JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

PTSL Desa Kecik Sragen Diduga Jadi Ajang Pungli. Berdalih Diproses Reguler, Puluhan Warga Ditarik Tambahan Biaya Rp 2,5 Hingga Rp 3 Juta

Sugiyanto, salah satu pemohon PTSL di Desa Kecik, Tanon, Sragen saat menunjukkan berkas persyaratan sertifikasi warga yang dikembalikan oleh Kades setelah indikasi pungli dibongkar, Jumat (22/10/2021). Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Kecik, Kecamatan Tanon, Sragen tersandung masalah.

Program penyertifikatan tanah secara gratis dari pemerintah itu diduga diwarnai pungutan liar (pungli). Tak tanggung-tanggung, warga ditarik bayaran tambahan jutaan rupiah.

Modusnya, warga dikelabuhi dengan bahasa kuota PTSL sudah habis. Dengan dalih itu, Kades kemudian mendatangi warga dan mematok tarif Rp 2,5 juta – Rp 3 juta sebagai biaya tambahan untuk mengurus lewat jalur reguler.

Padahal, berkas sertifikat warga itu oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak diproses reguler melainkan melalui PTSL.

Dugaan pungli itu terbongkar setelah sejumlah warga mengungkap tarikan tak wajar itu kepada wartawan, Jumat (22/10/2021).

Salah satu warga pemohon PTSL, Sugiyanto mengungkapkan dugaan pungli itu bermula ketika Desa Kecik mendapat kuota PTSL tahun 2020.

Setelah disosialisasikan ke warga, kemudian program itu dijalankan setelah dibentuk panitia tingkat desa.

Dari hasil pendataan, total ada 170 bidang tanah yang didaftarkan. Setelah itu dilanjutkan dengan musyawarah dan disepakati biaya per bidang sebesar Rp 600.000.

Sugiyanto ikut mendaftar untuk dua bidang tanah atas nama adiknya, Sulistya Puji Lestari dan Sarwoko. Namun seiring turunnya Surat Edaran (SE) Bupati soal biaya PTSL, kemudian panitia menurunkan biaya menjadi Rp 500.000 per bidang.

“Kemudian dalam perjalanannya, disampaikan bahwa program PTSL kena saving (pemangkasan) anggaran. Dari jumlah awal 170 bidang, masih sisa 68 bidang. Yang 102 bidang sudah selesai di 2020 dan sudah dibagikan, nah masih sisa 68 bidang,” terangnya.

Setelah membagikan 100an sertifikat yang jadi, lanjutnya, Kades kemudian menyampaikan bahwa bahwa kuota PTSL dari BPN untuk Kecik sudah habis.

Kemudian warga pemilik 68 bidang diminta datang ke rumah Kades dan disampaikan jika mau berlanjut maka akan diproses reguler. Sebagai biaya tambahan, warga diminta menyiapkan Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta.

“Awalnya adik saya ditelpon Pak Lurah kalau program PTSL kuotanya sudah habis. Saya suruh minta surat keterangan kalau PTSL sudah habis, tapi Pak Lurah nggak mau ngasih,” terangnya.

Karena penasaran, ia pun mengkroscek ke BPN Sragen dan berhasil menemui tim BPN yang menangani PTSL Kecik.

Hasilnya, ternyata dari tim BPN memastikan sisa 68 bidang itu tidak diajukan lewat proses reguler tapi tetap diproses melalui program PTSL.

Merasa sudah dikibuli, warga akhirnya mendatangi balai desa untuk menanyakan kejelasannya ke Kades. Semula Kades sempat berkilah.

Namun setelah ditunjukkan bukti daftar 68 bidang tetap diproses PTSL dari BPN, Kades baru mengakui jika PTSL Kecik memang dilanjutkan.

“Padahal warga sebagian besar sudah terlanjur membayar Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta. Kalau saya belum saya kasih karena tahu itu diproses PTSL, jadi baru bayar Rp 1 juta 2 bidang sesuai biaya awal 2020. Jadi Pak Kades saat itu gerilya door to door ada yang by phone, kalau pingin jadi sertifikat harus bayar DP 2,5 juta sampai Rp 3 juta dengan program reguler. Bahkan ada tetangga sebelah saya 4 bidang diminta Rp 14 juta,” terang Sugiyanto.

Baca Juga :  Media Sragen Terkini (MST HONGKONG), Grup Pertama yang Terdaftar di Kemenkumham dan Memiliki Anggota Terbanyak di Kota Sragen

Atas kejadian itu, pihaknya menduga sudah terjadi penyalahgunaan wewenang dalam hal ini mengarah pungli.

Sebab dari awal Kades terkesan sudah tidak jujur dan seolah ingin memanfaatkan momen saving program PTSL untuk menarik biaya dengan dalih diregulerkan.

Lantas, ia juga menengarai telah terjadi pelanggaran administrasi dari pelaksanaan PTSL di Kecik. Sebab dari awal sampai kemudian dibubarkan usai proses 2020 selesai, ternyata panitia bekerja tanpa SK dari Kades. Pun dengan program PTSL di 2021, juga tidak ditangani oleh panitia.

“Bahkan waktu kami tanya, ketua panitia akhirnya menjawab memang nggak dibuatkan SK. Katanya panitia hanya mung dinggo (dipakai) formalitas. Apa-apa prosesnya semua tergantung Pak Lurah,” urainya.

Kembalikan Uang

Tak lama setelah modusnya terbongkar, Sugiyanto menyampaikan Kades kemudian diam-diam gerilya mengembalikan uang tarikan ke warga.

Meski sebagian menolak menerima, Kades tetap berusaha meninggalkan uang di rumah warga.

Berkas yang sebenarnya sudah di BPN kemudian ditarik kembali dan oleh Kades melalui panitia dikembalikan lagi ke warga. Hal inilah yang kemudian memicu kemarahan warga.

“Ada yang dikembalikan utuh, ada yang dipotong dengan alasan untuk biaya wira-wiri. Ini kan sudah nggak bener lagi. Lalu waktu kami datangi ke balai desa bulan Agustus katanya dia baru saja tahu kalau itu diproses PTSL. Lha padahal kami dari bulan Juni sudah tahu kalau program PTSL Kecik dilanjutkan. Kan hanya alibi saja karena sudah terlanjur ketahuan,” terangnya.

Atas indikasi itu, pihaknya meminta agar pihak terkait mengusut tuntas kasus PTSL di Desa Kecik. Jika ada penyimpangan, diminta diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Kemudian, sisa bidang yang dikembalikan oleh Kades, bisa diproses kembali oleh BPN. Sebab dampak dari tarikan jutaan itu, ada beberapa warga yang terpaksa mundur karena tak kuat membayar.

Ada pula yang hingga kini kebingungan karena sudah terlanjur membayar, tapi berkas dibiarkan mangkrak.

“Hasil kroscek kami ke BPN, dari 68 bidang yang diajukan itu, yang dinyatakan berpotensi jadi ada 59 bidang. Sisanya ada 5 yang nggak bisa jadi karena makam dan satu warga mundur karena tak kuat bayar. Nah yang 4 juga dikembalikan dengan alasan nggak lengkap. Padahal kalau dilengkapi saya yakin bisa diproses. Makanya selain diusut tuntas, harapan kami yang dikembalikan itu bisa diproses kembali melalui PTSL oleh BPN. Jangan sampai gara-gara ketidakberesan Kades, warga akhirnya jadi korban akhirnya berkas mangkrak dibiarkan. Kan kasihan,” tandasnya.

Berharap Diproses Kembali

Warga lainnya, S, mengaku sangat kecewa dengan ulah dan kinerja Kades. Sebab berkas 2 bidang miliknya dan adiknya, kini malah dikembalikan oleh Kades tanpa ada kejelasan.

Padahal sebelumnya dirinya sudah ikut membayar Rp 500.000 per bidang pada 2020 dan membayar lagi Rp 5 juta sebagai tambahan di 2021.

“Kami ini dari awal sudah manut mbayar tapi ketika ada masalah, Kades nggak mau tanggungjawab menjadikan sertifikat tapi malah berkas dikembalikan. Uang tambahan itu waktu mau dikembalikan ke rumah awalnya saya tolak, langsung ditinggal di atas meja rumah saya. Lalu dia pergi begitu saja,” ujarnya kesal.

Baca Juga :  Harga Gas Melon di Sragen Naik 100% Jadi Rp 30.000 Selama Idul Fitri, Politikus Nasdem Bongkar Penyebabnya

Ia sangat berharap kepada Pemkab dan BPN, agar mengurus berkas warga yang dikembalikan itu. Jika ada kekurangan, warga pun siap melengkapi asalkan diproses kembali dan jadi melalui PTSL.

Bantah Lakukan Pungli

Saat dikonfirmasi, Kades Kecik, Sukidi mengklaim tidak memungut tarikan Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta untuk PTSL ke 68 bidang sisa PTSL 2020.

Menurutnya dari sisa 68 bidang itu setelah dikoreksi BPN tinggal 54 berkas yang tidak lolos. Dari yang tidak lolos itu, menurutnya ada 10 bidang yang nitip ke dirinya untuk diregulerkan.

“Tapi saya tidak mau dan uang itu saya kembalikan. Saya akan bantu proses setelah PTSL selesai agar tidak campur aduk, biar saya tidak di curigai warga masak PTSL di-regulerke lha saya takut seperti itu Mas,” katanya kepada wartawan melalui telepon.

Perihal SK panitia, ia mengklaim sudah pernah membuatkan akan tetapi dicari-cari belum ketemu. Ia juga tak menampik panitia PTSL 2020 sudah ia bubarkan.

“Dulu kita bentuk panitia meskipun sudah kita bubarkan. Nah SK-nya ini saya cari cari ketlisut. Belum saya temukan, setahu saya pernah saya buatkan tapi saya cari-cari kok aku nggak ngasih atau bagaimana gitu,” katanya.

Soal tudingan warga dirinya sudah tak jujur dan seolah memanfaatkan momen PTSL untuk menarik biaya tambahan dengan dalih diregulerkan, ia juga menampik.

Alasan Ketiduran

Ia beralasan saat itu ketiduran sehingga agak terlambat menyampaikan ke warga bahwa 59 bidang sisa yang sudah dikoreksi ternyata dilanjutkan diproses PTSL oleh BPN di 2021.

“Saya kadung bubarkan panitia, sehingga dinilai tidak jujur seperti itu mungkin. Lha saya terlambat bilang pada warga bahwasanya kalau dapat lagi gitu lho Mas. Nah waktu itu saya ketiduran agak terlambat ngomong ke warga. Itu memang kesalahan saya memang, mengapa tidak segera bilang,” katanya.

Ia kemudian membeberkan memang Desa Kecik mendapat kuota 175 bidang PTSL di 2020. Dari jumlah itu, 106 sudah jadi kemudian sisanya diproses di 2021.

Menurutnya, setelah ditunggu sampai pertengahan tahun tak ada informasi, ia menelepon BPN dan dijawab kuota PTSL Kecik sudah habis. Kemudian oleh BPN, berkas sisa diminta diambil daripada ketlisut.

“Karena kuota habis, akhirnya panitia saya bubarkan. Selang beberapa saat saya ketemu Pak Sekda saya matur ke Pak Sekda. Bapak saya minta tolong Kecik itu ada sisa PTSL, akhirnya saya ke BPN konsultasi dan saya diberikan kuota lagi. Yang diberikan Kecik itu 59 kuota itu,” ujarnya.

Inspektorat Terjunkan Tim

Terpisah, Sekretaris Inspektorat Kabupaten Sragen, Badrus Samsu Darusi mengatakan kasus dugaan penyimpangan PTSL Desa Kecik sudah ditangani oleh Inspektorat.

Saat ini, tim khusus sudah diterjunkan untuk melakukan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) terkait indikasi pungli itu.

“Ini masih kita dalami. Kita sudah terjunkan tim. Kalau dari aduan dan warga yang sudah kita mintai keterangan, memang seperti itu (ada pungutan di luar batas ketentuan). Tapi perlu kita buktikan,” tandasnya. Tim JSnews

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com