SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Puluhan guru agama dari kalangan honorer kategori 2 (K2) dan honorer berusia di atas 40 tahun mendesak Pemkab dan pemerintah pusat untuk membuat kebijakan membuka formasi di sekolah tempat mereka mengajar.
Pasalnya, dalam seleksi PPPK tahap I yang barusaja diumumkan, dinilai banyak honorer dari formasi guru agama yang lulus passing grade namun gagal lolos.
Mereka gagal karena formasi yang tersedia sangat minim. Selain itu, kebijakan seleksi yang terbuka, membuat mereka akhirnya tersingkir karena kalah nilai dari peserta yang fresh graduate dan berusia lebih muda.
Informasi dari peserta PPPK guru agama, ada sekitar 50 lebih honorer berusia di atas 40 tahun di Sragen yang lulus PG namun gagal lolos.
Padahal, selain usianya sudah tua, mereka rata-rata sudah mengabdi di atas 15 tahun lebih.
“Seleksi tahap I kemarin sangat merugikan kami. Karena formasi guru agama yang dibuka sangat sedikit. Satu kecamatan cuma satu, padahal kekosongan guru agama terjadi di banyak SD dan sekolah jenjang atasnya. Akhirnya satu formasi diperebutkan honorer dari banyak sekolah dan yang lolos yang muda. Kami yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun dan lolos PG gagal karena formasinya cuma satu,” papar KH, salah satu guru agama dari honorer K2 di Sragen, kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Selasa (12/10/2021).
Kondisi itu berbeda dengan formasi guru kelas, yang dibuka di hampir tiap sekolah SD. Sehingga pelamarnya kebanyakan hanya dari guru honorer di sekolah induk atau tempat dia mengajar.
Hal itu kemudian memberi peluang lebih besar bagi mereka. Dan faktanya hampir semua honorer yang mendaftar di sekolah induk akhirnya lolos karena saingannya hampir tidak ada.
Tambahan nilai afirmasi yang diberikan untuk guru agama, pada akhirnya juga seolah tidak berfungsi. Sebab penentu akhirnya adalah nilai dan mengabaikan pengabdian maupun usia.
“Jadi ya percuma ditambah nilai afirmasi, kalau kemudian kelulusan tidak mempertimbangkan pengabdian dan usia. Kami sedih, karena akhirnya yang lolos kebanyakan yang muda, yang tua-tua tetap gagal meskipun lulus PG,” jelasnya.
Atas kondisi itu, para guru agama honorer usia tua dan lulus passing grade itu mendesak agar dinas dan bupati mengakomodir nasib mereka.
Yakni dengan meluluskan dan menempatkan mereka yang lolos PG ke sekolah induk masing-masing selama formasi di sekolah tempat mengajar masih kosong.
“Karena dulu CPNS yang lulus PG juga langsung ditempatkan di sekolah induk tempat mereka mengajar selama formasinya masih kosong. Kalau disuruh tes lagi tahap 2 jelas nanti kalah sama yang sudah sertifikasi pendidikan dan yang masih muda usia. Ini seperti tidak adil bagi kami,” jelasnya.
Terpisah, Kepala BKPSDM Sragen, Sutrisna mengatakan untuk formasi PPPK dari honorer guru, sebenarnya Pemkab mengajukan formasi 2200an untuk tahun 2021 ini.
Namun formasi yang turun atau disetujui dari pusat hanya 1500an. Kemudian jenis formasinya juga langsung ditentukan dari pusat.
“Kami memahami kondisinya. Ketika lolos passing grade tapi formasinya sedikit, mungkin memang diranking dan nilainya yang paling tinggi. Kalau honorer yang tua harus bersaing dengan yang muda, jelas mungkin akan kalah. Tapi kewenangan kami hanya mengusulkan formasi, yang menentukan pusat sana. Mudah-mudahan nanti ada kebijakan yang bisa mengakomodir honorer yang sudah pengabdian lama dan lulus PG tapi tidak dapat formasi,” paparnya.
Sutrisna menyampaikan untuk seleksi PPPK, daerah sama sekali tidak memiliki kewenangan baik proses maupun penentuan formasi serta kelulusan. Semua menjadi kewenangan pusat.
Termasuk bagaimana kelanjutan mereka yang gagal di tahap I dan pelaksanaan tahap II, hingga kini juga belum ada informasi dari pusat.
“Kami nanti hanya melaksanakan pemberkasan bagi yang lolos. Tapi sampai sekarang berapa yang lolos, kami juga belum menerima datanya,” tandasnya. Wardoyo