JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

2 Tahun Merasa Dipingpong, Pensiunan PNS di Sragen Nekat Gugat Praperadilan Kajati Jateng, Kajari dan Kapolres. Tak Terima Dianggap Tak Pernah Dilahirkan Ibunya

Sih Mulyono (kanan) didampingi kuasa hukum Sapto Dumadi Ragil Raharjo saat menunjukkan berkas gugatan praperadilannya terhadap Kajati, Kajari dan Kapolres. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Seorang pensiunan PNS di Sragen, Sih Mulyono (60) nekat mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Tengah, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kapolres Sragen.

Pensiunan yang terakhir kali menjabat sebagai Sekretaris Dinas PMD Sragen itu mengajukan praperadilan tentang penanganan perkara dugaan kesaksian palsu di bawah sumpah yang hingga 2 tahun terkatung-katung.

Gugatan pra peradilan itu diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang dan sidang perdana sudah digelar Kamis (14/10/2021) kemarin.

Pensiunan asal Dukuh Sonorejo, Bedoro, Sambungmacan, Sragen itu mengajukan gugatan dengan didampingi kuasa hukumnya, Sapto Dumadi Ragil Raharjo.

“Klien kami mengajukan permohonan pemeriksaan pra peradilan tentang tidaksahnya penghentian penuntutan selaku termohon. Selaku termohon Kajati Jateng, Kejari Sragen dan Kapolres,” papar Sapto saat mendampingi kliennya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Jumat (15/10/2021).

Sapto menguraikan gugatan praperadilan itu berasal dari laporan dugaan kesaksian palsu yang berimbas pada kliennya.

Awalnya, kliennya menemukan putusan pengadilan agama (PA) Sragen tahun 2019 atas nama pemohon Gini binti Wongso Dipo tentang penetapan ahli waris Suwarno bin Sastro Gito.

Suwarno adalah kakek dari kliennya. Dalam putusan itu, ditemukan adanya kesaksian palsu tentang ibu dari kliennya yang bernama Sukinah.

Dalam kesaksian Saman Harso Sukismo bin Pawiro Jono dan Ngadiyo bin Suto Kromo di halaman 4 dan 5, keduanya bersaksi bahwa Sukinah disebut tidak punya anak.

Padahal faktanya Sukinah memiliki enam anak dan kliennya adalah anak nomor dua.

“Akhirnya klien kami lapor ke Polres. Dari Polres kemudian diterbitkan STPP/84/VII/2019/SPKT tanggal 3 Juli 2019. Setelah pengaduan lalu dimunculkan tanda terima laporan No: STTLP/32/VI/2020/JTG/RES.SRG tanggal 20 Juni 2020,” jelas Sapto sembari menunjukkan beberapa berkas terkait itu.

Sapto melanjutkan walaupun melalui proses agak lama, akhirnya ada penetapan tersangka terhadap Saman Harso Sukismo dan saksi lainnya, Ngadiyo. Namun Ngadiyo kemudian meninggal dunia.

Penetapan itu diterbitkan dalam SPDP No SPDP/43/VII/RES.1.24/2020/Reskrim tanggal 30 Juli 2020.

Baca Juga :  Puluhan Warga Geruduk Kantor Desa Pilang Masaran Sragen Tolak Pembangunan Tower, Warga: Ini Masalah Kesehatan Kami

Mewakili kliennya, ia sangat menyayangkan adanya SPDP yang jelas sudah terbukti ada pidana dan pelaku sudah ada, namun tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka.

Menurutnya, yang ada kemudian hanya tindakan-tindakan formalitas menaikan hasil SPDP ke kejaksaan dan pengembalian berkas ke Polres.

Bahkan ia mencatat sejak ditetapkan SPDP, sudah tiga kali berkas bolak balik dan hingga kini belum juga ada kejelasan.

“Kami dari kuasa hukum hanya menguji apakah benar tindakan jaksa. Krn berdasarkan pasal 14 KUHAP disandingkan dengan kewenangan jaksa pada Pasal 1 ayat 1 Jo Pasal 2 ayat 2 ayat 3 UU Kejaksaan RI Tahun 2004, menegaskan bahwa kewenangan para jaksa adalah melakukan tuntutan dan pelaksanaan putusan pengadilan,” urainya.

Kemudian pada Pasal 14 KUHAP huruf a, berbunyi menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu.

“Berarti kalau tidak ada tindaklanjut, bisa diduga jaksa telah melakukan penghentian penuntutan. Padahal, pada Pasal 183 KUHAP ada kewajiban dari jaksa selaku penuntut umum itu untuk menaikkan ke persidangan terhadap perkara i laporkan karena SPDP sudah berdasarkan 2 alat bukti yang sah berdasarkan pasal 184 KUHAP. Buktinya surat berupa putusan dan menurut konfirmasi ke penyidik sudah 13 orang saksi diperiksa. Belum lagi petunjuk yang akan kami layangkan,” jelas Sapto.

Indikasi Penyelundupan Hukum

Lebih lanjut disampaikan, gugatan ke PN Semarang itu dilakukan sebagai tindaklanjut atas gugatan serupa yang dilayangkan ke PN Sragen belum lama ini. Dalam putusannya gugatan yang diajukan kliennya belum dikabulkan.

Menurut Sapto, praperadilan diajukan untuk mencari kepastian hukum. Meski hanya disebut ibunya tidak mempunyai anak, putusan PA itu sudah membuktikan ada penyelundupan hukum dan berdampak sangat merugikan kliennya serta pihak yang berkepentingan.

“Kami tetap berterimakasih kepada Polres karena sudah ada penetapan tersangka. Tapi sangat menyayangkan bila kemudian proses penegakan hukum terhadap perkara klien kami itu tidak berlanjut. Makanya uni adalah upaya untuk meluruskan adanya keadaan hukum yang merugikan klien kami,” imbuhnya.

Baca Juga :  Viral Dexlite Abal-abal di Sragen Ternyata Dialami Juga oleh Anggota DPRD Tulungagung, Mobilnya Langsung Ndongkrok di Bengkel 3 Hari

Sapto menambahkan sebagai kuasa dan penasehat hukum, pihaknya juga akan melakukan upaya-upaya sesuai prosedur perundangan. Baik secara perdata atau pidana.

“Sidang akan dilanjutkan kembali tanggal 28 Oktober mendatang,” lanjutnya.

Kepastian Hukum 

Sementara, Sih Mulyono menambahkan meski terkesan sepele, akibat kesaksian palsu bahwa ibunya tidak memiliki anak, hal itu berdampak sangat merugikan statusnya sebagai anak.

“Karena ibu saya punya anak 6. Kalau disebutkan ibu saya tidak punya anak, kan berarti saya dan anak-anaknya tidak pernah dilahirkan dan dimatikan semua. Dan dari pengakuan pelaku itu ternyata ada aktor yang menyuruhnya bersaksi palsu. Sudah 2 tahun laporan kami nggak ada kejelasan dan malah dipingpong. Kalau kami yang sedikit paham saja laporan dibeginikan, bagaimana kalau orang awam. Kan kasihan kalau hukum nggak ada kepastian,” jelasnya.

Dikonfirmasi, Kajari Sragen Sinyo Benny Redy Ratag melalui Kasi Pidum, Wahyu Wibowo Saputro membenarkan ada gugatan praperadilan itu. Menurutnya ada tiga termohon gugatan termasuk Kajati dan Kajari.

Pada sidang perdana kemarin dirinya juga hadir di PN Semarang sebagai perwakilan termohon Kajari. Sedangkan saksi dari Polres tidak bisa hadir.

Terkait materi pra peradilan yang dilayangkan pemohon, Wahyu menegaskan bahwa perkara dugaan kesaksian palsu di bawah sumpah itu, sejauh ini masih dalam status penyidikan.

Pihaknya tidak pernah menghentikan penuntutan karena status perkaranya juga belum dinyatakan P-21.

“Kami memiliki kewenangan meneliti hasil penyelidikan polisi. Kalau terpenuhi, bisa P-21 dan baru dilimpahkan. Tapi untuk perkara pemohon itu statusnya belum P-21 dan sudah kita kembalikan SPDP ke penyidik Polres. Mengenai kelayakan perkaranya silakan tanyakan ke polisi. Dan kami tidak pernah mengeluarkan SKPP (Surat ketetapan penghentian penuntutan) karena P-21 saja belum,” tandasnya.

Sementara, pihak Polres Sragen belum bisa dimintai konfirmasi. Hingga berita ini diturunkan, Kasi Humas Polres Sragen, AKP Suwarso belum merespon permintaan konfirmasi terkait gugatan praperadilan yang juga ditembuskan untuk Polres tersebut. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com