Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Geram Banyak Guru Honorer Menangis Tak Ada Formasi, Agustina Wiludjeng Minta Menpan-RB dan Mendikbud Bisa Sinkron. “Kasihan, Itu Namanya Mempermainkan Harapan!”

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wiludjeng Pramestuti saat hadir di Sragen, Minggu (24/10/2021). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wiludjeng Pramestuti meminta Kemenpan-RB dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) duduk bersama menyikapi persoalan seleksi honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau P3K.

Pasalnya, fakta di lapangan, banyak guru honorer berusia tua yang menangis karena lolos passing grade (PG) pada seleksi tahap I namun gagal karena tak ada formasinya.

Penegasan itu disampaikan saat hadir di acara pendidikan politik kader Perempuan untuk anak negeri (PUAN) Indonesia di Sragen, Minggu (24/10/2021).

Legislator asal PDIP dari Dapil Jateng IV itu mengatakan Kemenpan-RB harus ikut turun tangan berkoordinasi terkait nasib honorer yang lolos PG namun tidak ada formasi.

Ia berharap mereka yang lolos PG bisa ikut ditempatkan sehingga bisa lolos menjadi PPPK.

Menurutnya Kemenpan-RB harus bertanggungjawab memikirkan para honorer yang lolos PG itu karena seleksi mereka merupakan perintah Presiden Jokowi dan Kemendikbud.

“Karena ini masalah Undang-Undang Kepegawaian. Jadi Menpan-RB harus ikut campur dalam keputusan ini. Nggak bisa dong dibiarkan apapun formasinya terdaftar atau tidak mereka disuruh ikut ujian. Itu kan perintah Kemendikbud, kalau sekarang mereka ini lolos terus nggak ada formasinya ini gimana? Ya harus tanggung jawab padahal itu kewenangan Menpan-RB,” papar Agustina kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .

Bendahara DPD PDIP Jawa Tengah itu berharap persoalan formasi dan nasib guru lolos PG itu harus diselesaikan terlebih dahulu. Sebelum seleksi tahap berikutnya digelar.

Kedua kementerian itu diharapkan bisa segera duduk bersama untuk melakukan sinkronisasi terkait persoalan itu.

“Karena ini harapan banyak orang lho. Nggak bisa seenaknya. Ini perintah Pak Jokowi. Maka Menpan-RB harus duduk bersama. Kita juga akan selalu koordinasi bareng-bareng sama menteri supaya yang lolos PS ini bisa ikut ditempatkan. Kasihan mereka yang sudah mengabdi lama,” terangnya.

Agustina juga meminta Kemenpan-RB tidak menerapkan UU Kepegawaian dalam melakukan penempatan guru honorer hasil seleksi PPPK.

Sebab jika mengacu UU Kepegawaian, maka penempatan bisa dilakukan di mana sana secara nasional tergantung Kemenpan-RB.

Hal itu akan sangat menyulitkan bagi guru honorer yang rata-rata sudah mengabdi di wilayahnya. Karenanya seyogianya diharapkan penempatan tetap menyesuaikan wilayah tempat bekerja guru honorer.

“Kalau sesuai UU Kepegawaian mereka bisa ditempatkan di mana saja. Contoh orang lolos dan dari Sragen trus yang slot kurang itu ada di Ternate sana. Kan gila ini Pasti nggak mau dong ditempatkan ke sana. Kalau bikin keputusan jangan kayak gitu lah. Harus ada sistem. Makanya Menpan-RB sama Kemendikbud harus duduk bareng menyelesaikan ini,” tegasnya.

Ia berharap kedua kementerian itu bisa serius memperjuangkan nasib para guru honorer dalam seleksi PPPK.

Di tengah proses seleksi ini, diharapkan kebijakan teknis yang dibuat bisa berpihak pada nasib guru honorer utamanya yang sudah berusia tua dan lama mengabdi.

“Udah lah nggak usah lihat formasinya dan udah daftar tes gitu. Sekarang mereka lulus mau taruh mana. Mereka akan dijejerkan dengan undang undang kepegawaian, pasti nggak mau. Kasihan lah, itu namanya mempermainkan harapan,” tandasnya.

Lapor Kemenpan dan Kemendikbud

Senada, Ketua Komisi IV DPRD Sragen, Sugiyamto meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) segera mendata guru honorer berusia tua yang lolos passing grade tapi gagal lulus PPPK.

Data itu nantinya diharapkan bisa dikirim dan dikoordinasikan ke pusat melalui BKN, Kemenpan-RB serta Kemendikbud agar diberikan solusi untuk mereka.

Pernyataan itu dilontarkan menyusul banyaknya guru honorer berusia tua dari kalangan eks K2 maupun honorer lainnya yang tidak lulus seleksi tahap I.

Salah satunya dari kalangan guru agama honorer di mana terdapat 50 orang lebih yang berusia tua dan lolos passing grade namun gagal karena tak ada formasi.

“Kami minta Disdikbud segera mendata by name mereka yang lolos PG tapi tidak lulus karena tidak ada formasi atau formasinya minim. Sehingga data itu nanti dikoordinasikan ke pusat agar dicarikan solusi yang tidak merugikan mereka. Karena kasihan, khususnya yang usianya sudah tua dan mengabdi belasan sampai puluhan tahun,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .

Legislator asal PDIP itu meminta Disdikbud dan BKPSDM harus proaktif menyikapi hal itu.

Meski seleksi dan penentuan kelulusan menjadi kewenangan pusat, daerah masih bisa ambil peran membantu masih para guru honorer berusia tua itu.

Koordinasi ke pusat dimaksudkan untuk mendorong agar ada solusi bijak dan berpihak kepada para honorer usia tua tersebut. Jika dibiarkan, maka sangat merugikan para honorer berusia senja.

“Harapan kami dari pusat ada solusi yang terbaik. Mengakomodir mereka yang berusia tua dan lolos PG itu. Entah dengan kebijakan apa, kasihan. Daerah juga harus mendukung, karena sejak awal semangat pusat adalah memperjuangkan guru honorer yang sudah lama mengabdi,” ujarnya.

Terlebih realita di lapangan, menurutnya banyak sekolah utamanya SD yang saat ini pendidiknya justru didominasi guru honorer. Hal itu karena minimnya jumlah PNS.

Jika tak ada ikhtiar mengakomodasi mereka, ia khawatir justru berimbas buruk pada nasib pendidikan di Sragen.

“Bisa dilihat, saat ini di SD-SD itu guru yang PNS cuma satu dua. Lainnya diampu honorer. Kalau kemudian mereka mogok serentak, kan bisa bahaya. Siapa yang akan mengajar,” tandasnya.

Lolos PG Tapi Gagal

Sebelumnya, puluhan guru agama dari kalangan honorer kategori 2 (K2) dan honorer berusia di atas 40 tahun di Sragen mendesak Pemkab dan pemerintah pusat untuk membuat kebijakan membuka formasi di sekolah tempat mereka mengajar.

Pasalnya, dalam seleksi PPPK tahap I yang barusaja diumumkan, banyak honorer dari formasi guru agama yang lulus passing grade namun gagal lolos.

Mereka gagal karena formasi yang tersedia sangat minim.

Selain itu, kebijakan seleksi yang terbuka, membuat mereka akhirnya tersingkir karena kalah nilai dari peserta yang fresh graduate dan berusia lebih muda.

Informasi dari peserta PPPK guru agama, ada sekitar 50 lebih honorer berusia di atas 40 tahun di Sragen yang lulus PG namun gagal lolos.

Padahal, selain usianya sudah tua, mereka rata-rata sudah mengabdi di atas 15 tahun lebih.

“Seleksi tahap I kemarin sangat merugikan kami. Karena formasi guru agama yang dibuka sangat sedikit. Satu kecamatan cuma satu, padahal kekosongan guru agama terjadi di banyak SD dan sekolah jenjang atasnya. Akhirnya satu formasi diperebutkan honorer dari banyak sekolah dan yang lolos yang muda. Kami yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun dan lolos PG gagal karena formasinya cuma satu,” papar KH, salah satu guru agama dari honorer K2 di Sragen, kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (13/10/2021).

Kondisi itu berbeda dengan formasi guru kelas, yang dibuka di hampir tiap sekolah SD. Sehingga pelamarnya kebanyakan hanya dari guru honorer di sekolah induk atau tempat dia mengajar.

Hal itu kemudian memberi peluang lebih besar bagi mereka. Dan faktanya hampir semua honorer yang mendaftar di sekolah induk akhirnya lolos karena saingannya hampir tidak ada.

Tambahan nilai afirmasi yang diberikan untuk guru agama, pada akhirnya juga seolah tidak berfungsi. Sebab penentu akhirnya adalah nilai dan mengabaikan pengabdian maupun usia.

“Jadi ya percuma ditambah nilai afirmasi, kalau kemudian kelulusan tidak mempertimbangkan pengabdian dan usia. Kami sedih, karena akhirnya yang lolos kebanyakan yang muda, yang tua-tua tetap gagal meskipun lulus PG,” jelasnya.

Atas kondisi itu, para guru agama honorer usia tua dan lulus passing grade itu mendesak agar dinas dan bupati mengakomodir nasib mereka.

Yakni dengan meluluskan dan menempatkan mereka yang lolos PG ke sekolah induk masing-masing selama formasi di sekolah tempat mengajar masih kosong.

“Karena dulu CPNS yang lulus PG juga langsung ditempatkan di sekolah induk tempat mereka mengajar selama formasinya masih kosong. Kalau disuruh tes lagi tahap 2 jelas nanti kalah sama yang sudah sertifikasi pendidikan dan yang masih muda usia. Ini seperti tidak adil bagi kami,” jelasnya. Wardoyo

Exit mobile version