota DPRD Sragen, Tono saat menyambangi beberapa warga di Kecamatan Ngrampal yang terbaring sakit dengan gejala mengarah dan positif Covid-19 hanya dirawat di rumah tanpa penanganan medis, Senin (12/7/2021). Foto kolase/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Situasi pandemi Covid-19 di Sragen terus menunjukkan kondisi mengkhawatirkan. Di beberapa wilayah kecamatan, banyak warga sakit mengarah gejala Covid-19 di rumah terbiarkan terkapar di rumah.

Tiadanya penanganan dari tenaga medis setempat, penuhnya kapasitas rumah sakit hingga kelangkaan oksigen, membuat korban terus berjatuhan meninggal di rumah.

Fenomena itu juga ditemukan di wilayah Kecamatan Ngrampal. Fakta miris itu terungkap saat anggota DPRD asal Kebonromo, Ngrampal, Tono menyambangi dan mengecek beberapa warga yang terpapar sakit di rumah, Senin (12/7/2021).

Legislator asal Partai Nasdem itu menyambangi rumah Eti Sulandari (42) warga Dukuh Ngrampal RT 33, Kebonromo. Di rumah Eti, ada tiga orang yang terbaring sakit.

Selain suaminya, kedua orangtuanya Madiyono (69) dan Supriyati (66) juga terbaring sakit. Ia menuturkan sudah sepekan lebih, orangtuanya sakit dengan gejala demam, lemas dan sesak nafas.

“Yang agak parah Bapak dan Ibu. Bapak kemarin sempat sesak, saya sampai bingung panik harus gimana. Ke rumah sakit nggak diterima karena penuh, minta infus di rumah malah diketawain petugasnya. Saya akhirnya telpon Pak Tono minta dibantu oksigen, Alhamdulillah kemarin begitu dapat oksigen kondisi bapak sudah lumayan membaik,” ujar Eti ditemui di rumahnya.

Eti menuturkan kedua orangtuanya hingga kini belum dilakukan swab sehingga tidak diketahui apakah terpapar covid-19 atau tidak.

Kondisi orangtuanya baru mulai membaik setelah susah payah dicarikan obat ke klinik di Sragen dan bantuan oksigen.

“Harapan kami ke pemerintah kalau ada warga yang sakit kayak gini mestinya harus cepat ditangani. Itu saja Mas,” tuturnya.

Tak jauh dari rumah Eti, ada Warniyati (45) yang juga masih terbaring sakit dengan kondisi positif Covid-19. Sudah beberapa hari, wanita itu terpapar di rumah dengan pengobatan mengandalkan dari klinik obat.

Warni bahkan sempat kolaps dan kejang-kejang sebelum kemudian terselamatkan oleh tabung oksigen yang dicarikan oleh Tono.

“Sebelumnya satu keluarga kami juga mengalami demam panas dingin. Yang parah istri saya sempat sesak nafas dan batuk pilek. Keterangan dari klinik katanya Covid-19. Saya bawa pulang karena rumah sakit penuh. Kemarin sempat nafasnya sengal-sengal, Alhamdulillah setelah dapat oksigen mulai membaik,” tutur Suradi, suaminya.

Merebak di Semua Desa

Sementara, Tono menyampaikan fenomena banyaknya warga terbaring sakit dengan gejala mengarah Covid-19 itu sudah terjadi hampir tiga pekan terakhir.

Kondisi itu terjadi hampir merata di beberapa desa di wilayah Ngrampal. Ia mengaku prihatin lantaran banyak warga yang sakit terbiarkan di rumah dengan hanya mengandalkan pengobatan semampunya.

Padahal mayoritas menunjukkan gejala yang mengarah pada Covid-19. Sementara kondisi semua rumah sakit saat ini penuh dan pengobatan di klinik juga tidak melayani rawat inap pasien dengan gejala Covid-19.

“Kami prihatin sekali. Hampir tiap hari pontang-panting disambati warga sakit parah. Rumah sakit penuh, klinik nggak mau merawat. Kemarin ada yang sudah lemes, ada petugas medis dimintai tolong untuk infus di rumah karena darurat, juga nggak mau mau tenan. Lha terus disuruh berobat kemana kan bingung. Akhirnya kebanyakan hanya dirawat semampunya di rumah,” ujarnya.

Kondisi salah satu warga di Kebonromo yang terbaring sakit di rumah. Foto/Wardoyo

Kondisi itu membuat tak sedikit warga yang parah akhirnya gagal terselamatkan.

Tono mencatat selama tiga pekan terakhir, hampir tiap hari ada laporan minimal 3 sampai 4 orang warga di wilayah Ngrampal yang meninggal akibat mendapat penanganan intensif.

Atas kondisi itu, ia sangat berharap pihak Puskesmas hingga bidan desa setidaknya bisa proaktif terjun ke warga. Siapa saja warga yang sakit segera diperiksa dan diswab.

Jika memang hasilnya positif Covid-19 dan tidak tertampung di rumah sakit, tidak masalah dibiarkan dirawat di rumah namun tetap dikontrol dan diberikan obat secara rutin.

Dengan begitu warga yang sakit bisa disembuhkan dan risiko kematian bisa ditekan.

“Ini situasinya sudah luar biasa dan benar-benar darurat. Kalau memang rumah sakit penuh, Puskesmas juga, ya paling tidak petugas medis dan bidan desa itu lebih aktif ke lapangan. Mengecek dan memberikan pengobatan. Bukan ketika dilapori tidak ada respon sama sekali. Kemarin kami sampai kesal, sudah tahu kondisi warga kolaps dan butuh infus, disuruh nginfus nggak mau. Kalau seperti ini kan kesannya dibiarkan. Kasihan masyarakat, kalau tidak ditangani akan semakin banyak korban meninggal,” tukasnya.

Berjatuhan Meninggal di Rumah

Ia menyampaikan tak hanya di Kebonromo, di Desa Gabus juga ada beberapa warga saat ini juga terbaring sakit di rumah dengan gejala hampir sama.

Bahkan ada satu keluarga suami istri yang sakit dan semuanya hanya mengandalkan pengobatan seadanya dan dipasok oksigen.

“Kemarin yang satu tertolong oksigen saya carikan sampai Solo. Lalu di Tanggulangin juga ada yang parah dirawat di rumah. Di Ngrejeng, suami istri juga sakit parah hanya di rumah. Yang suaminya akhirnya tidak tertolong. Kebanyakan butuh oksigen dan penanganan. Kami sendiri mbantu nyarikan oksigen juga kesulitan di Sragen kosong semua. Kemarin nyari sampai Solo di Samator habis. Adanya di Kartasura. Dapat tiga tabung, yang antri padahal 5 orang,” tuturnya.

Salah satu warga positif Covid-19 yang sempat kolaps mulai membaik setelah dicarikan oksigen meski hanya ditangani seadanya di rumah. Foto/Wardoyo

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen, Hargiyanto menyampaikan untuk kondisi oksigen saat ini memang menjadi problem di hampir semua daerah dan nasional.

Terkait desakan agar nakes Puskesmas dan bidan desa terjun melakukan pengecekan dan penanganan pasien di rumah, ia menyebut kendalanya adalah keterbatasan personel.

“Saat ini nakes sudah kewalahan melakukan upaya tracing, swab dan penanganan yang positif. Lalu ada nakes dan bidan desa gang positif juga sehingga sulit untuk bisa ke lapangan,” ujarnya.

Sementara, Sekda Sragen, Tatag Prabawanto tak menampik kondisi saat ini sangat dilematis. Stok oksigen saat ini memang masih ada meski sangat terbatas. Sementara kondisi rumah sakit hampir semuanya penuh dan harus mengantre.

“Ini benar-benar dilematis. Di satu sisi pasien yang diantar ke RSUD parah sangat banyak sementara kapasitas ICU terbatas. Yang paling utama kami harapkan ke masyarakat apabila ada gejala-gejala seperti covid-19 segera lapor ke Puskesmas terdekat agar segera ditangani dan dibantu obat-obatan,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version