Beranda Umum Nasional Pengamat: Rencana Kenaikan CHT Kontraproduktif, Petani Tembakau dan Pekerja SKT Terancam

Pengamat: Rencana Kenaikan CHT Kontraproduktif, Petani Tembakau dan Pekerja SKT Terancam

Istimewa

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rencana Pemerintah untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2022, telah menjadi pukulan berat bagi industri hasil tembakau (IHT), baik itu di tingkat petani maupun  pekerja pabrik.

Pasalnya, rencana tersebut muncul pada saat IHT masih berupaya memulihkan diri akibat pandemi Covid-19 dan kenaikan tarif cukai yang tinggi pada tahun 2021.

“Petani tembakau dan cengkih dihadapkan dengan jatuhnya volume serapan hingga mencapai 30%. Di sisi lain, ada 6 juta tenaga kerja IHT yang terancam. Bila CHT naik, semuanya akan terimbas,” ujar Budidoyo, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) saat membuka Webinar AMTI Berdiskusi Seri II, Kamis (9/9/2021).

Menurut Budidoyo, kenaikan CHT akan memperparah kondisi petani di tengah ancaman menurunnya hasil panen akibat kondisi cuaca.

Selain itu, petani juga terancam merugi akibat harga jual tembakau yang tidak sesuai harapan. Kondisi itu pun diakui oleh Siyamin, Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung, Jawa Tengah.

“Jika tarif cukai naik, otomatis harga rokok naik, karena pabrikan akan menaikkan harga rokok. Berarti pabrikan akan menekan biaya produksi. Caranya? Ya dengan membeli sedikit saja tembakau dari petani,” ujar Siyamin, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.

Menurut Siyamin, pemerintah sebaiknya fokus menyejahterakan nasib petani tembakau sebelum menaikkan tarif cukai. Misalnya, menurut Siyamin, dengan pendampingan kepada petani seperti cara mengolah lahan, proses pemupukan, pembibitan, hingga pemasaran.

“Daripada menaikkan tarif cukai yang jelas akan semakin menyulitkan petani, lebih baik pemerintah melakukan pendampingan agar petani benar-benar bisa mandiri dan sejahtera. Bukan dibiarkan saja,” ungkap Siyamin.

Baca Juga :  Indonesia Bakal Tarik Pulang Benda-benda Cagar Budaya  yang Ada di India

Naiknya tarif cukai juga dinilai berdampak pada sisi tenaga kerja. Dampak yang signifkan tentu akan dirasakan oleh IHT yang bergerak pada sektor padat karya seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Efek dari pandemi yang belum tuntas akan semakin parah apabila kebijakan ini diteruskan. Banyak pekerja SKT yang dirumahkan. Belum lepas dari lilitan tersebut, mereka sekarang mennghadapi ancaman baru di depan mata.

Apabila pemerintah tetap bersikeras menetapkan kenaikan CHT pada tahun 2022, dampak yang akan dialami para pekerja SKT akan semakin berat.

Di sisi lain, Waljid, Ketua FSP RTMM Yogyakarta menyatakan, sekitar 5.000 anggotanya saat ini membutuhkan bantuan dan perlindungan dari pemerintah.

Perlindungan sangat diperlukan bagi produk SKT agar mampu menghadapi gempuran produk rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM).

Pasalnya, dari segi produktivitas produk SKT kalah jauh dengan produk SKM. Sebagai perbandingan, dalam satu menit seorang pekerja SKT hanya dapat membuat 6-7 batang rokok. Dalam waktu yang sama, mesin SKM mampu menghasilkan hingga 16.000 batang.

“Kami dukung realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang fokus pada industri padat karya seperti SKT. Oleh karena itu, seharusnya para pekerja di SKT diberikan perlindungan dan bantuan,” tegas Waljid.

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif CHT di tengah situasi pandemi dinilai kurang tepat. Menurut pengamat ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, kebijakan itu sangat kontraproduktif dengan semangat membangkitkan perekonomian yang sedang lesu.

Baca Juga :  Sengkarut Pagar Laut Seret Nama 3 Mantan Jenderal TNI, Ini Rekam Jejaknya

Pemerintah perlu menimbang lebih jauh lagi dalam mengambil keputusan untuk menaikkan CHT. Bila tidak berhati-hati, hal tersebut malah akan membunuh sektor hulu dan hilir IHT secara perlahan.

“Kebijakan CHT harus ditimbang matang-matang karena implikasinya sangat besar. Sebanyak 6 juta orang hidup dari tembakau. Pemerintah tidak melihat bagaimana dampak kebijakan ini pelan-pelan membunuh sektor hulu dan hilir IHT,” kata Gandhi.

Agar perusahaan tidak merugi akibat naiknya tarif cukai, maka tenaga kerja akan ditekan dan produksi akan dikurangi, atau harga bahan baku yang ditekan.

Akan ada banyak tenaga kerja yang terancam kehilangan pekerjaan dan petani tembakau yang mengalami kerugian.

“Nah yang ditekan adalah tenaga kerja dan pengurangan produksi atau menekan harga baku. Ujungnya, tenaga kerja dan petani tembakau sudah pasti jadi korban. Seharusnya alur kerugian ini dipertimbangkan secara matang-matang oleh pemerintah,” tutup Gandhi. Grahita Narasetya