Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Resah Aksi Debt Collector Makin Brutal, Sejumlah Nasabah di Sragen Rame-Rame Ngadu ke DPRD. Main Ancam, Ujung-Ujungnya Minta Uang Jutaan

Ilustrasi debt collector leasing atau juru tagih atau pihak ketiga. Foto/Istimewa

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sejumlah customer atau nasabah di Sragen mengaku resah dengan aksi tim debt collector (DC) atau juru tagih yang disewa lembaga pembiayaan atau leasing.

Pasalnya, DC yang dikenal dengan istilah pihak ketiga itu belakangan bertindak makin brutal dan arogan terhadap nasabah.

Tak hanya menggeruduk rumah nasabah, mereka juga mengintimidasi, mengancam menarik paksa kendaraan dengan tujuan akhir meminta sejumlah uang.

Aksi meresahkan itu mencuat ketika beberapa nasabah lembaga pembiayaan kredit kendaraan bermotor mengadu ke Ketua Komisi II DPRD Sragen, Hariyanto, Selasa (7/9/2021).

Salah satu nasabah, LY (30) asal Gemolong, menuturkan terpaksa buka suara karena belum lama ini mengalami kejadian tidak mengenakkan dengan DC.

Awalnya setahun lalu, ia mengambil mobil secara kredit dari sebuah lembaga pembiayaan di Solo dengan angsuran selama lima tahun.

Memasuki tahun kedua, keuangan usahanya agak tersendat gegara pandemi sehingga sempat nunggak angsuran dua bulan terakhir.

Masuk bulan ketiga, ketika mau membayar angsuran, ia kaget ketika virtual account atau akun pembayaran online miliknya ternyata sudah diblokir.

Tak lama kemudian, rumahnya justru didatangi sekelompok orang mengaku sebagai pihak ketiga yang diberi kewenangan leasing atau lembaga pembiayaan.

Ujungnya Minta Uang

Tanpa basa-basi, lima orang itu langsung menggertak hendak mengambil paksa mobil kreditannya. Sontak ia menolak karena merasa tidak punya urusan dengan DC atau pihak ketiga. Bukannya mereda, lima orang itu justru makin arogan.

Mereka mengeluarkan sumpah serapah, memaki-makinya dan menghardiknya. Sempat terjadi perdebatan, sebelum kemudian kelima orang itu akhirnya terus terang meminta uang jika ingin blokir pembayaran dibuka.

“Kejadiannya tiga minggu lalu. Ada lima orang ke rumah. Omongnya kasar sambil nunjukin surat katanya sudah diberi kewenangan leasing untuk ambil mobil. Mereka maksa sampai kami berdebat. Saya bilang saya mau bayar tapi akun diblokir. Ujung-ujungnya mereka ternyata minta uang dengan alasan untuk buka blokir,” paparnya.

Setelah itu, LY mengaku sempat datang ke kantor leasing di Solo untuk membayar tunggakannya. Bukannya dilayani, pihak leasing justru melemparnya kembali ke pihak ketiga atau DC.

Jika belum membayar uang blokir ke DC, maka account tidak akan bisa dibuka. Karena tertekan, ia pun akhirnya mengalah dan terpaksa menuruti membayar uang buka blokir ke DC.

“Awalnya minta Rp 10,5 juta. Saya nggak mau, saya nego nego jadi Rp 1,5 juta. Yang kami heran, ini kan sudah seperti pemerasan. Orang mau bayar tunggakan, bukannya dipermudah malah dibebani suruh bayar pihak ketiga dulu. Katanya kalau nggak bayar mau pelunasan pun nggak akan bisa,” jelasnya.

Atas kondisi itu, perempuan pengusaha itu juga mengecam kebijakan leasing yang langsung melempar ke pihak ketiga tanpa ada komunikasi dulu dengan nasabah. Padahal dirinya sudah beritikad ingin segera membayar tunggakan.

Hal itu dinilai sangat bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah yang banyak memberi kelonggaran kreditur di masa pandemi.

“Presiden dan OJK saja memberi kemudahan relaksasi dan tidak ada denda karena tahu kondisi ekonomi sedang sulit. Lha kok ini malah seakan-akan nasabah dipersulit. Pihak ketiga itu juga mestinya kan menjembatani menggiring agar nasabah mau bayar, bukan malah menekan, mengancam yang ujung-ujungnya minta uang,” ujarnya.

Ia mengaku terpaksa mengadu ke DPRD karena sudah tidak tahan dan tidak tahu lagi harus mengadu ke mana. Ia berharap kasus arogansi bernuansa pemerasan itu harus segera dihentikan.

Sebab bukan tidak mungkin kejadian yang sama dialami oleh nasabah lain yang saat ini juga kesulitan membayar angsuran.

“Mestinya leasing bisa membedakan customer yang masih membayar dan yang sengaja mbandel. Kami yang masih mau bayar saja masih diperlakukan begitu, bagaimana dengan orang desa dan awam nggak berani argumen, kalau diancam, ditekan dimintai uang lalu psikisnya nggak tahan, syok dan meninggal, apa nggak kasihan,” ujarnya berang.

Aparat Tak Berdaya

Cerita tak kalah tragis diungkap AT (29) nasabah lembaga pembiayaan lainnya berinisial M. Warga Sragen itu mengaku baru dua malam lalu juga didatangi tim DC yang mengaku diberi kuasa sebagai pihak ketiga dari leasing.

Ia yang baru saja melahirkan, malam itu juga dibentak-bentak kasar dan para DC itu langsung mengancam menarik paksa mobil kreditannya. Padahal dia baru dua bulan menunggak angsuran dan sudah siap membayar tapi juga akunnya terblokir.

“Sempat kami debat, karena mereka ngotot mau ambil mobil. Saya tolak karena saya sudah siap bayar. Mereka juga bilang kalau kere nggak usah ngutang. Saya sempat telepon Polsek, datang dua orang anggota. Bukannya nengahi mereka malah kelihatan bingung seakan pekewuh melihat orang-orang pihak ketiga itu, lalu anggota itu langsung pergi. Ujung-ujungnya mereka (pihak ketiga) itu minta Rp 2 juta kalau blokirnya mau dibuka. Saya nggak mau, mereka masih maksa. Akhirnya uang Rp 800.000 untuk beli susu anak saya ikhlaskan,” ujarnya kesal.

Ketua Komisi B DPRD Sragen, Hariyanto menyampaikan tidak hanya dua nasabah itu, laporan aksi arogansi DC atau pihak ketiga itu juga banyak masuk ke komisinya.

Tercatat dalam beberapa hari terakhir, sudah ada 7 warga atau nasabah kredit yang menjadi korban dan dipaksa dimintai uang dengan modus yang sama.

Ia sangat berharap pihak terkait baik aparat maupun OJK bisa menghentikan praktik-praktik meresahkan dari leasing dan pihak ketiga seperti itu.

Selain meresahkan, juga makin menyengsarakan nasabah karena modusnya sudah bernuansa memeras.

“Saya rasa arogansi-arogansi ini harus segera dihentikan. Jangan sampai masyarakat yang kredit, sudah susah ekonomi, malah makin terbebani dengan kebijakan leasing menyewa pihak ketiga. Leasing yang praktik melanggar aturan harus ditindak tegas. Masyarakat juga harus jeli, leasing yang main arogan jangan dipilih,” tegasnya.

Langgar Aturan MA

Menyikapi kasus itu, Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sragen periode 2015-2019, Dion Henry Wibowo menilai praktik menggandeng pihak ketiga dalam penagihan itu tidak bisa dibenarkan secara aturan.

Sebab mengacu surat edaran Mahkamah Agung (MA), jika leasing akan melakukan penarikan, cukup ke Pengadilan Negeri (PN) setempat dan ditembuskan ke pemangku wilayah seperti Polsek, Kades/lurah dan RT.

“Kalau pakai pihak ketiga itu justru leasing-nya malah wanprestasi. Dan itu sudah tidak relevan. Apalagi saat pandemi di mana sudah ada aturan dari OJK warga bisa mendapat kesempatan restrukturisasi kredit.

Bisa dalam bentuk perpanjangan waktu angsuran, atau diringankan pembiayaannya.

Ia menyarankan bagi masyarakat yang menjadi korban atau mengalami kasus seperti itu, bisa melapor ke OJK. Dengan melaporkan ke OJK ada lembaga mediator antara perusahaan pembiayaan dengan nasabah yang keberatan. Wardoyo

Exit mobile version