JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Hancur Gegara PPKM, Peternak Bebek di Sragen Rame-Rame Nekat Obral Hingga Separuh Harga. Puluhan Peternak Putuskan Wassalam

Salah satu peternak bebek di Celep Kedawung saat menunjukkan ternak bebeknya yang kini terpaksa diobral karena harga hancur sejak PPKM berlaku. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pandemi Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 berdampak buruk bagi sektor peternakan.

Tingginya harga pakan dan biaya pemeliharaan yang tak sebanding dengan harga jual yang hancur akibat PPKM, membuat peternak terpukul.

Nasib tragis itu dialami peternak bebek di sentra bebek Dukuh Kajen, Desa Celep, Kedawung, Sragen.Sedikitnya 20an peternak di wilayah ini memutuskan berhenti usaha karena bangkrut.

Selain itu demi menekan kerugian, sebagian peternak yang masih bertahan terpaksa harus menjual bebeknya dengan harga jauh di bawah kewajaran.

Salah satu peternak, Wiyono mengatakan kondisi peternak bebek di wilayahnya memang sudah memprihatinkan.

Pemberlakuan PPKM telah berdampak buruk karena membuat penjualan bebek menjadi anjlok. Hal itu terjadi karena warung makan yang biasanya menjadi pangsa pasar peternak tak lagi bisa jualan.

Sehingga banyak bebek yang sudah usia panen, akhirnya tak laku terjual. Padahal peternak sudah keluar biaya banyak untuk membeli pakan dan pemeliharaan.

Baca Juga :  Geger Mobil Baru Langsung Rusak, Anggota DPRD Tulungagung Juga Mengalami Kerusakan Mobil Usai Mengisi Dexlite di SPBU Sragen

“Kalau waktu normal, sehari kita mampu menjual 500 ekor. Saat PPKM saat ini hanya mampu menjual maksimal 300 ekor. Karena pemilik rumah makan memang tak bisa menjual dagangan mereka,” paparnya kepada wartawan, Kamis (5/8/2021).

Wiyono yang juga Ketua RT itu mengatakan dalam kondisi normal baik harga bebek bisa mencapai Rp 27.000 perkilogram.

Namun semenjak pemberlakuan PPKM, harga anjlok drastis hingga Rp 21.000 perkilogram. Itu pun hanya beberapa saja yang mau membeli dengan kapasitas kecil.

Sementara pembelian pabrik malah hanya berani membeli Rp 19.000/kg. Itupun masih dengan syarat harus mengantar ke tempat tujuan. Padahal biaya angkut ke pabrik sudah mencapai Rp 2 juta.

“Makanya daripada pusing nggak laku-laku, kita terpaksa obral harga. Bahkan kadang kita lepas dengan harga hanya Rp 17.000/kg atau hampir separuh dari normal. Nggak hanya diobral tapi terpaksa dijual rugi. Lha daripada nggak laku malah nambah biaya produksi dan pakan akan tambah merugi,” paparnya.

Peternak lainnya, Kaan Indra Winata menuturkan saat ini kondisi peternak benar-benar terpuruk.

Baca Juga :  Terbaik, Bank Djoko Tingkir Sragen Tetap Konsisten Kembali Meraih Penghargaan TOP BUMD Tahun 2024 Golden Trophy

Anjloknya harga jual dan sepinya pembeli berimbas pada kondisi peternak yang merugi besar dari jutaan hingga puluhan juta.

Dari sekitar 25 peternak di desanya saat ini hanya tinggal 5 peternak yang bertahan. Sementara 20an peternak lainnya tak lagi bisa bertahan dan bangkrut.

“Padahal kalau ditotal, produksi bebek di sini mencapai 20.000 ekor. Mereka yang berhenti saat pandemi ini rata-rata yang memelihara 500-1000 ekor. Kalau peternak yang besar memang tak bisa berhenti, karena beban harus membeli DO dari pabrik,” jelasnya.

Peternak besar pun bertahan dengan terpaksa dan harus siap menanggung kerugian. Sebab mereka dihadapkan situasi dilematis antara ancaman diberhentikan kemitraan atau pasrah menanggung kerugian.

“Kalau tidak ambil DO (pasokan), bulan berikutnya pabrik langsung hentikan pengambilan DO,,” tutur Indra.

Indra berharap dengan kondisi peternak bebek yang merugi, dinas terkait bisa memberikan bantuan, minimal solusi untuk membantu pemasaran agar tidak gulung tikar. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com